Bagian ke 2
Globalisasi dan Pendidikan :
Pendidikan, Jalan Utama Menuju Indonesia Kuat
Oleh : Dr. AS. Panji Gumilang
Pendidikan, Jalan Utama Menuju Indonesia Kuat
Oleh : Dr. AS. Panji Gumilang
Dalam kaitan hidup berbangsa dan bernegara, kita semua harus terus berbuat dan berupaya sekuat tenaga untuk Indonesia, agar masa depan Indonesia menjadi Indonesia yang kuat. Kuat dalam arti mampu mengorganisir diri dalam tataran organisasi negara yang modern, berbasis dari kekuatan yang dimiliki rakyat, diperuntukkan bagi kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat dan ditangani oleh rakyat, dalam segala aspek kehidupan pemerintahan, ekonomi, budaya dan sebagainya.
Indonesia kuat adalah Indonesia yang rakyatnya terdidik secara baik, dinamis, dan visioner. Indonesia kuat adalah Indonesia yang mampu berdiplomasi antar bangsa, yang mampu menciptakan zone of peace bersama-sama dengan Negara lain, sehingga Indonesia masuk dalam lingkaran zone aman, zone demokrasi yang sihat, dan terus mengupayakan kehidupan demokrasi yang hakiki, membuka kebebasan untuk bangsanya kini dan mendatang, sebab nasib bangsa dan negara Indonesia tergantung pada bagaimana kehidupan demokrasi yang sihat.
Lahirnya Al-Zaytun
Al-Zaytun berdiri dilator-belakangi oleh perjalanan panjang sejarah bangsa dan sejarah umat manusia. Bangsa Indonesia mengalami penjajahan yang amat lama, tiga setengah abad terhitung sejak masuknya bangsa Belanda ke Banten tahun 1596 sampai proklamasi kemerdekaan 1945. Dalam menjalankan pemerintahan sendiri selama lebih dari setengah abad, belum mencapai kemajuan yang berarti, khususnya dibidang pendidikan.
Juga berbagai peperangan yang terjadi sepanjang abad ke-20, dan terjadinya blok-blok besar di dunia yang saling ingin menguasai satu dengan lainnya, dan terjadilah perang dingin, yang kesudahannya dimenangkan oleh blok Barat. Berbagai peristiwa dan kejadian sejarah baik nasional maupun internasional tersebut mengilhami pemikiran untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan yang mampu menciptakan keseimbangan intelektual sehingga dengannya keseimbangan dan perdamaian dapat diwujudkan dalam lingkungan kehidupan umat manusia.
Secara fisik pembangunan sarana pendidikan Al-Zaytun dimulai sejak tahun 1996, tiga tahun kemudian berulah dimulai pembukaan pembelajaran, tepatnya pada 1 Juli 1999M/18 Rabi' al-Awwal 1420H, tepat seratus tahun setelah Pondok Pesantren Tebuireng Jombang berdiri. Al-Zaytun diresmikan oleh Presiden Indonesia B.J. habibie pada 27 Agustus tahun 1999. Ide pendirian Ma'had ini selayaknya ide umat manusia yang menginginkan peradaban umat manusia (positif) ini tidak putus-putusnya. Ide seperti itu juga merupakan ide berbagai bangsa yang ada di dunia. Para pendiri Al-Zaytun menyimpulkan bahwa peradaban (positif) umat manusia tidak boleh terputus oleh apapun juga, dan peradaban akan berkesinambungan jika ditata melalui pendidikan, bukan melalui peperangan. Pendidikanlah yang akan mampu melestarikan peradaban umat manusia di dunia.
Banyak orang bertanya tentang pencetus ide pertamanya. Sesungguhnya kebersamaanah yang mampu menumbuhkan ide-ide besar itu. Termasuk ide pendirian Al-Zaytun ini adalah akibat adanya kebersamaan yang memunculkan sebuah ide, kemudian berjalan bersama untuk merealisasikannya. Kebersamaan ide mampu menyatukan kemampuan individu-individu dalam mengaktualisasikan diri masing-masing secara optimal. Dalam arti kata, masing-masing mengenali potensi positif yang mereka miliki, dan berusaha sekuat tenaga menggali, membiasakan, berkreasi, dan mewujudkan potensi positif yang telah terbina dengan disiplin tinggi dan perjuangan dalam prestasi nyata. Akhirnya prestasi nyata berbentuk pendirian Al-Zaytun ini dapat dicapai, yang tentunya dapat menumbuhkan rasa puas dalam diri dan mungkin juga bagi orang lain. Dan perwujudan prestasi pendirian Ma'had ini betul-betul diraih dengan upaya keras dan persiapan waktu yang sangat lama.
Pengalaman hidup yang dipersatukan dari banyak orang dapat memberi inspirasi pada pengembangan model model-model pendidikan yang dicita-citakan. Gabungan cita-cita bersama itulah yang menentukan model Al-Zaytun. Semangat pesantren berupa sikap mandiri yang kuat, cinta ilmu, dan semangat belajar yang tinggi tetap menjadi spirit Al-Zaytun, dengan terus mengikuti perkembangan zaman, yakni bersistem modern, modern dalam arti kata luas. Modern dalam menyelenggarakan pendidikan harus bervisi dan berorientasi masa depan, berorganisasi kuat, berkecerdasan tinggi, melangkah berdasar ilmu, beretos kerja tinggi dan berdisiplin. Karenanya motto Ma'had ini adalah Pesantren Spirit but Modern System.
Kemandirian menjadi ciri utama Al-Zaytun, kemandirian diwujudkan dalam sikap tidak ketergantungan, dan itulah yang terus akan dikembangkan dalam pendidikan di sini. Akan terus ditanamkan kepada peserta didik sikap mandiri itu. Contoh konkret kehidupan mandiri itu adalah dalam pendanaan pendidikan, kita tidak bergantung kepada subsidi pemerintah. Untuk itu, semua kita berusaha dengan gigih untuk mendapatkannya dari berbagai cara yang terpuji dan baik. Sebab kemandirian bukan alas an untuk menghalalkan segala cara. Dengan selalu membiasakan jiwa mandiri, diharapkan para santri di kemudian hari akan dapat mengangkat harkat diri sendiri, dengan menciptakan lapangan kerja untuk dirinya dan orang lain.
Semua yang terlibat dalam pendidikan di Al-Zaytun berharap dan berusaha agar graduate dari Al-Zaytun ini dapat menjadi manusia dewasa, sebab dalam kehidupan ini sering terjadi, seseorang menjadi cepat tua namun lambat dewasa akibat kurang terdidik. Dalam arti kata graduate Al-Zaytun dipersiapkan menjadi manusia cerdas, bajik dan bijak, menguasai sains dan teknologi, cinta akan negaranya, dan mampu hidup dan bergaul antar bangsa.
Karenanya kita selalu menanamkan pendidikan antar-bangsa. Pendidikan antar bangsa yang selalu menanamkan dan melatih para siswa agar membiasakan dan berorientasi pada cara berpikir antar bangsa, bahwa manusia dalam segala bentuk ras, budaya, bangsa dan agama, harus dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan bersaudara, sebagai penghuni satu bulatan dunia ini. Dengan demikan akan tumbuh solidaritas antar bangsa, yakni akan terbiasa dalam memecahkan problem kemanusiaan tidak mengedepankan kebencian dan bruk sangka rasis dan mengedepan-kan saling pengertian terhadap wujud multicultural yang semula jadi dan semula ada.
Selanjutnya, siswa selaku generasi muda, terus dibekali berbagai kemampuan yang dapat mendorong dan mengantar mereka kepada tantantan hidup antar-bangsa. Sehingga ke depan graduate Al-Zaytun mampu berpikir dan berorientasi masa depan. Mampu masuk dalam percaturan pasar sumber daya manusia antar-bangsa, baik dalam bidang pemerintahan, maupun dalam organisasi-organisasi antar-bangsa, dan mampu menjalin hubungan antar-bansa bermodalkan kemampuan yang mereka miliki.
Dan dalam kaitan hidup berbangsa dan bernegara, kita semua peserta didik, pelaku didik dan pekerja didik, terus berbuat, berupaya dan berusaha sekuat tenaga untuk Indonesia, agar masa depan Indonesia menjadi Indonesia yang kuat. Kuat dalam arti mampu mengorganisir diri dalam tataran organisasi negara yang modern, berbasis dari kekuatan yang dimiliki rakyat, diperuntukkan bagi kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat dan ditangani oleh rakyat, dalam segala aspek kehidupan pemerintahan, ekonomi, budaya dan sebagainya.
Indonesia kuat adalah Indonesia yang rakyatnya terdidik secara baik, dinamis, dan visioner. Indonesia kuat adalah Indonesia yang mampu berdiplomasi antar-bangsa, yang mampu menciptakan zone of peace bersama-sama dengan Negara lain, sehingga Indonesia masuk dalam lingkaran zone aman, zone demokrasi sihat, dan terus mengupayakan kehidupan demokrasi yang hakiki, membuka kebebasan untuk bangsanya kini dan mendatang, sebab nasib bangsa dan Negara Indonesia tergantung pada bagaimana kehidupan demokrasi yang sihat.
Perubahan Paradigma
Al-Zaytun berdiri di saat terjadinya pergeseran paradigma. Dunia dengan berbagai macam penghuninya terus bergerak meninggalkan abad industri. Yaitu suatu kurun waktu yang mampu mengubah cara hidup banyak manusia, terutama yang hidup di kota, pinggiran kota dan daerah-daerah yang terikat dengan pusat industri.
Mereka bekerja dengan cepat menggunakan organisasi dan peralatan yang bukan manual. Banyak macam barang dan jasa yang tersedia, kesihatan meningkat, mudah bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain dan mempunyai waktu luang yang banyak. Abad industri itu menciptakan kesejahteraan yang tidak merata, sehingga kesenjangan social dunia menjadi parah. Abad industri yang bercirikan produksi dan distribusi barang telah bergeser kepada abad informasi, dengan cirri produksi dan distribusi pengetahuan dan informasi.
Dalam abad informasi seperti yang kita rasakan dalam kehidupan nyata, sungguh sulit memperoleh keuntungan hanya bersumber dari sumber daya tradisional (tenaga kerja, tanah, dan modal-uang). Kini, informasi dan pengetahuan menjadi penghasil kekayaan utama. Namun pengetahuan tidak murah harganya. Semua negara maju mengeluarkan kira-kira 20% dari Penghasilan Negara Bruto (PNB)-nya untuk produksi dan distribusi pengetahuan. Pembentukan pengetahuan dengan demikian sudah merupakan investasi terbesar di setiap negara maju.
Karenannya hasil yang didapat oleh sebuah negara atau sebuah institusi dari pengetahuan tentunya semakin menjadi faktor penentu pada daya saingnya. Makin hari, produktivitas pengetahuan akan semakin menentukan social ekonominya.
Kelemahan produktivitas pengetahuan suatu negara (institusi) lebih dari apapun yang lain, merupakan pangkal dari kelambanan, erosi, dan krisis yang tak berkesudahan pada sosial ekonomi negara. Kita di Indonesia jelas pengeluaran untuk produktivitas pengetahuan jauh lebih rendah dari pengeluaran lain-lainnya.
Karenanya, dalam bidang produktivitas pengetahuan di Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara manapun. Bangsa kita juga belum mampu masuk ke dalam produktivitas pengetahuan baru, bahkan gagal, sekalipun hanya untuk mengubah pengetahuan yang telah ada menjadi inovasi yang berhasil. Pengetahuan yang ada tetap merupakan merupakan informasi dan bukannya menjadi pengetahuan yang produktif.
Pendidikan yang bertanggung-jawab
Terjadinya revolusi informasi teknologi kini computer meja dan pengiriman data melalui satelit langsung ke ruang kelas sedang melanda sekolah-sekolah (sekalipun hal ini belum menjadi umum di Indonesia). Kita berada di dalam revolusi tersebut, tentunya akan mengubah cara kita belajar dan cara kita mengajar, dalam dasawarsa mendatang. Dan revolusi ini akan mengubah ekonomi pendidikan, dari yang hari ini kita lakukan, yang keadaannya hampir total padat karya, pendidikan (sekolah) akan menjadi pada modal.
Lembaga pendidikan selama ini selalu memberikan perhatian penuh kepada anak-anak muda yang belum dianggap sebagai warga negara penuh, karena belum mempunyai tanggung jawab dan belum memasuki angkatan kerja.
Namun dalam masyarakat berpengetahuan, lembaga pendidikan merupakan lembaga orang dewasa juga, terutama dewasa berpendidikan tinggi,. Dan dalam mayarakat berpengetahuan, lembaga pendidikan menjadi bertanggung-jawab atas kinerja dan hasil-hasilnya.
Karenanya, lembaga pendidikan di dalam revolusi teknologi informasi ini, harus mampu masuk ke dalam penguasaan teknologi baru dalam pembelajaran (belajar mengajar). Sebab hal itu merupakan satu prasyarat bagi keberhasilan nasional dan kultural, juga bagi daya saing ekonomi.
Dalam khazanah sejarah Islam, sebelum tahun 1550, khalifah Utsmaniyah Turki telah mengejawantahkan Islam secara politis, dan menjadi negara adidaya dunia di setiap gelanggang ; politik, militer ekonomi, ilmu dan budaya, sampai dengan tahun 1550 dan seterus-nya, mengalami kemandekan dan menjadi introvert (ananiyah), menjadi senantiasa defensive. Dalam masa seperti itu lembaga pendidikan menjadi semakin dilihat sebagai penghambat kemajuan dan perlawanan terhadap lembaga pendidikan merupakan pangkal surut bagi segala pembaharuan kebudayaan besar Islam.
Sedangkan di dunia Barat, lemabga pendidikan atau sekolah jadi dipandang sebagai lembaga "progresif" dan sebagai motor kemajuan di segala bidang-bidang kebudayaan, seni, sastra dan ilmu, ekonomi, politik, dan militer.
Selanjutnya dalam era revolusi teknologi dalam pendidikan, ada satu pelajaran yang dapat kita petik bahwa, teknologi itu sendiri menjadi tidak lebih penting ketimbang perubahan-perubahan yang dipicunya dalam subtansi, muatan, titik berat pelajaran dan lembaga pendidikan itu sendiri. Perubahan dalam substansi, muatan, dan titik berat pendidikan itulah yang sesungguhnya menjadi masalah dalam teknologi pembelajaran (belajar mengajar).
Bagaimana meresponnya?
Lembaga pendidikan kita harus menekankan disiplin, ditanamkan dalam berbagai macam kegiatan apapun, melalui pelatihan dan pembinaan yang tiada henti-hentinya. Dan kita tidak boleh menampik secara apriori berbagai kemajuan yang telah dicapainya oleh siapapun.
Kita harus meletakkan diri bukan sebagai "kaum terpelajar" yang elit, yang terpisahkan dan berbeda dengan orang-orang biasa. Dan dalam muatan serta substansi, lembaga pendidikan kita harus menarik banyak segala sesuatu yang dapat dipelajari dari negara-negara maju dan pendidikannya. Kita tidak seharusnya apriori kepada budaya barat maupun timur, mestinya kita dapat dan mampu menyerap kebaikannya yang seterusnya kita Indonesia-kannya.
Mestinya kita tidak usah takut menjadi modern, menjadi "terwesternisasi" dalam ekonomi, teknologi, institusi-institusi politik dan kemiliterannya asalkan kita tetap menjadi orang beragama yang taat dalam Indonesia yang utuh.
Teknologi, biarpun penting dan tersedia, bukanlah segi paling penting dari transformasi pendidikan. Yang akan menjadi sangat penting ialah pemikiran kembali tentang peran dan fungsi pendidikan sekolah. Sekalipun teknologi tetap penting artinya , sebab teknologi akan memaksa kita untuk melakukan hal-hal baru dan bukan sebaliknya. Dengan demikian tantangan sebenarnya yang harus dihadapi bukanlah teknologi itu sendiri, namun untuk apa pengguna-annya.
Selanjutnya kita harus mampu menetapkan atau memiliki sistem pendidikan yang dibutuhkan oleh masyarakat berpengetahuan. Dalam hal ini mungkin kita dapat menetapkan sekalipun dalam garis-garis besar kasar saja tentang spesifikasi pendidikan sekolah dan sekolah-sekolah yang mungkin sesuai dengan kenyataan-kenyataan masyarakat berpengetahuan
Lembaga pendidikan yang diperlukan harus menyediakan alat-alat yang menunjang kemelek-hurufan universal lebih dari "kemelek-hurufan" dalam pengertian yang telah ada.
Lembaga pendidikan yang diperlukan harus mengilhami para siswa dari segala tingkat dan segala umur dengan motivasi untuk belajar dan dengan disiplin untuk belajar secara berkelanjutan.
Lembaga pendidikan yang diperlukan haruslah merupakan satu sistem terbuka, bisa dicapai oleh orang berpendidikan tinggi maupun orang yang oleh sebab apapun tidak mendapatkan akses ke pendidikan lanjutan pada masa mudanya.
Lembaga pendidikan yang diperlukan harus menanamkan pengetahuan, baik sebagai substansi maupun sebagai proses.
Lembaga pendidikan sekolah tidak lagi bisa dimonopoli oleh sekolah, melainkan menyebar ke dalam seluruh masyarakat.
Segala jenis organisasi yang mempekerjakan orang-orang perusa-haan, badan pemerintah, organisasi nirlaba, harus menjadi lembaga pembelajaran (belajar-mengajar). Lembaga pendidikan semakin harus bekerja dalam kemitraan dengan para majikan dan organisasi-organisasi yang mempekerjakan orang. Semua ini akan kita coba memulainya di Al-Zaytun. Insya Allah. (Sumber kutipan dari Majalah Berita Indonesia-10/2006)
Al-Zaytun berdiri dilator-belakangi oleh perjalanan panjang sejarah bangsa dan sejarah umat manusia. Bangsa Indonesia mengalami penjajahan yang amat lama, tiga setengah abad terhitung sejak masuknya bangsa Belanda ke Banten tahun 1596 sampai proklamasi kemerdekaan 1945. Dalam menjalankan pemerintahan sendiri selama lebih dari setengah abad, belum mencapai kemajuan yang berarti, khususnya dibidang pendidikan.
Juga berbagai peperangan yang terjadi sepanjang abad ke-20, dan terjadinya blok-blok besar di dunia yang saling ingin menguasai satu dengan lainnya, dan terjadilah perang dingin, yang kesudahannya dimenangkan oleh blok Barat. Berbagai peristiwa dan kejadian sejarah baik nasional maupun internasional tersebut mengilhami pemikiran untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan yang mampu menciptakan keseimbangan intelektual sehingga dengannya keseimbangan dan perdamaian dapat diwujudkan dalam lingkungan kehidupan umat manusia.
Secara fisik pembangunan sarana pendidikan Al-Zaytun dimulai sejak tahun 1996, tiga tahun kemudian berulah dimulai pembukaan pembelajaran, tepatnya pada 1 Juli 1999M/18 Rabi' al-Awwal 1420H, tepat seratus tahun setelah Pondok Pesantren Tebuireng Jombang berdiri. Al-Zaytun diresmikan oleh Presiden Indonesia B.J. habibie pada 27 Agustus tahun 1999. Ide pendirian Ma'had ini selayaknya ide umat manusia yang menginginkan peradaban umat manusia (positif) ini tidak putus-putusnya. Ide seperti itu juga merupakan ide berbagai bangsa yang ada di dunia. Para pendiri Al-Zaytun menyimpulkan bahwa peradaban (positif) umat manusia tidak boleh terputus oleh apapun juga, dan peradaban akan berkesinambungan jika ditata melalui pendidikan, bukan melalui peperangan. Pendidikanlah yang akan mampu melestarikan peradaban umat manusia di dunia.
Banyak orang bertanya tentang pencetus ide pertamanya. Sesungguhnya kebersamaanah yang mampu menumbuhkan ide-ide besar itu. Termasuk ide pendirian Al-Zaytun ini adalah akibat adanya kebersamaan yang memunculkan sebuah ide, kemudian berjalan bersama untuk merealisasikannya. Kebersamaan ide mampu menyatukan kemampuan individu-individu dalam mengaktualisasikan diri masing-masing secara optimal. Dalam arti kata, masing-masing mengenali potensi positif yang mereka miliki, dan berusaha sekuat tenaga menggali, membiasakan, berkreasi, dan mewujudkan potensi positif yang telah terbina dengan disiplin tinggi dan perjuangan dalam prestasi nyata. Akhirnya prestasi nyata berbentuk pendirian Al-Zaytun ini dapat dicapai, yang tentunya dapat menumbuhkan rasa puas dalam diri dan mungkin juga bagi orang lain. Dan perwujudan prestasi pendirian Ma'had ini betul-betul diraih dengan upaya keras dan persiapan waktu yang sangat lama.
Pengalaman hidup yang dipersatukan dari banyak orang dapat memberi inspirasi pada pengembangan model model-model pendidikan yang dicita-citakan. Gabungan cita-cita bersama itulah yang menentukan model Al-Zaytun. Semangat pesantren berupa sikap mandiri yang kuat, cinta ilmu, dan semangat belajar yang tinggi tetap menjadi spirit Al-Zaytun, dengan terus mengikuti perkembangan zaman, yakni bersistem modern, modern dalam arti kata luas. Modern dalam menyelenggarakan pendidikan harus bervisi dan berorientasi masa depan, berorganisasi kuat, berkecerdasan tinggi, melangkah berdasar ilmu, beretos kerja tinggi dan berdisiplin. Karenanya motto Ma'had ini adalah Pesantren Spirit but Modern System.
Kemandirian menjadi ciri utama Al-Zaytun, kemandirian diwujudkan dalam sikap tidak ketergantungan, dan itulah yang terus akan dikembangkan dalam pendidikan di sini. Akan terus ditanamkan kepada peserta didik sikap mandiri itu. Contoh konkret kehidupan mandiri itu adalah dalam pendanaan pendidikan, kita tidak bergantung kepada subsidi pemerintah. Untuk itu, semua kita berusaha dengan gigih untuk mendapatkannya dari berbagai cara yang terpuji dan baik. Sebab kemandirian bukan alas an untuk menghalalkan segala cara. Dengan selalu membiasakan jiwa mandiri, diharapkan para santri di kemudian hari akan dapat mengangkat harkat diri sendiri, dengan menciptakan lapangan kerja untuk dirinya dan orang lain.
Semua yang terlibat dalam pendidikan di Al-Zaytun berharap dan berusaha agar graduate dari Al-Zaytun ini dapat menjadi manusia dewasa, sebab dalam kehidupan ini sering terjadi, seseorang menjadi cepat tua namun lambat dewasa akibat kurang terdidik. Dalam arti kata graduate Al-Zaytun dipersiapkan menjadi manusia cerdas, bajik dan bijak, menguasai sains dan teknologi, cinta akan negaranya, dan mampu hidup dan bergaul antar bangsa.
Karenanya kita selalu menanamkan pendidikan antar-bangsa. Pendidikan antar bangsa yang selalu menanamkan dan melatih para siswa agar membiasakan dan berorientasi pada cara berpikir antar bangsa, bahwa manusia dalam segala bentuk ras, budaya, bangsa dan agama, harus dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan bersaudara, sebagai penghuni satu bulatan dunia ini. Dengan demikan akan tumbuh solidaritas antar bangsa, yakni akan terbiasa dalam memecahkan problem kemanusiaan tidak mengedepankan kebencian dan bruk sangka rasis dan mengedepan-kan saling pengertian terhadap wujud multicultural yang semula jadi dan semula ada.
Selanjutnya, siswa selaku generasi muda, terus dibekali berbagai kemampuan yang dapat mendorong dan mengantar mereka kepada tantantan hidup antar-bangsa. Sehingga ke depan graduate Al-Zaytun mampu berpikir dan berorientasi masa depan. Mampu masuk dalam percaturan pasar sumber daya manusia antar-bangsa, baik dalam bidang pemerintahan, maupun dalam organisasi-organisasi antar-bangsa, dan mampu menjalin hubungan antar-bansa bermodalkan kemampuan yang mereka miliki.
Dan dalam kaitan hidup berbangsa dan bernegara, kita semua peserta didik, pelaku didik dan pekerja didik, terus berbuat, berupaya dan berusaha sekuat tenaga untuk Indonesia, agar masa depan Indonesia menjadi Indonesia yang kuat. Kuat dalam arti mampu mengorganisir diri dalam tataran organisasi negara yang modern, berbasis dari kekuatan yang dimiliki rakyat, diperuntukkan bagi kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat dan ditangani oleh rakyat, dalam segala aspek kehidupan pemerintahan, ekonomi, budaya dan sebagainya.
Indonesia kuat adalah Indonesia yang rakyatnya terdidik secara baik, dinamis, dan visioner. Indonesia kuat adalah Indonesia yang mampu berdiplomasi antar-bangsa, yang mampu menciptakan zone of peace bersama-sama dengan Negara lain, sehingga Indonesia masuk dalam lingkaran zone aman, zone demokrasi sihat, dan terus mengupayakan kehidupan demokrasi yang hakiki, membuka kebebasan untuk bangsanya kini dan mendatang, sebab nasib bangsa dan Negara Indonesia tergantung pada bagaimana kehidupan demokrasi yang sihat.
Perubahan Paradigma
Al-Zaytun berdiri di saat terjadinya pergeseran paradigma. Dunia dengan berbagai macam penghuninya terus bergerak meninggalkan abad industri. Yaitu suatu kurun waktu yang mampu mengubah cara hidup banyak manusia, terutama yang hidup di kota, pinggiran kota dan daerah-daerah yang terikat dengan pusat industri.
Mereka bekerja dengan cepat menggunakan organisasi dan peralatan yang bukan manual. Banyak macam barang dan jasa yang tersedia, kesihatan meningkat, mudah bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain dan mempunyai waktu luang yang banyak. Abad industri itu menciptakan kesejahteraan yang tidak merata, sehingga kesenjangan social dunia menjadi parah. Abad industri yang bercirikan produksi dan distribusi barang telah bergeser kepada abad informasi, dengan cirri produksi dan distribusi pengetahuan dan informasi.
Dalam abad informasi seperti yang kita rasakan dalam kehidupan nyata, sungguh sulit memperoleh keuntungan hanya bersumber dari sumber daya tradisional (tenaga kerja, tanah, dan modal-uang). Kini, informasi dan pengetahuan menjadi penghasil kekayaan utama. Namun pengetahuan tidak murah harganya. Semua negara maju mengeluarkan kira-kira 20% dari Penghasilan Negara Bruto (PNB)-nya untuk produksi dan distribusi pengetahuan. Pembentukan pengetahuan dengan demikian sudah merupakan investasi terbesar di setiap negara maju.
Karenannya hasil yang didapat oleh sebuah negara atau sebuah institusi dari pengetahuan tentunya semakin menjadi faktor penentu pada daya saingnya. Makin hari, produktivitas pengetahuan akan semakin menentukan social ekonominya.
Kelemahan produktivitas pengetahuan suatu negara (institusi) lebih dari apapun yang lain, merupakan pangkal dari kelambanan, erosi, dan krisis yang tak berkesudahan pada sosial ekonomi negara. Kita di Indonesia jelas pengeluaran untuk produktivitas pengetahuan jauh lebih rendah dari pengeluaran lain-lainnya.
Karenanya, dalam bidang produktivitas pengetahuan di Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara manapun. Bangsa kita juga belum mampu masuk ke dalam produktivitas pengetahuan baru, bahkan gagal, sekalipun hanya untuk mengubah pengetahuan yang telah ada menjadi inovasi yang berhasil. Pengetahuan yang ada tetap merupakan merupakan informasi dan bukannya menjadi pengetahuan yang produktif.
Pendidikan yang bertanggung-jawab
Terjadinya revolusi informasi teknologi kini computer meja dan pengiriman data melalui satelit langsung ke ruang kelas sedang melanda sekolah-sekolah (sekalipun hal ini belum menjadi umum di Indonesia). Kita berada di dalam revolusi tersebut, tentunya akan mengubah cara kita belajar dan cara kita mengajar, dalam dasawarsa mendatang. Dan revolusi ini akan mengubah ekonomi pendidikan, dari yang hari ini kita lakukan, yang keadaannya hampir total padat karya, pendidikan (sekolah) akan menjadi pada modal.
Lembaga pendidikan selama ini selalu memberikan perhatian penuh kepada anak-anak muda yang belum dianggap sebagai warga negara penuh, karena belum mempunyai tanggung jawab dan belum memasuki angkatan kerja.
Namun dalam masyarakat berpengetahuan, lembaga pendidikan merupakan lembaga orang dewasa juga, terutama dewasa berpendidikan tinggi,. Dan dalam mayarakat berpengetahuan, lembaga pendidikan menjadi bertanggung-jawab atas kinerja dan hasil-hasilnya.
Karenanya, lembaga pendidikan di dalam revolusi teknologi informasi ini, harus mampu masuk ke dalam penguasaan teknologi baru dalam pembelajaran (belajar mengajar). Sebab hal itu merupakan satu prasyarat bagi keberhasilan nasional dan kultural, juga bagi daya saing ekonomi.
Dalam khazanah sejarah Islam, sebelum tahun 1550, khalifah Utsmaniyah Turki telah mengejawantahkan Islam secara politis, dan menjadi negara adidaya dunia di setiap gelanggang ; politik, militer ekonomi, ilmu dan budaya, sampai dengan tahun 1550 dan seterus-nya, mengalami kemandekan dan menjadi introvert (ananiyah), menjadi senantiasa defensive. Dalam masa seperti itu lembaga pendidikan menjadi semakin dilihat sebagai penghambat kemajuan dan perlawanan terhadap lembaga pendidikan merupakan pangkal surut bagi segala pembaharuan kebudayaan besar Islam.
Sedangkan di dunia Barat, lemabga pendidikan atau sekolah jadi dipandang sebagai lembaga "progresif" dan sebagai motor kemajuan di segala bidang-bidang kebudayaan, seni, sastra dan ilmu, ekonomi, politik, dan militer.
Selanjutnya dalam era revolusi teknologi dalam pendidikan, ada satu pelajaran yang dapat kita petik bahwa, teknologi itu sendiri menjadi tidak lebih penting ketimbang perubahan-perubahan yang dipicunya dalam subtansi, muatan, titik berat pelajaran dan lembaga pendidikan itu sendiri. Perubahan dalam substansi, muatan, dan titik berat pendidikan itulah yang sesungguhnya menjadi masalah dalam teknologi pembelajaran (belajar mengajar).
Bagaimana meresponnya?
Lembaga pendidikan kita harus menekankan disiplin, ditanamkan dalam berbagai macam kegiatan apapun, melalui pelatihan dan pembinaan yang tiada henti-hentinya. Dan kita tidak boleh menampik secara apriori berbagai kemajuan yang telah dicapainya oleh siapapun.
Kita harus meletakkan diri bukan sebagai "kaum terpelajar" yang elit, yang terpisahkan dan berbeda dengan orang-orang biasa. Dan dalam muatan serta substansi, lembaga pendidikan kita harus menarik banyak segala sesuatu yang dapat dipelajari dari negara-negara maju dan pendidikannya. Kita tidak seharusnya apriori kepada budaya barat maupun timur, mestinya kita dapat dan mampu menyerap kebaikannya yang seterusnya kita Indonesia-kannya.
Mestinya kita tidak usah takut menjadi modern, menjadi "terwesternisasi" dalam ekonomi, teknologi, institusi-institusi politik dan kemiliterannya asalkan kita tetap menjadi orang beragama yang taat dalam Indonesia yang utuh.
Teknologi, biarpun penting dan tersedia, bukanlah segi paling penting dari transformasi pendidikan. Yang akan menjadi sangat penting ialah pemikiran kembali tentang peran dan fungsi pendidikan sekolah. Sekalipun teknologi tetap penting artinya , sebab teknologi akan memaksa kita untuk melakukan hal-hal baru dan bukan sebaliknya. Dengan demikian tantangan sebenarnya yang harus dihadapi bukanlah teknologi itu sendiri, namun untuk apa pengguna-annya.
Selanjutnya kita harus mampu menetapkan atau memiliki sistem pendidikan yang dibutuhkan oleh masyarakat berpengetahuan. Dalam hal ini mungkin kita dapat menetapkan sekalipun dalam garis-garis besar kasar saja tentang spesifikasi pendidikan sekolah dan sekolah-sekolah yang mungkin sesuai dengan kenyataan-kenyataan masyarakat berpengetahuan
Lembaga pendidikan yang diperlukan harus menyediakan alat-alat yang menunjang kemelek-hurufan universal lebih dari "kemelek-hurufan" dalam pengertian yang telah ada.
Lembaga pendidikan yang diperlukan harus mengilhami para siswa dari segala tingkat dan segala umur dengan motivasi untuk belajar dan dengan disiplin untuk belajar secara berkelanjutan.
Lembaga pendidikan yang diperlukan haruslah merupakan satu sistem terbuka, bisa dicapai oleh orang berpendidikan tinggi maupun orang yang oleh sebab apapun tidak mendapatkan akses ke pendidikan lanjutan pada masa mudanya.
Lembaga pendidikan yang diperlukan harus menanamkan pengetahuan, baik sebagai substansi maupun sebagai proses.
Lembaga pendidikan sekolah tidak lagi bisa dimonopoli oleh sekolah, melainkan menyebar ke dalam seluruh masyarakat.
Segala jenis organisasi yang mempekerjakan orang-orang perusa-haan, badan pemerintah, organisasi nirlaba, harus menjadi lembaga pembelajaran (belajar-mengajar). Lembaga pendidikan semakin harus bekerja dalam kemitraan dengan para majikan dan organisasi-organisasi yang mempekerjakan orang. Semua ini akan kita coba memulainya di Al-Zaytun. Insya Allah. (Sumber kutipan dari Majalah Berita Indonesia-10/2006)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home