Sunday, September 03, 2006

Mutiara Pemikiran Syaykh Al-Zaytun (3)

Al-Zaytun Milik Bangsa
Sebuah Pilar Pencerahan Bangsa

Oleh : Ch. Robin Manulang*)


Syaykh Al-Zaytun yakin, lembaga pendidikan yang diimpikan, didirikan dan diasuhnya akan menjadi media, tempat atau lahan dan sebagai titik tolak, pilar untuk mengajak dan mencerdaskan bangsa ini menjadi manusuia yang intelektual, menguasai sains dan teknologi, mengimbangi kemajuan bangsa lain dan memiliki moral tinggi, berwawasan internasional dan kental dengan rasa kemanusiaan, toleransi dan perdamaian serta mengejawantahkan kebebasan dalam bingkai interaksi interdependensi.

Ide yang dilator-belakangi oleh perjalanan sejarah bangsa Indonesia dan sejarah umat di dunia. Abad lalu, abad 20 adalah abad yang perlu diiktibari karena terjadinya berbagai perang. Angannya menerawang, ke depan tidak boleh terjadi perang lagi di dunia ini seperti abad lalu. Begitu pula, setidaknya, Indonesia harus damai !

Diilhami hal itu, ide itu mengembang dan melahirkan solusi bahwa untuk menciptakan keseimbangan dunia yang damai itu, minimal terjadi di Indonesia, Indonesia yang damai, hanya dengan keseimbangan intelektual. Keseimbangan intelektual itu dapat diwujudkan dengan menciptakan pendidikan yang baik. Pendidikan yang bervisi pegembangan budaya toleransi dan budaya perdamaian.

Tanggal 27 Agustus 1999, mempunyai makna sejarah yang amat berarti bagi Al-Zaytun (Ma'had Al-Zaytun). Sebab pada hari itu, Presiden RI Prof Dr BJ Habibie meresmikan berdirinya lembaga pendidikan terpadu ini dalam suatu upacara khidmat.

Kesediaan kepala negara secara langsung dan resmi menendatangani prasasti peresmian Al-Zaytun ini bermakna sebagai manifestasi sambutan, dukungan, dan rasa memiliki (sense of belonging) bangsa Indonesia atas lahirnya lembaga pendidikan (pesantren) komprehensif ini. Sehingga tanggal dan bulan ini – 27 Agustus – ditetapkan sebagai hari lahir Al-Zaytun.

Setiap 27 Agustus bagi segenap civitas Al-Zaytun merupakan sebuah halte untuk melanjutkan perjalanan menuju hari esok yang lebih baik. Sebagaimana sabda Nabi Muhamad saw, kita akan menjadi orang yang merugi jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin atau jika hari esok tak lebih baik dari hari ini.

Dalam konteks perayaan hari ulang tahun (milad) yang juga dimaknai sebagai ajang evaluasi, pengasuh Al-Zaytun memberi penekanan khusus pada setiap siklus tiga tahunan untuk memperingati miladnya. Siklus tiga tauhn itu, menurut Syaykh Al-Zaytun, ditempuh karena laku lampah Al-Zaytun selama tiga tahun dipandang sudah bisa dijadikan landasan untuk menggenjot langkah tiga taheun ke depan. Menurutnya, hasil tiga tahun itu sudah qurrata a'yun. Itu artinya, milad bermakna juga sebagai ajang evaluasi. "Jika setahun sekali terlalu cepat, banyak program belum terlaksana sehingga kuatir banyak bicara, sedikit sekali kerja," jelas Syaykh Al-Zaytun.

Siklus tiga tahunan ini telah berjalan empat kali. Siklus pertama 1993-1996, siklus kedua 1996-1999, dan siklus ke tiga 1999-2002 dan siklus ke empat 2002-2005. Siklus tiga tahun pertama 1993-1996, adalah seabgai titik awal dan persiapan yang ditandai adanya kesepakatan untuk mendirikan sebuah badan hukum yang dinamakan Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) pada tanggal 1 Juni 1993, ketika itu bersamaan dengan hari raya Qurban 1413 H.

Kurun waktu tiga tahun pertama ini, YPI melakukan berbagai persiapan untuk mewujudkan impiannya yang termaktub di dalam program utamanya, yakni ikut berperan serta mencerdaskan bangsa dengan menempuh jalan pendidikan dan ekonomi.

Kemudian, siklus tiga tahun kedua 1996-1999 adalah kurun waktu dimulainya proyek pembangunan fisik dan persiapan pengiriman agen-agen Al-Zaytun berupa para coordinator mulai dilaksanakan. Siklus tiga tahun ketiga 1999-2002 ditantai tahun pertama penerimaan santri dan pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan siklus tiga tahun ke empat ditandai persiapan dan pendirian Universitas Al-Zaytun Indonesia. Saat ini, siklus tiga tahun kelima 2005-2007 dimasuki dengan tekad, visi dan misi membangun budaya sihat dan bersih menuju terwujudnya science technology society dan membentuk Zone of Peace and Democracy.

Jika dirunut dari sejak proses terwujudnya kesepakatan pendirian Yayasan Pesantren Indonesia, yang merupakan induk Al-Zaytun, yakni tanggal 1 Juni 1993, maka pada tahun 2006 ini, lembaga ini sudah memasuki tahun ketigabelas. Dalam kurun waktu 13 tahun, selama enam tahun merupakan fase persiapan menuju kelahirannya secara resmi pada tanggal 27 Agustus 1999. Hal ini menandakan bahwa kelahiran Al-Zaytun sungguh diprogram secara matang.

Belum lagi bila dirunut pada tahun-tahun sebulumnya yang merupakan saat proses perenungan dan pemantapan ide-ide cemerlang tentang lembaga pendidikan terpadu ini. Bahkan periode perenungan ini mungkin saja merupakan masa paling signifikan dalam proses sejarah lahirnya lembaga ini. Sebuah mimpi dan ide besar yang bagi banya orang dianggap mustahil, bahkan "gila". Maka sangat mungkin periode perenungan inilah yang paling sulit untuk dilampaui oleh pendirinya.

Perenungan Panjang

Proses berdirinya lembaga pendidikan Al-Zaytun, diawali perenungan, mimpi dan cita-cita yang amat panjang. Bak pepatah kuno, Roma tak dibangun dalam sehari. Begitupun kampus dengan sarana dan prasarana serba modern yang akan menjadi sebuah monument abad 21 itu, adalah buah hasil dari rentang proses perenungan dan perjuangan panjang dari seorang Syaykh Abdussalam Panji Gumilang bersama sahabat-sahabatnya.

Perenungan dan perjuangan tentang betapa perlunya sebuah wadah pendidikan dalam membentuk kualitas manusia dengan menggali pengetahuan sekaligus ber-akhlakul karimah. Karena itu, sosok gemerlap dan kemegahan, hanyalah sebuah sampul. Masyarakat boleh terpesona dengan sampul indah dan kemasan menarik. Namun makna isi adalah lebih mulia untuk disimak.

Cita-cita mulia dari Syaykh AS Panji Gumilang, dengan segala kemampuan yang ada, untuk menyambung dan membangun peradaban umat di dunia agar tak terputus, merupakan bagian tujuan dari isi dalam lembaran sosok Al-Zaytun.

Mewujudkan sebuah angan, tak semudah melangkah kaki. Waktu berjalan seperti memacu pula keinginan dirinya. Dua sisi yang mengusung pemikiran untuk perwujudan sebuah cita-cita besar. Layakkah bagi dirinya untuk mengususng sebuah angan besar dan lalu merealisasikannya? Kelayakan sosok manusia menjadi abash manakala semua angan itu ibarat tunas pepohonan yang terus disiram, dipelihara dan dijaga untuk kemudian terus berpikir, merenung, bekerja dan melangkah dengan berbagai upaya.

Barangkali kita boleh belajar dari Thomas Alfa Edison yang bermimpi tentang lahirnya konsep energi yang tumbuh dari system pemanasan, sehingga harus mengerami telur ayam di masa kecilnya. Ini adalah sebuah angan-angan lain yang tak kalah mulia bagi kemaslahatan manusia dalam pembentukan mental spiritual dan intelektual untuk membangun umat beradab.

Ide yang sudah melambung dalam benaknya sejak masa muda. Sejak dia masih belajar di Pondok Pesantren Gontor di Ponorogo, angannya untuk menjadi seorang guru dan membangun sebuah lembaga pendidikan sudah melambung. Angan dan mimpi itu berkembang sampai ketika dia kuliah dan menjadi guru di lingkungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta di Ciputat (kini menjdi Universitas Islam Negeri – UIN). Dia terus menelurkan ispirasi dan membagikannya kepada sahabat, bangsa dan semua umat di dunia. Bentuk adalah pendidikan terpadu dan ini bukanlah sebuah angan yang melambung tanpa dasar.

Menata angan, pemikiran, perenungan dalam mengarah ke perwujudannya, selama di IAIN Syarif Hidayatullah, ia mulai sering berkumpul dengan kawan-kawannya, dan mulai merencanakan mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bisa mewakili kebangkitan Indonesia.

Impian dan keinginan itu semakin kuat. Sayang, dalam kurun waktu tertentu belum kunjung terwujud. Tak mudah membentuk sebuah lembaga, apalagi lembaga pendidikan yang berorientasi panjang dan mengarah pada pemikiran mengglobal. Namun tidak pernah menyerah. Dia terus bermimpi, bergerak dan berkarya.

Dalam upayanya itu, dia membuat beberapa rancangan. Rancangan dalam bentuk gambar dan lain sebagainya serta tentu saja konsep sebuah lembaga pendidikan yang diimpikannya. Berpikir, bagaimana dapat merealisasikan konsep tersebut yang kemudian diperlihatkan dan disosialisasikan pada kawan-kawannya.

Seperti yang diperkirakan, pada awalnya kawan-kawannya tidak begitu mudah percaya, bahkan menganggap idenya itu suatu hal tidak masuk akal. "Ah… kamu ini gila, bagaimana kita bisa membuat seperti ini," begitulah sambutan sebagian kawannya ketika itu. Namun dia bergeming. Dia tetap yakin dengan konsepnya. Dia pun mantap menjawab. "Oh… semuanya bisa kalau kita buat. Kalau nggak kita buat, memang nggak bisa," katanya meyakinkan.

Ternyata kesabaran dan upayanya meyakinkan kawan-kawannya itu berhasil juga. Tujuan pencerdasan bangsa secara terpadu dalam visi dan misi tolereansi dan perdamaian yang diusungnya, membuat rekan-rekannya akhirnya mau bergabung.

Kesepakatan dan dukungan sahabat, merupakan modal yang amat besar bagi dirinya. Inilah sebuah penanaman motivasi yang mendorong gerak roda angannya mulai melaju. AS Panji Gumilang tak lagi lagi merasa sendiri. Konsep "kekitaan"nya pun mulai tersentuh dengan musyawarah yang kerap dilakukan untuk memulai langkah rencana besar tersebut.

Mengawali perjalanan, sekali lagi harus melalui pemikiran dan perencanaan yang matang. Meski konsep secara tertulis atau tertuang dalam lembaran kertas master plan, belumlah merupakan sebuah kesempurnaan manakala belum melihat sebuah perbandingan lain.

Perjalananan pun dilakukan. Dia melangkah masuk ke dalam berbagai lembaga pendidikan yang ada di Indonesia dan juga di luar negeri. Melakukan studi banding dan mengamati setiap lembaga yang dikunjunginya. Ia pun banyak berjalan dan belajar. Saat dia ke Eropa, Australia, New Zealand, Timur Tengah dan berbagai negeri, bukan untuk shopping, tapi selalu melangkah mengunjungi pendidikan yang baik. Belajar membaca apa yang ada di dunia ini, melihat mana kelebihan dan kekurangannya.

Kesimpulan pemikiran sejak pertama, lokasi pendidikan haruslah dapat mengekspos segala kegiatan umat manusia, baik segi ekonomi, energi, environment dan lainnya. Karena itu, tempat berdirinya lembaga pendidikan yang diharapkan itu harus memiliki luas tanah yang cukup.

Yayasan Pesantren Indonesia

Kesendirian berpikir dan berjuang telah menjadi kebersamaan dan kekitaan. Berpikir dengan banyak kepala pastilah lebih baik dari pada hanya satu kepala. Melihat dengan banyak pasang mata pastilah lebih jeli dari pad ahnya sepasang mata. Melangkah dengan banyak kaki pastilah akan menapak lebih jau dan lebih luas dari pada dengan hanya sepasang kaki. Bekerja dengan banyak pasang tangan pasti pula lebih ringan dari pada hanya dengan sepasang tangan. Team work !

Bersamaan dengan Hari Raya Iedul Adha 10 Dzul Al-Hijjah 1413 H, pada tanggal 1 juni 1993, sebagian kecil dari umat Islam Indonesia, AS Panji Gumilang denga para sahabatnya, bersepakat untuk mendirikan sebuah badan hukum yang dinamakan Yayasan Pesantren Indonesia (YPI). Kemudian, kesepakatan ini secara resmi dituangkan dalam Akta Pendirian Yayasan Pesantren Indonesia tertanggal 25 Januari 1994 No.61 oleh notaries Ny. Li Rokayah Sulaeman, SH, dan terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Subang pada tanggal 28-01-1944, dengan pertama kali berkantor secretariat di Kabupaten Subang.

Kemudian pada tanggal 17-05-1995 didirikan cabang YPI di Kabupaten Indramayu dengan nomor akte 34 oleh notaris yang sama, dan terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Indramayu pada tanggal 22-05-1995 beralamat di Desa Mekarjaya, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.

Para pendiri yayasan ini adalah umat Islam yang bersatu keyakinan membangun suatu lembaga dan wahan untuk membangun pendidikan umat dan bagsa yang kuat. Mereka bersepakat membangn sesuatu yang hasanah dalam arti kata dan kansa yang seluas-luasnya, yang mereka tuangkan dalam program utamanya : Ikut berperan serta mencerdaskan bangsa dengan menempuh jalan pendidikan dan ekonomi. Konsep dasarnya adalah menjadikan pendidikan sebagai gula dan ekonomi sebagai semutnya.

Jadi secara legal formal YPI adalah pemilik AL-Zaytun. Namun lebih dari pada legal formal itu, dalm buku Mengenal Ma'had Al-Zaytun disebutkan bahwa Al-Zaytun adalah milik umat dan bangsa. Timbul dari umat dan untuk umat bangsa Indonesia. Artinya, Al-Zaytun ada di mana-mana dalam kalangan umat dan bangsa seluruhnya. Pendirinya adalah umat Islam yang bergabung dalam Yayasan Pesantren Indonesia. Begitu pula perihal pendanaan pembangunannya diperoleh dari umat, bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa lain secara sukarela. Jadi, sebagaimana diungkapkan Syaykh Panji Gumilang, Al-Zaytun merupakan hadiah dari umat Islam Indonesia yang diperuntukkan bagi umat seluruh dunia, khususnya bangsa Indonesia.

Kemudian untuk mencapai maksud dan tujuan (program utama) itu Yayasan melakukan berbagai usaha yang tidak bertentangan dengan hukum dan/atau yang diizinkan oleh yang berwajib / berwenang. Antara lain mendirikan pendidikan pesantren dalam arti seluas-luasnya.


Mereka berkeyakinan bahwa untuk menjalankan program pendidikan, harus ditopang oleh kekuatan ekonomi yang memadai, sehingga perjalanannya akan mapan dan terus berkembang maju, yang dapat terus berinovasi menyelaraskan diri dengan segala kemajuan yangterus bergerak dengan cepat. Maka diperlukan lahan yang cukup luas sebagai wadah perwujudan program pendidikan yang terpadu dengna kekuatan ekonomi.

Menemukan Tanah Gersang

Perenungan panjang dan pencetusan ide telah menjadi kesepahaman dan kesepakatan, menjadi visi dan misi bersama, untuk membangun pendidikan terpadu berskala global demi kebangkitan bangsa Indonesia yang mayoritas umat Islam. Kini langkah sudah menjadi gerakan dan tanggung jawab bersama. Pencarian lahan, yang dipersyaratkan ribuan hektar, makin diintensifkan. Syaykh AS Panji Gumilang dan para sahabatnya melangkah bersama ke pelbagai penjuru negeri, Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Sayang, qadla Allah belum mengizinkan.

Suatu ketika langkah tim menemukan lahan di bilangan Cikampek, Purwakarta. Luasnya belum ribuan hektar. Namun, tim survey yang langsung dipimpin Syaykh Al-Zaytun melakukan kesepakatan dengan "camat" (calo maton), istilah bagi perantara jual beli tanah, untuk melakukan pembebasan lahan. Tapi, rupanya lagi-lagi qadla Allah belum tiba waktunya. Pada detik-detik terakhir, "camat" itu menggelembungkan harganya. Kemudian memberikan lahan tersebut kepada peminat lain yang berani membayar lebih tinggi.

Namun hal itu tidak menyurutkan semangat dan langkah. Itu hanya sebuah tantangan kecil dibandingkan dengan misi mulia yang mereka usung. Apalagi mereka tidak merasa sendirian: Ada Allah yang menuntun setiap gerak langkah mereka.

Benar saja, pada suatu hari, 1994, Syaykh AS Panji Gumilang dan para sahabat melangkahkan kaki ke Haurgeulis (HG), Indramayu. Mereka bergerak kea rah Timur hingga sampai di persimpangan HG. Dituntun oleh kekuatan Ilahi, mobil jeep yang mereka kendarai memasuki pintu gerbang Desa Gantar. Nama yang mirip dengan Desa Gontor di Ponorogo, tempat berdirinya Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor. Kemiripan nama ini membuat Syaykh AS Panji Gumilang (sebagai alumni Gontor) lebih tertarik.

Mereka singgah di sebuah warung di Desa Gantar, beberapa kilometer di pinggir kota kecamatan Haurgeulis itu. Disinilah, mereka bertemu dengan warga setempat yang akhirnya menunjukkan ratusa hektar lahan gersang yang kabarnya siap dijual oleh pemiliknya.

Bermula, seseorang bertanya : "Apakah bapak-bapak mencari tanah?" "Tidak, tidak….!" Jawab Syaykh Al-Zaytun, masih trauma ulah "camat" di Cikampek. Tapi seseorang yang bertanya itu tampak tidak percaya. Ia malah melanjutkan pembicaraan: " Di ujung sana, ada tanah jelek,"

Mendengar kata tanah jelek itu, Syaykh AS Panji Gumilang menanggapi dengan lebih tertarik. "Tanah jelek bagaimana?" tanggap Syaykh. "Iya jelek, gersang, tidak tumbuh apa-apa selain ilalang!" jelas orang itu. "Berapa luas," Tanya Syaykh, makin tertarik, tetapi masih dengan mimik menyembunyikan ketertarikannya. "Bapak perlu berapa luas?" Dua ratus hektar, ada! Kalau butuh ribuan hektar juga ada di situ," celetuk seseorang lagi.

Mendengar ada ribuan hektar itu, Syaykh dan timnya sejenak saling memandang. Mereka makin tertarik. "Kalau begitu, ayo kita lihat," ajak Syaykh. Merekapun menyelusuri jalan setapak menuju lokasi tanah jelek itu. Benar saja ada "tanah jelek" dengan hamparan ilalang. Namun dalam benak, Syaykh berkata : Ini bukan tanah jelek, ini tahah emas ! Lahan yang sesuai dengan angan dan impiannya. Suara hatinya berkata : "Allah menuntun kami ke tanah impian ini,"

Setelah mengamati beberapa saat, Syaykh bertanya "Mau dijual berapa tanah jelek begini?" Kemudian proses tawar-menawar dan jual-beli tanah pun berlangsung dalam hari-hari berikutnya. Caranya, tim yang ditunjuk Syaykh AS Panji Gumilang untuk melakukan transaksi langsung bertatap muka dengan para pemilik lahan yang jumlahnya puluhan. Pembayaran dilakukan langsung kepada pemiliknya setelah menunjukkan sertifikat atau surat-surat tanah tersebut.

Pada tahap awal itu, 60 hektar lahan dibebaskan. Kemudian proses pembelian terus berlangsung secara perlahan hingga lahan yang dimiliki YPI menjadi seluas 1.200 hektar lebih. Sambil melakukan perluasan lahan melalui pembelian-pembelian itu, proses penataan lahanpun dimulai. Problem utama lakasi Al-Zaytun ini adalah kegersangan lingkungan. Merupakan lingkungan terbuka tanpa penyangga pepohonan yang berarti, dan tanpa dukungan irigasi. Maka orang desa menyebutnya tanah jelek. Menyadari akan hal tersebut, langkah pertama yang ditempuh adalah penataan lahan, ditetapkan site plan yang jelas, yang diharapkan dapat menjadi rujukan dan keteraturan (orderliness) dalam melaksanakan pembangunan berterusan yang akrab lingkungan.

Maka sejak persiapan awal, penghijauan lingkungan sudah dilakukan sebagai suatu yang mutlak. Berbagai tanaman keras yang dapat diharapkan mampu menyangga kelestarian lingkungan, sekaligus mempunyai nilai ekonomis tinggi ditanam secara tertata dan terencana. Pusat-pusat cadangan air pun dipersiapkan, baik berupa waduk, penataan selokan-selokan air maupun parit-parit yang dapat memudahkan pelaksanaan manajemen air, serta menormalisir sungai-sungai kecil musiman, yang bila musim hujan datang merupakan aliran sumber air hujang yang sangat bermanfaat. Resapan-resapan air hujan pun dibuat, tatkala air melimpah diserap ke dalam perut bumi, sehingga dapat menjadi cadangan air tanah yang kokoh.

Penghijauan dan manajemen air seperti yang dilakukan di Al-Zaytun ini memerlukan kesabaran dan kontinuitas (mudawamah) yang tiada henti-hentinya. Mereka menyadari usaha seperti ini tidak secepatnya dirasakan hasilnya, kalau tidak dengan kesabaran yang tinggi sudah barang pasti tidak dapat dirasakan hasilnya.

Sambil melkukan perluasan dan penataan lahan, proses pembangunan gedung pun dimulai pata tahun 1996. Hnaya denga tiga puluh karyawan pembangunan proses penggalian pondasi Gedung Abu Bakar dilakukan secara manual. Sementara itu, proses pembuatan IMB dilakukan. "IMB bangunan-bangunan yang dalam master plan Al-Zaytun dibuat dalam satu paket," cerita Syaykh Al-Zaytun.

Setelah proyek percontohan Abu Bakar berjalan mulus, proyek percontohan pembangunan gedung asrama menyusul dilakukan. Gedung asrama pertama empat lantai itu dibri nama Al-Mushtofa. Setelah itu menyusul kemudian pembangunan Masjid Persiapan Al-Hayat yang dibangun dalam masa seratus hari. Disusul pembangunan gdung-gedung lainnya, yang mentakjubkan banyak kalangan, sehingga pantas diukir sejarah kelak merupakan Pembangunan Monumen Milenium Ketiga.

Penamaan Al-Zaytun

Penataan lahan dan pembangunan gedung terus digiatkan. Begitu pula, tahun 1997-199, kampanye pendidikan oleh Yayasan Pesantren Indonesi (YPI) dilancarkan ke seluruh provinsi Indonesia dan negeri jiran Malaysia, melalui agen-agen (koordinator) yang ditunjuk YPI. Kampanye pendidikan YPI itu mendapat respon positip dari berbagai lapisan masyarakat. Banyak orang tua yang tertarik menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan (pesantren) yang akan didirikan YPI ini.

Padahal nama lembaga pendidikan ini belum ada, bahkan belum terpikirkan, namun visi, misi dan motonya sudah jelas : Pusat Pendidikan dan Pengembangan Budaya Toleransi dan Perdamaian. Berbagai program dan system pendidikan sudah terencana sedemikian rupa, namun nama belum terpikirkan. Selain bangunannya belum selesai, namanya pun belum ada. Yang ada adalah nama yayasan yakni Yayasan Pesantren Indonesia. Dalam akte notaris tertanggal 25 Januari 1994, tak secuilpun disebut-sebut kata Al-Zaytun, hanya disebutkan pendirian Yayasan Pesantren Indonesia.

Yang menarik, walaupun nama pesantren ini belum ada, tapi visi dan misi serta maksdu dan tujuan YPI yang menjadi visi dan misi serta tujuan pesantren ini, sudah cukup untuk meyakinkan para orang tua dan calon santri bahwa ini adalah lembaga penddiikan yang sangat baik.

Penamaan pesantren ini baru ditetapkan enam bulan menjelang dibuka tahun ajaran pertama. Para pendiri dan pengurus YPI bersepakat untuk menamakan pesantren yang sedang dibangun itu dengan nama : Al-Zaytun. Nama lengkapnya : Ma'had Al-Tarbiyah Wa Al-Dirasah Al-Islamiyah Al-Zaytun.

Mereka memilih nama Al-Zaytun itu didasari oleh satu penghayatan tentang kehendak Allah mencipta manusia sempurna yang terurai dalam at-Tin. Nama Al-Zaytun telah disebut oleh Allah tatkala menciptakan manusia sempurna yang akan mewarnai bumi ini.

Nama Al-Zaytun itu diambil dari Al-quran surat at-Tin yang berbunyi ; Wa al-tiin, wa al-zaytun waturisinin wa hadza al-balad al-amiin : demi buah tiin dan demi buah zaytun dan demi bukit Turisna dan demi negeri yang aman. Al-Zaytun merupakan pohon yang umurnya panjang, manfaatnya banyak dan tidak ada yang terbuang dari pohon itu. Juga sebagai symbol perdamaian : Tangkai Al-Zaytun yang dibawa oleh merpati putih.1)

Sempat ada yang mengusulkan nama at-Tin. Tapi ketika itu telah terdengan samar-samar di Jakarta ada sebuah mesjid yang sedang dibangun yang akan diberi nama At-Tiin. Maka pilihan ditetapkan nama Al-Zaytun, agar semakin lengkap sebuatan nama itu berada di Indonesia. Dan ternyata menjadi kenyataan, At-Tiin ada di Jakarta dan AL-Zaytun ada di Indramayu. Kedua-duanya merupakan wahana untuk memfasilitasi umat manusia memproses dirinya menjadi mansuia ahsani taqwin (mahluk terbaik). Di Jakarta berwujud masjid dan di Indramayu berwujud pusat pendidikan dan pengembangan budaya toleransi serta pengembangan budaya perdamaian.

Syaykh AS Panji Gumilang berharap dengan adanya At-Tin dan Al-Zaytun tumbuh subur di Indonesia ini, kelak Indonesia akan terus menjadi Negara yang penuh kedamaian, karena penghuninya terdiri dari bangsa yang selalu beriman dan beramal saleh dan merupakan manusia-manusia yang ahsani taqwin dalam makna sedalam-dalamnya.

Al-Zaytun ini merupakan bentuk usaha unggulan YPI, sebagai implementasi dari pada obsesi, cita-cita, azam perbaikan kualitas pendidikan umat dan bangsa Indonesia.

Al-Zaytun telah menjadi nama paten dari segala usaha yang diupayakan YPI, termasuk di dalamnya usaha dalam bentuk pendidikan, perekonomian, pertanian dan lain-lain. Hal ini telah dibakukan dalam risalah rapat YPI, dibuat oleh notaries yang sama dengan akte pendirian pada tanggal 13-08-1996 nomor 84 dan terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Subang pada tanggal 16-08-1996. Karenanya seluruh usaha pendidikan / pesantren yang telah maupun yang akan didirikan diberbagai daerah oleh YPI akan menggunakan nama Al-Zaytun (Ma'had Al-Tarbiyah Wa Al-Dirasah Al-Islamiyah Al-Zaytun). Jadi Al-Zaytun adalah dependen pada YPI.

YPI memilih bentuk dan semangat pesantren karena pesantren merupakan suatu lembaga (embrio) kehidupan masyarakat yang dapat mewujudkan kebersamaan, keterbukaan, kebebasan, tolong menolong, saling hormat menghormati, yang selalu haus akan ilmu pengetahuan dan berjiwa mandiri. Bentuk dan semangat pesantren itu dipadukan dengan system dan manajemen modern.

Dalam buku Mengenal Al-Zaytun disebutkan landasannya adalah (1) Pesantren spirit but modern system; dan (2) Mendidik dan membangun semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah. Sementara, arah dan tujuannya adalah mempersiapkan peserta didik untuk berakidah yang kokoh kuat terhadap Allah dan syari'at-Nya, menyatu di dalam tauhid, berakhlakul karimah, berilmu pengetahuan luas, berketerampilan tinggi yang tersimpul dalam basthotan fil 'ilmi wal jismi (Q.S 2:247), sehingga sanggup, siap dan mampu untuk hidup secara dinamis di lingkungan Negara bangsanya dan masyarakat antar bangsa dengan penuh kesejahteraan dan kebahagiaan duniawi mapun ukhrawi.

Adapun ciri khas Al-Zaytun ini adalah penguasaan Alquran secara mendalam, terampil berkomunikasi menggunakan bahasa-bahasa antar bangsa yang dominant, berpendekatan ilmu pengetahuan, berketerampilan teknologi dan firisk, berjiwa mandiri, penuh perhatian terhadap aspek dinamika kelompok dan bangsa, berdisiplin tinggi serta berkesenian yang memadai.

Arah, tujuan dan cirri khas tersebut dikemas dalam visi dan misi perbaikan kualitas pendidikan umat yang tersimpul dalam motto : Al-Zaytun Pusat dan Pengembangan Budaya Toleransi serta Pengembangan Budaya Perdamaian.

Awal Pendaftaran Santri

Pembangunan gedung dan penataan lahan dimulai pada tahun 1996. Saat itu suasana Indonesia relatif tenang. Kegiatan ekonomi berjalan sedemikian rupa yang memberikan harapan akan keberlanjutan pembangunan demi kesejahteraan rakyat. Pemerintah berkeyakinan bahwa fondasi ekonomi Indonesia cukup kuat didukung cadangan devisa yang cukup dan laju pertumbuhan ekonomi cukup tinggi.

Namun sekitar bulan Juli 1997 di luar dugaan tiba-tiba nilai tukar rupiah merosot tajam, diduga oleh ulah para spekulan asing yang ingin merusak ketenteraman Indonesia dan kawasan Asia Tenggara. Mula-mula mata uang bath Thailand yang diserang. Kemudian Indonesia dan Malaysia. Malaysia relatif mampu menahan ulah para spekulan asing itu. Beda dengan Indonesia yang langsung panic. Para pemilik uang langsung merebut dolar, menukar rupiah ke dolar bahkan tidak sedikit pejabat dan pengusaha melarikan uangnya ke luar negeri.

Rakyat kecil pun jadi ikut panik bahkan puluhan bank terkena rush dan collaps. IMF pun memberi nasihat yang salah, beberapa bank itu justru ditutup. Sebagian besar lainnya diberi bantuan likuiditas Bank Indonesia, yang kemudian terkenal dengan BLBI yang ternyata menambah beban berat bagi bangsa ini. Para pedagang dalam negeri juga menggunakan kesempatan berspekulasi, pasokan barang kebutuhan pokok ke pasar merosot tajam. Sampai-sampai bereas pun sulit didapat. Nilai tukar rupiah terhadao dolar makin merosot dari Rp 2.400 sampai sempat mencapai Rp 17.000 per 1 US dolar. Rakyat bertambah panic. Mahasiswa pun bangkit melakukan demontrasi di sana-sini, menuntut reformasi total.

Dalam suasana itu, entah untuk kepentingan apa, empat mahasiswa Universitas Trisakti ditemabk mati pada 12 Mei 1998. Disusul malapetaka membuat malu bangsa ini sebagai bangsa beradab, terjadi kerusuhan 13-14-15 Mei 1998. Jakarta di baker dan dijarah. Sasaran utama adalah warga non-pribumi. Ketika itu, Presiden Soeharto tengah berada di Kairo, menghadiri KTT Non Blok.

Presiden Soeharto akhrinya menyatakan diri mengundurkan diri pada tanggal 21 Juni 1998 dan menyerahkan jabatan Presiden itu kepada Wakil Presiden BJ Habibie sebagaimana diamanatkan konstitusi. Bukannya situasi langsung membaik, malah tiada hari tanpa demonstrasi.

Di tengah puncak kegalauan demonstrasi, ketidak-percayaan masyarakat yang tinggi pada awal reformasi itu, YPI justru harus menggerakkan agen (koordinator) untuk menyosialisasikan lembaga pendidikan yang akan didirikan YPI itu ke seluruh penjuru neger dank e negeri jiran Malaysia. Sebab direncanakan satu tahun ke depan pembelajaran sudah akan dimulai. Tentu harus ada santri.

Bisa dibayangkan betapa sulitnya menyosialisasikan sebuah lembaga pendidikan yang belum resmi berdiri di tengah suasana bangsa yang demikian galau. Namun para pendiri dan pengurus YPI, khususnya para coordinator yang ditunjuk di berbagai wilayah, memiliki semangat juang yang tinggi. Semangat juang yang bangkit karena keyakinan atas misi dan tujuan mulai yang mereka usung. Mereka sadar bahwa memulai sesuatu pekerjaan besar dalam suasana bagaimana pun pastilah sulit. Bak petuah orang Inggris : All the beginnings are difficult. Bahwa memang untuk memulai sesuai pasti awalnya sangat sulit.

Mereka mengalami banyak tantangan sekaligus peluang, suka dan duka saat pertama kali mereka harus memperkenalkan lembaga pendidikan terpadu ini. Terutama menghadapi situasi lima bulan menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) akhir Mei 1999. Hampir di seluruh sudut negeri mengalami euphoria reformasi yang begitu dahsyat. Sentimen rasa kedaerahan muncul di mana-mana bahkan ada sebagai anak bangsa yang ingin melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terjadi beberapa kekacauan perang antar-etnis dan golongan seperti halnya di Ambon, Irian Jaya, Kalimantan Barat, dan Aceh. Para coordinator itu harus berhadapan dengan situasi masyarakat yang saling curiga seperti itu. Salah-salah mereka bisa dianggap provokator.

Maka keberhasilan merekrut calon santri pun antara masing-masing daerah sangat berbeda-beda. Ambon misalnya, hanya berhasil merekrut satu calon santri. Begitu juga Daerah Istimewa (DI) Aceh. Tim Bengkulu patut diberikan penghargaan karena mereka merupakan coordinator cabang yang berhasil merekrut santri paling banyak setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Tahun kedua jumlah santri dari Bengkulu paling banyak setelah DKI.

Padahal, suatu hal yang uni, para koordinator itu tidak sedikitpun dibekali oleh YPI dengan brosur, foro, ataupun surat tugas. Mereka hanya dibekali kesepahaman visi dan misi yang membangkitkan rasa percaya diri yang kuat bahwa mereka bertugas mengemban amanah dan harus menyampaikan informasi mengenai keberadaan Al-Zaytun kepada masyarakat.

"Kami anggap semua itu amanah, kalau informasi idak sampai berarti kami zalim," ujar Agus Salam, Koordinator Bengkulu. Oleh karena itu, menurutnya, langkah wal yang dilakukan para pembawa amanah itu adalah membenahi diri supaya dapat diterima di masyarakat. "Kalau Rasul itu, al-Amin dulu," ujar Agus Salam menjelaskan pengalamannya kepada Majalah Al-Zaytun. 2)

Dengan kejuangan para koordinator menjalankan amanah itu, jumlah yang diterima sesesuai dengan persyaratan penerimaan santri dan daya tampung berjumlah 1.460 orang (624 santri nisa dan 836 santri rijal). Para santri itu berasal dari seluruh provinsi Indonesia dan juga dari negeri jiran Malaysia. Sementara tenaga-tenaga pendidik dan mustami' berjumlah 150 orang (35 nisa dan 115 rijal). Menurut catatan personalia Tanmiyah Al-Zaytun, jumlah karyawan pada saat itu baru mencapai sekitar 1.500 orang.

Awal Pembelajaran

Hasil karja para koordinator selama hampir satu tahun, telah melahirkan keyakinan kuat bagi YPI untuk segera memulai pembelajaran pertama. Begitu pula hasil evaluasi terhadp berbagai persiapan yang terus dilaksanakan, sekalipun belum mencapai kesempurnaan, akhirnya diteteapkan untuk memulai membuka tahun ajaran pertama pada tahun 1999.

Namun sebelum pembelajaran pertama itu dimulai, terlebih dahulu dilakukan ekspos dan presentasi tentang rencana pendirian lembaga pendidikan ini kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu. Beberapa kali ekspos dan presentasi itu dilakukan di pendopo kabupaten samapi diperoleh kesepahaman Pemda.

Dalam ekspos itu antara lain dijelaskan bahwa Al-Zaytun mengikuti kalender Tahun Pengajaran Pendidikan Nasional. Permulaan tahun ajaran adalah bulan Juli dan tidak mengikuti kebiasaan pesantren yang mengawali tahun pembelajarannya pada bulan Syawal. Pertimbangannya adalah, calon pelajar yang akan memasuki lembaga pendidikan Al-Zaytun ini adalah para lulusan SD yang menggunakan kalender pembelajaran pendidikan nasional, sehingga tidak menyulitkan semua pihak.

Karenanya pada tanggal 1 Juli ditetapkan sebagai awal tahun pembelajaran Al-Zaytun. Pembelajaran pertama dimulai pada 1 Juli 1999 M. Awal tahun pembukaan pembelajaran dibuka oleh Menteri Pertanian Prof. Solahuddin. Santri tahun pertama berjumlah 1.460 orang (624 santri nisa dan 836 santri rijal), yang berasal dari seluruh provinsi Indonesia dan juga dari negeri jiran Malaysia. Tenaga pendidik dan mustami' berjumlah 150 orang (35 nisa dan 115 rijal).

Ada suasana haru, bahagia, bangga dan puas bagi segenap eksponen Al-Zaytun ketika awal pembelajaran itu dimulai. Siklus tiga tahun persiapan yang telah dilalui dengan selamat, sejak proses pembangunan diawali, telah menghantarkan kepada dibukanya sebuah lembaga pendidikan kepesantrenan bergaya Indonesia sepenuhnya.

Bagi mereka, tahun 1996 sampai 1999, itu merupakan tahun-tahun yang sarat dengan impian-impian yang mereka ciptakan sendiri dan juga sesekali bertanya, apakah mereka mampu mewujudkan impian itu? Namun semangat, kesabaran, kebersamaan dan ketawakalan kepada Allah, selalu menguatkan tekad mereka untuk dapat mewujudkan segala impian, yang pada dasarnya segala impian itu merupakan hal yang wajar dan terpuji di sisi Allah dan umat manusia.

"Alhamdullillah tiga tahun persiapa itu, dengan izin Allah dan restu umat manusia khususnya bangsa Indonesia, Al-Zaytun yang dilahirkan di bumi Indonesia, tepatnya di dusun Sandrem, Desa Mekar Jaya, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat, telah memulai pembelajaran dengan selamat," ujar Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang bersyukur.

Diresmikan Presiden RI

Bangsa Indonesia menyambut gembira kelahiran Al-Zaytun. Terbukti dari antusias masyarakat dari seluruh provinsi mempercayakan anak-anaknya dididik di pesantren Al-Zaytun ini. Kegembiraan bangsa Indonesia ini dimanifestasikan pula oleh Presiden Republik Indonesia Prof Dr BJ Habibie, dengan kehadirannya meresmikannya.


Hari itu, tepatnya Jum'at, 27 Agustus 1999, bertepatan dengan 16 Jumada al-Ula 1420 H, kedatangan Presiden BJ Habibie untuk meresmikan Al-Zaytun cukup membuat suasana meriah bagi warga Haurgeulis dan sekitarnya. Maklum, bagi mereka saat itu kali pertama lingkungan Haurgeulis (HG) dan sekitarnya kedatangan Kepala Negara, orang pertama di negeri ini. Tak hanya warga dari HG, warga Sukra, Anjatan dan Kroya – tiga kecamatan tetangga HG yang mengetahui peristiwa itu pun ikutan berbondong-bondong ingin turut menyaksikan.

Habibie dan rombongan, di antaranya Prof Malik Fajar (waktu itu Menteri Agama RI), datang dengan naik Kereta Api Agro Bromo dari Stasiun Gambir ke Stasiun HG, Sungguh sebuah peristiwa yang tak bisa dilupakan. Dari Stasiun HG, perjalanan menuju kompleks Al-Zaytun dengan naik mobil. Warga setempat menyambutnya di sepanjang jalan.

Jalan menuju Al-Zaytun telah dibenahi sebelumnya sebagai bagian persiapan kedatangan presiden itu. Persiapan itu tak hanya dilakukan oleh civitas Al-Zaytun tetapi juga oleh Dinas Bina Marga setempat. Poros jalan HG-Al-Zaytun dipoles menjadi mulus, walaupun kemudian kemulusannya hanya bertahan beberapa bulan saja. Apalagi saat ini jalan menuju Al-Zaytun sangat buruk.

Ketika konvoi Presiden BJ Habibie mulai memasuki komplek Al-Zaytun yang wakti itu belum sehijau sekarang, para karyawan pembangunan berbaju kuning telah siap berbaris membentuk pagar betis epanjang rute yang dilalui konvoi itu. Bahkan ketika ahli hitung ergonomi pesawat terbang itu bersafari meninjau fasilitas-fasilitas yang ada di Al-Zaytun, "pasukan kuning" tetap siap berbaris menyambutnya. Presiden BJ Habibie juga didampingi Gubernur Jawa Barat HR Nuriana.

Setelah Syaykh AL-Zaytun AS Panji Gumilang menyampaikan pidato sambutan, Presiden BJ Habibie dengan gaya dan senyum khasnya meresmikan pembukaan Al-Zaytun. Dengan ucapan Basmalah, Presiden BJ Habibie mengabadikan peresmian Al-Zaytun dengan membubuhkan tanda-tangan dalam sebuah Prasasti Resmi pada tanggal 27 Agustus 1999. Tanggal dan bulan itulah yang kemudian ditetapkan menjadi tanggal lahir Al-Zaytun.

Prasasti peresmian Al-Zaytun itu kini terabadikan dan terpajang di tepi kolam arah kiblat Masjid Al-Hayat. Ketika itu, BJ Habibie juga menanam sebatang pohon jati emas di sekitar bangunan masjid itu seusai shalat Jum'at.

Kedatangan kepala Negara itu, juga membangkitkan kebanggaan tersendiri bagi para santri yang baru satu bulan tiga minggu mengikuti pembelajaran. Apalagi seusai melakukan upacara peresmian Presiden BJ Habibie menyempatkan diri beridalog dengan para santri angkatan pertama itu pada saat jeda makan siang.

Peristiwa itu, bagi para santri dan segenap eksponen Al-Zaytun, termasuk para coordinator YPI, tentu menghadirkan atmosfer euforia yang tak terlupakan hingga kini. Apalagi mengingat perjuangan panjang yang herus berlangsung dibalik pendirian Al-Zaytun. Tak sedikit cibiran warga setempat yang harus diterima para coordinator YPI ketika mereka menjual mimpi Al-Zaytun di kota-kota yang mereka datangi.

Bahkan hingga detik-detik terakhir ketika mereka telah dipercaya memboyong calon santri dari seluruh provinsi ke Al-Zaytun. Jalanan menuju Al-Zaytun yang gelap membuat para calon wali santri dan calon santri itu masih curiga. "Kita mau dibawa ke mana ini, mana ada pesantren modern di tengah-tengah hutan," begitu kata mereka.

Barulah ketika cahaya lampu-lampu pada gedung Abu Bakar dan Al-Mushtafa terlihat dari kejauhan kekhawatiran itu sirna. Walaupun waktu itu baru beberapa bangunan saja yang telah rampung dan siap difungsikan seperti Gedung Abu Bakar, Asrama Al-Musthafa, Masjid Al-Hayat, ruang-ruang kantin, dan kompleks peternakan di sektor selatan (itu pun belum sebesar dan selengkap sekarang).

Sejak 27 Agustus 1999 itu, Al-Zaytun terus berkembang sejalan dengan perputaran waktu. Satu persatu bangunan-bangunan berdiri, lapangan-lapangan sukan atau olahraga dihamparkan, dan step by step program-program dijalankan.

Kemudian Al-Zaytun muncul dalam berbagai pemberitaan media. Para tamu pun terpanggil menjejakkan kaki mereka di Al-Zaytun mulai dari warga biasa hingga tokoh politik nasional dan para pejabat diplomatic serta praktisi pendidikan mancanegara.
Dirgahayu Al-Zaytun !

Footnotes :

1) Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang, Kami Ingin Indonesia Kuat, Wawancara The Asian Wall Stree Journal, 15 April 2002.

2) Kegigihan Sang Al-Amin. Majalah Al-Zaytun Edisi 12 halaman 60.

3) Bayi Al-Zaytun Lahir dengan Cita-cita yang Jelas. Majalah Al-Zaytun Edisi 26 Tahun 2002, halaman 22.

(Sumber Majalah Berita Indonesia – 20/ 2006)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home