Sunday, October 22, 2006

Belajar Hidup Bersama Dalam Damai

Mutiara Pemikiran Syaykh Al-Zaytun (6)
Oleh : Ch. Robin Manulang*)

Dalam dunia kontermporer (kini) sudah sangat sering terjadi dunia kekerasan yang luar biasa. Karena itu, perlu dirancang suatu bentuk pendidikan untuk belajar hidup bersama dalam damai dan harmoni. Suatu bentuk pendidikan penegmbangan belajar hidup bersma dengan orang lain, dengan semangat menghormati niali-nilai pluralisme dan kebutuhan untuk saling pengertian, toleransi dan perdamaian. Proses belajar bersama yang akan memungkinkan terhindarnya pertikaian dan/atau memungkinkan penyelesaian pertikaian secara damai.

Belajar hidup bersama yang memerlukan suatu proses yang dinamis, holistik, sepanjang hayat melibatkan penduduk warga bangsa dari semua segmen masyarakat. Bentuk pendidikan hidup bersama dalam damai dan harmoni inilah yang diejawantahkan di Al-Zaytun sebagai pusat pendidikan dan pengembangan Budaya Toleransi dan Perdamaian.

Salah satu visi Syaykh Al-Zaytun Abdussalam Panji Gumilang dalam rangka kehidupan bersama untuk masa depan sebagai warga bangsa dan umat manusia adalah hendaklah sikap dan tindakan kita mencerminkan penghapusan semua bentuk diskriminasi, serta menegakkan perlindungan hak asasi manusia dan demokrasi. Juga mencerminkan sikap dan tindakan pembangunan yang adil berimbang, manusiawi dan berkelanjutan, perlindungan lingkungan serta perpaduan nilai-nilai kemanusiaan kontemporer dan tradisional.

Menurut Syaykh Panji Gumilang, tatkala kita berpegang pada visi tersebut, kita rasakan bahwa modernisasi dan urbanisasi yang sangat pesat dewasa ini merupakan problem-problem yang kita hadapi, karena keberhasilan ekonomi dan teknologi jauh lebih cepat dari pada pembangunan sosial dan budaya.

Tokoh pemangku pendidikan ini melihat, pendidikan yang sesungguhnya memaninkan peranan yang fundamental untuk pembangunan pribadi dan sosial, telah dimanfaatkan hanya untuk menciptakan angkatan kerja terampil yang berakibat mengorbankan dan mengabaikan atas pembangunan seluruh pribadi. “Tujuan-tujuan jangka panjang dari nilai-nilai manusia dan prinsip-prinsip moral cenderung menjadi kurang penting pada waktu mereka harus bersaing dengan pertimbangan-pertimbangan ekonomis yang bersifat lebih segera,” keluh pelopor pendidikan terpadu itu.

Tokoh toleransi dan perdamaian ini menegaskan, kita sebagai warga bangsa yang masih dalam proses demokratisasi harus memiliki tekad yang sungguh-sungguh dalam menyebar-luaskan prinsip-prinsip nilai-nilai universal, seperti hak-hak asasi manusia untuk semua dan dalam promosi budaya toleransi dan perdamaian. Untuk tujuan ini, tegasnya, Al-Zaytun sebagai pusat pendidikan, selalu menjadikan perhatian dan perioritas yang lebih besar pada pendidikan untuk perdamaian, hak asasi manusia dan demokrasi.

Pendiri dan pemimpin Al-Zaytun itu yakin, bahwa perubahan-perubahan dan tantangan-tantangan masa depan memerlukan pengertian yang lebih baik dari banyak orang bahkan dari seluruh dunia, dan bahwa hal itu juga menuntut damai dan harmonis. “Kita harus menekankan pada dimensi-dimensi kemanusia, budaya, dan internasional dalam melengkapi setiap pribadi untuk menjawab setiap kebutuhan-kebutuhan abad XXI ini”, kata alumni Pondok Pesantren Gontor itu.

Pondasi Pendidikan

Pendiri Yayasan Pesantren Indonesia itu menegaskan, kita harus memberikan aksentuasi bahwa setiap orang haruslah diperlengkapi untuk merebut kesempatan-kesempatan belajar sepanjang hayat, baik untuk memperluas pengetahuan, keterampilan dan sikap maupun untuk menyesuaikan diri pada dunia yang sedang dan terus berubah, rumit dan independen.

Menurut putera bangsa kelahiran Gresik, 30 Juli 1946 itu, sendi pendidikan yang mesti ditegakkan adalah : Belajar mengetahui, yakni memperoleh instrumen-instrumen pengertian; Belajar berbuat, sehingga seseorang mampu bertindak secara kreatif di lingkungannya; Belajar hidup bersama, hingga dapat berperan serta dan bekerja sama dengan orang-orang lain dalam semua kehidupan manusia; Belajar menjadi seseorang, sehingga mampu mengembangkan kepribadian yang lebih baik dan bertindak dengan mandiri dengan keputusan dan tanggung jawab pribadi yang lebih besar.

Syaykh Al-Zaytun mengingatkan, pendidikan tidak boleh mengabaikan aspek manapun dari potensi seseorang : ingatan, penalaran, rasa estetik, kemampuan fisik dan keterampilan komunikasi.

Dari empat sendi pendidikan tersebut, Syaykh Panji Gumilang meletakkan tekanan yang lebih besar pada sendi belajar hidup bersama yang dia anggap sebagai pondasi pendidikan. Pencapaiannya, dengan mengembangkan suatu pengertian tentang orang-orang lain dan sejarah tradisi dan nilai-nilai trandisional mereka. “Berdasarkan hal ini, kita dapat menciptakan semangat baru yang dibimbing oleh pengakuan tentang iterdependensi kita yang progresif dan analitis bersama tentang risiko-risiko dan tantangan-tantangan masa depan,” jelasnya.

Menurut suami dari Ibu Khotimah Rahayu, itu belajar hidup bersama adalah satu dari isu-isu pendidikan sekarang ini, karena dunai kontemporer (kini) sudah sangat sering menjadi dunia kekerasan. Memang, ujarnya pertikaian terlah terjadi sepanjang sejarah umat manusia, namun faktor-faktor baru telah menambah risiko, khususnya kemampuan yang luar biasa untuk penghancuran kemanusiaan itu sendiri yang diciptakan selama abad yang lalu dan terus dilanjutkan di abad ini. “Oleh karena itu, kita percaya akan perlunya dirancang suatu bentuk pendidikan yang akan memungkinkan terhindarnya pertikaian-pertikaian atau penyelesaiannya secara damai melalui pengembangan belajar hidup bersama dengan orang-orang lain, dengna mengembangkan suatu semangat menghormati nilai-nilai pluralisme dan kebutuhan untuk saling pengertian, toleransi, dan perdamaian,” tegasnya.

Belajar Hidup Bersama

Di tengah perubahan global yang cepat, Indonesia dengan ciri-cirinya yang unik dalam pengertian kebudayaan, penduduk dan kondisi sosio-ekonomik, menurut Syaykh Panji Gumilang tengah menghadapi tantangn yang meningkat yang menuntut perhatian segera dan mendasar. Tantangan-tantangan ini terkait dengan isu-isu perdamaian, hak asasi manusia, demokrasi, dan pembangunan berkelanjutan. Untuk dapat menyelesaikan isu-isu ini, kata Syaykh Al-Zaytun, kita sebagai penduduk Indonesia dan penduduk dunia hendaklah dapat menerima perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bangsa ini dan segera mulai berusaha atas dasar persamaan-persamaan untuk kelangsungan hidup kemanusiaan, berbangsa dan bernegara.

Kekuatan-kekuatan yang sudah dibangun oleh negara kita selama bertahun-tahun hendaklah dapat menjadi kekayaan fundamental untuk berbagi (share out), peduli (care about), membantu dan bekerja bersama ke arah pemeliharaan perdamaian, perlindungan hak-hak asasi manusia, mengembangkan demokrasi dan mempercepat pembangunan di dalam mengerjar tujuan-tujuan bersama kemanusiaan, berbangsa dan bernegara.

Sebagai bangsa Indonesia, Syaykh menegaskan, kita harus selalu belajar hidup bersama berdasarkan saling menghormati dan memahami, saling membantu, berbagi dan peduli untuk kemanfaatan dan keuntungan semua. Belajar hidup bersama memerlukan suatu proses yang dinamis, holistik, sepanjang hayat melibatkan penduduk warga bangsa bagi semua segmen masyarakat.

Jika semua kualitas yang melekat pada pengertian belajar hidup bersama itu sudah diperhatikan dan dipertimbangkan, kata Syaykh, maka pendidikan untuk meraih perdamaian, hak-hak asasi manusia, demokrasi, dan pembangunan berkelanjutan sudah pasti merupakan suatu proses holistik yang saling terkait.

Menurut Syaykh, pembangunan berkelanjutan yang meliputi semua aspek kehidupan manusia tidak dapat dicapai tanpa perdamaian. Perdamaian tidak mungkin dicapai tanpa demokrasi. Akan sulit meraih demokrasi dimana pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia masih terjadi.

Tujuan Pendidikan

Dia menegaskan bahwa pendidikan untuk perdamaian, hak-hak asasi manusia, demokrasi, dan pembangunan berkelanjutan berarti pembangunan suatu kesadaran atas nilai-nilai universal. Namun, katanya, nilai-nilai ini hendaklah dipahami dalam konteks berbagai kebudayaan yang kita miliki.

Untuk tujuan ini, tegasnya, pendidikan harus mempersiapkan setiap orang dengan keterampilan-keterampilan yang memampukan yang bersifat hakiki untuk pengelolaan kehidupan dalam dunai yang terus berubah secara cepat.

Dengan konsisten atau taat asas atas hal itu, Syaykh Al-Zaytun menyebut beberapa tujuan pendidikan untuk perdamaian, hak asasi manusia, demokrasi dan pembangunan berkelanjutan. Yakni : mengembangkan cinta untuk kemanusiaan dan lingkungan : menciptakan kesadaran tentang pentingnya hidup dalam harmoni seorang dengan yang lain dan dengan lingkungan; mengembangkan dalam diri orang-perorang, keterampilan komunikasi antar pribadi dalam rangka promosi pengertian, kesadaran menerima dan toleransi; memampukan orang-perorang untuk untuk memberi dan menerima; dan menciptakan kesadaran tentang keunikan orang-perorang dalam konteks sosio-budaya mereka.

Juga mengembangkan kualitas hubungan-hubungan manusia melalui kesadaran atas martabat dan persamaan, saling mempercayai, dan penghargaan atas keyakinan dan kebudayaan orang-orang lain; promosi peran serta aktif dalam semua aspek kehidupan sosial, dan untuk menjamin kebebasan ekspresi (ungkapan), keyakinan, dan beribadat; dan mengembangkan pembuatan keputusan demokrasi yang efektif yang akan mengarah pada keadilan dan perdamaian.

Selain itu, juga menciptakan kesadaran tentang kebutuhan akan kebebasan dan kemandirian orang-perorang dengan penuh tanggung jawab; mengembangkan keterampilan penalaran, memampukan warga belajar untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan dan informasi; dan menciptakan kesadaran akan lingkungan yang akan mengembangkan pembangunan berkelanjutan dan kontinuitas ras manusia.

Syaykh Al-Zaytun menegaskan, belajar hidup bersama dalam perdamaian, hak-hak asasi manusia, mempraktekan demorasi dan mencapai pembangunan berkelanjutan, memerlukan pendekatan yang masuk akal dan terpadu untuk menjamin keterlibatan warga belajar yang mempunyai dampak pada setiap aspek warga belajar sebagai perorangan.

Nilai-nilai Inti

Syaykh menyebut empat nilai init yakni, perdamaian, hak-hak asasi manusia, demokrasi, dan pembangunan berkelanjutan, merupakan fungsi sentral pada tema “ Belajar untuk hidup bersama dalam damai dan harmoni”.

Perdamaian : adalah kebenaran yang tidak dapat disangkal, bahwa seseorang tidak dapat memberikan sesuatu yang ia tidak punyai. Sebaliknya, seseorang tidak dapat berdamai dengan orang-orang lain dan dunia jika ia tidak berdamai dengan dirinya sendiri. “Perdamaian mulai dengan kita masing-masing. Melalui pemikiran yang tenang dan sungguh-sungguh tentang maknanya, maka cara-cara baru dan kreatif dapat ditemukan untuk mengembangkan pengertian, persahabatan, dan kerjasama antar semua manusia,” kata Syaykh mengutip ungkapan Sekjen PBB, 9-1986.

Dalam dunia sekarang ini, perdamaian merupakan barang yang jarang. Ini terbukti dari kecemasan orang-perorang dan melalui kurangnya pengertian yang layak antar manusia berbagai negara dan komunitas maupun masyarakat.

“Suatu kebudayaan perdamian diperlukan untuk kehidupan bersama yang bermakna. Di dalam dunia dimana kemajemukan besar dalam tata cara pribadi, sosial dan budaya tentang keberadaan dan kehidupan, maka pemilikan nilai-nilai manusia yang penting dapat mengatasi perbedaan-perbedaan ini dan menjamin perdamaian dan solidaritas,” jelas Syaykh.

Menurut Syaykh, proses pembangunan budaya perdamaian maupun perdamaian itu sendiri dimulai dari dalam hati setiap orang. Jika hal ini dapat dibagikan dengan kelompok-kelompok dan kebudayaan lain maka hal itu dapat menimbulkan perdamaian.

Dia menyebut ambang pintu perdamaian adalah toleransi. Belajar untuk hidup bersama dalam damai dan harmoni itu meliputi toleransi. Toleransi : adalah penghormatan, kesediaan menerima, dan penghargaan atas keaneka-ragaman kebudayaan dunia kita, bentuk-bentuk ungkapan kita dan tata cara menjadi manusia. Menurutnya, hal itu dikembangkan oleh pengetahuan, keterbukaan, komunikasi, kebebasan pemikiran, kata hati dan keyakinan.

Toleransi adalah harmoni dalam perbadaan,” kata Syaykh Al-Zaytun. Hal itu, katanya, bukan hanya tugas moral, tapi juga persyaratan politik dan hukum. “Toleransi, kebajikan yang memungkinkan perdamaian, memberi kontribusi pada penggantian kebudayaan perang oleh kebudayaan damai,” jelas Syaykh mengutip Deklarasi tentang prinsip-prinsip toleransi, Konferensi Umum UNESCO, November 1995.

Toleransi adalah kunci koneksistensi damai. Penduduk yang damai adalah penduduk yang toleran. Mereka mengakui dalam lubuk hati yang dalam tentang keunikan dan keragaman yang dimiliki oleh setiap orang, dan perbedaan-perbedaan dapat melengkapi dan bukan membagi-bagi.

“Pertikaian dan salah pengertian dapat saja terjadi, namun manusia toleran mampu mengubah kondisi-kondisi ini menjadi positif dengan mengembangkan kemampuan untuk menghentikan perasaan yang panas,” kata Syaykh.

Dia menegaskan bahwa toleransi bukanlah pemberian, bukan sikap acuh tak acuh. Toleransi adalah pengetahuan tentang orang lain. Hal itu adalah saling menghormati melalui saling memahami. Menurutnya, manusia tidaklah keras karena alamnya. “ Ketidak-toleran tidaklah ada dalam gen-gen kita. Rasa takut dan kebodohan adalah akar penyebab ketidak-toleranan dan polanya dapat tertanam pada jiwa manusia mulai usia dini,” jelasnya.

Hak-hak Asasi Manusia : Semua hak asasi manusia adalah universal, tidak terbagi, interdependen, dan saling terkait. Menurut Syaykh, pendidikan adalah alat yang paling efektif untuk pengembangan nilai-nilai yang berhubungan. Pendidikan hak-hak asasi manusia haruslah mengembangkan kemampuan untuk menilai kebebasan pemikiran, katahati, dan keyakinan; kemampuan untuk menilai kesamaan, keadilan dan ras cinta; dan suatu kemampuan untuk mengasuh dan melindungi hak-hak anak, kaum wanita, kaum pekerja, minoritas etnik, kelompok-kelompok yang tak beruntung dan lain-lain.

Kata Syaykh, pendidikan hak-hak asasi manusia ditujukan pada pengembangan di dalam diri setiap orang suatu kesadaran atas nilai-nilai universal dan jenis-jenis tingkah laku dimana suatu kebudayaan tentang hidup bersama dalam damai dapat dijelaskan.

Demokrasi : Menurut Syaykh, dunia sekarang telah menyaksikan penyebaran demokrasi sebagai bentuk pemerintah yang logis. Kecenderungan ini sudah menjadi lebih nyata di tahun-tahun sekarang ini. Demokrasi menambah pembangunan berbagai aspek potensi manusiawi melalui persamaan akses pada pendidikan dan peran serta aktif dalam semua aspek kehidupan sosial, ekonomi dan politik sudah tidak diragukan lagi. “Itulah pondasi perdamaian abadi,” tegasnya.

Perdamaian, hak-hak asasi manusia, demokrasi, dan pembangunan berkelanjutan pada kenyataannya sangat terkait satu dengan yang lain. Tanpa yang satu dengan yang lain tak mungkin ada. Demokrasi tak mungkin tanpa perdamaian, dan perdamaian yang sebenarnya tidak mungkin tanpa demokrasi.

Namun, kata Ketua Ikatan Alumni Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Ciputat, itu demokrasi bukanlah sesuatu yang dapat diproduk besar-besaran dan diekspor. Hal itu harus terus-mmenerus dicari dan diasuh. Menurutnya, tidak ada rumus konstitusional yang secara sempurna dirancang untuk menghasilkan demokrasi yang sudah dibuat siap. Apa yang dapat dilakukan adalah menetapkan kondisi-kondisi dimana demokrasi dapat berkembang jika bibit-bibitnya sudah ada dalam benak penduduk dan warga bangsa.

Dia menegaskan bahwa para warga negara yang menjelaskan secara rasional yang menghormati martabat manusia dan yang berbagi suatu komitmen pada persamaan dan berusaha ke arah tujuan bersama adalah perlu jika demokrasi akan dipertahankan. Menurut mantan guru di Madrasah Darussalam Ciputat, itu di sinilah pndidikan memainkan peranan yang penting. Sebaliknya demokrasi memperkuat kesamaan akses pada pendidikan; peran serta aktif warga negara dalam semua aspek kehidupan sosial, ekonomi dan politik; dan menjamin kebebasan pemikiran dan ungkapan.

Dia mengemukakan bahwa maksud pendidikan untuk demokrasi pada hakekatnya adalah untuk mengembangkan eksistensi manusia dengan jalan mengilhaminya dengan pengertian martabat dan persamaan, saling mempercayainya, toleransi, penghargaan pada kepercayaan dan kebudayaan orang lain, penghormatan pada individualitas, promosi peran serta aktif dalam semua aspek kehidupan sosial, kebebasan ekspresi, dan kepercayaan beribadat. Jika hal-hal ini dapat diwujudkan, amak mungkinlah untuk mengembangkan pengambilan keputusan yang efektif, demokrasi pada semua tingkatan yang akan mengarah pada kewajaran, keadilan dan perdamaian.

Pembangunan Berkelanjutan : Perubahan-perubahan pesat dalam kehidupan ekonomi, politik, sosial dan budaya penduduk adalah ciri-ciri kunci kawasan di belahan dunai sekarang pada titik sejarahnya. Pertumbuhan dan perkembangan, sampai batas yang luas termasuk meningkatkan kepedulian tentang lingkungan dan kebudayaan.

“Jika kita akan memberikan makna pada pengertian hidup bersama dalam damai dan harmoni di negara kita, maka pertumbuhan ini mesti direncanakan dan dikelola dengan berhati-hati dalam konteks pembangunan berkelanjutan,” Syaykh mengingatkan.

Pengertian pembangunan berkelanjutan meliputi pertimbangan-pertimbangan lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya-politik yang perlu dialamatkan dengan cara yang holistik dan terpadu. Pembangunan berkelanjutan dibataskan sebagai mencapai pemenuhan yang abadi atas kebutuhan-kebutuhan manusia dan perbaikan kualitas hidup manusia.

Hal tersebut, katanya, mestilah menjangkau tingkat yang bijaksana, pembagian kesejahteraan ekonomi yang adil dan dapat dipelihara sehingga generasi-generasi masa depan dapat memenuhi kebutuhan mereka sama baiknya dengan generasi terdahulu. Dengan kata lain : Pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi persyaratan-persyaratan mas kini tanpa merusak kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Nilai-nilai inti yang merupakan fungsi sentral pada tema : Belajar untuk Hidup Bersama dalam Damai dan Harmoni, itu, yang pencapaiannya mutlak dilakukan melalui pendidikan yang seksama.

Dia menegaskan, tanpa disosialisasikan dalam pendidikan, cita-cita indah ini mustahil dapat terlaksana,. Berbagai strategi pencapaian melalui pendidikan harus dicanangkan dengan seksama. Visi dan prinsip inilah yang meneguhkannya selalu konsisten menyosialiasikannya melalui komunitas pendidikan. “Pendidikan, dan jalan pendidikan yang kita tempuh untuk menyosialisasikan ide adalah madzab kita,” ujar Syaykh Al-Zaytun.

Dia mengajak semua komponen bangsa untuk menjadikannya sikap yang mendarah daging, sampai semuanya itu tercapai. “Kita mesti yakin semuanya akan tercapai. Jangka pendek, menengah, dan jangka panjang mesti kita tempuh. Hidup bersama dalam damai dan harmoni harus dijadikan cita-cita abadi, terus dipikirkan dan diusahakan dalam pelaksanaan. Jika Anda berpikir satu tahun ke depan, taburkanlah bibit. Jika Anda berpikir sepuluh tahun ke depan, tanamlah pohon. Dan jika Anda berpikir ratusan tahun ke depan, didiklah umat manusia. Begitulah kata orang bijak bestari,” kata Syaykh.
(Sumber Majalah Berita Indonesia – 23/2006)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home