Belajar Manajemen Air dari Al-Zaytun
Indonesia dari tahun ke tahun mengalami siklus krisis air. Baik krisis air akibat kekeringan maupun krisis (bencana) air akibat kebanjiran. Pengalaman terdekat, sejak pertengahan hingga akhir tahun 2006 bahkan sampai Januari 2007, berbagai wilayah Indonesia mengalami kekeringan [musim kemarau]. Akibatnya banyak petani yang tidak bisa bercocok tanam [berakibat terjadinya krisis pangan]. Kernudian sejak akhir Januari sampai April 2007, hujan turun dan terjadi bencana banjir di mana-mana. Anehnya, bangsa ini seperti tidak mau belajar dari pengalaman, dan secara berulang selalu terperosok ke lubang (krisis air yang sama.
Belajar dari siklus krisis air itu, sangat berguna bila para pemimpin negeri ini berkenan menyempatkan waktu untuk memperhatikan manajemen pengelolaan air di Al-Zaytun. Sebuah pondok pesantren modern, yang lebih layak disebut kampus, seluas 1.200 hektar yang berada di Desa Sandrem, Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Indonesia.
Al-Zaytun, tentu juga mengalami siklus musim kemarau dan musim hujan yang sama dengan kawasan sekitarnya. Kawasan kampus ini sebelumnya gersang, kekeringan pada musim kemarau. Maka sejak awal, Syaykh AS Panji Gumilang sebagai grand design pembangunan kampus terpadu (pendidikan dan ekonomi) ini, telah memadukan manajemen pembangunan infrastruktur pendidikan dengan manajemen pengelolaan dan pemanfaatan air secara efektif.
Belajar dari siklus krisis air itu, sangat berguna bila para pemimpin negeri ini berkenan menyempatkan waktu untuk memperhatikan manajemen pengelolaan air di Al-Zaytun. Sebuah pondok pesantren modern, yang lebih layak disebut kampus, seluas 1.200 hektar yang berada di Desa Sandrem, Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Indonesia.
Al-Zaytun, tentu juga mengalami siklus musim kemarau dan musim hujan yang sama dengan kawasan sekitarnya. Kawasan kampus ini sebelumnya gersang, kekeringan pada musim kemarau. Maka sejak awal, Syaykh AS Panji Gumilang sebagai grand design pembangunan kampus terpadu (pendidikan dan ekonomi) ini, telah memadukan manajemen pembangunan infrastruktur pendidikan dengan manajemen pengelolaan dan pemanfaatan air secara efektif.
"Air adalah unsur penting untuk kehidupan," tegas Syaykh Al-Zaytun Dr Abdussalam Panji Gumilang. Tanpa air dalam beberapa hari saja, kita tidak akan mampu bertahan hidup. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, air bisa menimbulkan malapetaka (bencana) bagi kelangsungan hidup manusia, menjadi air bah yang menghancurkan senior yang dilintasinya. Maka sebagai manusia yang diberi hak clan kewajiban hidup di bumf, haruslah mampu memanfaatkan dan mengelola air dengan bijak dan cerdas.
Di pondok pesantren modern komprehensif (kampus) ini, kita bisa menyaksikan bagaimana air benar-benar dikelola sebagai unsur utama bagi kehidupan: dipanen, disimpan dalam `lumbung air' dan dimanfaatkan secara berulang. Di kompleks AI-Zaytun ini kita disadarkan agar memperlakukan air sebagai sesuatu yang sangat bernilai serta memanfaatkannya secara bijak dan terjaga dari pencemaran.
Namun demikian, pada musim kemarau 2006 hingga Januari 2007, AlZaytun juga masih hampir terkena krisis air, walau tidak separah kawasan sekitarnya. Hal mana Al-Zaytun juga masih mengalami gangguan dalam memulai bercocok tanam hingga awal Januari 2007. Padahal, tahun-tahun sebelumnya, krisis air seperti itu tidak lagi pernah dialami Al-Zaytun.
Syaykh menjelaskan siklus kekeringan seperti tahun 2006 itu pernah terjadi pada tahun 1970-an. "Menjelang Pemilihan Umum 1971, terjadi musim kemarau sampai tujuh bulan dan sekarang terjadi kembali di tahun 2006 2007. Kita bisa hitung sesuai putaran musim tahun 1971 sampai 2006 dinamakan selapan tahun. Perhitungan hari, orang Jawa sering menyebutnya dalam selapan hari, itu sama dengan 35 hari. Sloso wage ketemu Sloso wage lagi, itulah 35 hari. Hitungan tahun seperti ini perhitungannya 35 tahun namanya," jelas Syaykh berdasarkan pengalaman dan catatannya.
Dari pengalaman itu, menurut Syaykh, mestinya bangsa Indonesia paham dan bangkit dari kejadian kekeringan itu. "Namun bangsa Indonesia belum pernah dapat belajar dari tunjuk ajar yang diberikan alam atau dalam bahasa teologinya yang diberikan oleh Tuhan. Mudah-mudahan krisis air dan pangan yang berkepanjangan seperti ini tidak terjadi lagi tahun 2008," harapnya.
Syaykh berharap para petani, minimal petani yang menggarap tanah 600 hektar sawah, sudah tidak berbicara lagi mengenai alam yang tidak ramah. "Yang sesungguhnya alam ini sangat ramah hanya manusia yang tidak menyadari," kata Syaykh.
Maka belajar dari pengalaman itu, Syaykh Panji Gumilang, menegaskan pada tahun 2007 ini Al-Zaytun memfokuskan pembangunan pada pembangunan yang sifatnya infrastruktur. "Pembangunan gedung asrama, pembelajaran dan lainnya belum diprioritaskan, tapi terfokuskan pada pembangunan yang berbentuk infrastruktur pertanian di antaranya infrastuktur air dan pengairan. Maka tahun ini fokus pembangunan di AI-Zaytun membangun yang vertikal berdiri kalau perlu membangun ke bawah, menggali," jelas Syaykh pada Dzikir Jum'at (07/01) sebagaimana dikutip dalam Jurnal Harian Al-Zaytun.
Pembangunan biasanya ditandai dengan pemancangan tiang pancang tapi sekarang membangun infrastuktur ditandai dengan berapa dalamnya simpanan air. "Itu yang sekarang kita bangun. Mudah-mudahan di tahun 2007 tertata sentra-sentra pangan khususnya sentra produksi lahan-lahan yang bisa ditanami. Kita akan konsolidasikan dan kita bangun cekungan-cekungan untuk menampung air ketika musim hujan, sehingga tahun 2008 kita bisa merasakan manfaatnya sehingga lahan yang kita siapkan pertanian tidak lagi menunggu curah hujan yang tidak terkendali," kata Syaykh.
Program ini pun sudah segera direalisasikan dengan membangun Waduk Windu Kencana dan normalisasi kali Cibenoang. Normalisasi Cibenoang dilakukan dengan membangun kanal sepanjang 13 kilometer dengan kedalaman lima meter dan lebar 20 meter ditambah bantaran kiri-kanan sungai masing-masing selebar 20 meter. Kanal itu membentang ke arah hulu dari Waduk Windu Kencana sampai Kampus Al-Zaytun sepanjang 6,5 kilometer dan ke arah hilir hingga menjangkau desa Ranca Ganggang juga sepanjang 6,5 kilometer. Kelak, normalisasi kali ini masih bisa diteruskan hingga sejauh 30 kilometer ke arah muara sungai di pantai utara laut Jawa. Direncanakan, proyek infrastruktur pertanian dan pengairan Windu Kencana, sudah rampung pembangunannya 7 Agustus 2007, untuk kemudian diresmikan tepat pada tanggal 27 Agustus 2007, bertepatan ulang tahun sewindu AI-Zaytun. Itulah pula menjadi latarbelakang proyek ini diberi nama Windu Kencana, merupakan persembahan emas Al-Zaytun kepada bangsa ini.
Di banyak tempat, termasuk di kawasan yang berdekatan dengan AlZaytun, musim hujan bisa menjadi bencana. Tetapi di Al-Zaytun, musim hujan selalu disambut sebagai musim panen air, yang didukung dengan teknologi (terapan) dan manajemen pemanfaatan air. Di lembaga pendidikan inilah pertama kali muncul istilah musim panen air dan teknologi panen air (hujan).
Terintegrasi
Pembangunan waduk Windu Kencana dan normalisasi sungai Cibenoang itu, merupakan satu kesatuan dengan teknologi dan manajemen air yang sudah ditata dengan baik di kawasan Kampus Al-Zaytun yang luasnya lebih 1.200 hentar yang dinamai proyek Tirtaraksa Candrakirana Bangsa. Dalam rangka manajemen pemanfaatan air di AI-Zaytun, lirik lagu Bengawan Solo gubahan Gesang Martohartono yang terkenal justru dianggap kontraproduktif. Lirik lagu itu berbunyi di musim hujan air meluap sampai jauh ... air mengalir sampai jauh akhirnya ke laut ......
Di Al-Zaytun, air tidak dibiarkan mengalir begitu saja sampai jauh hingga akhirnya ke laut, tanpa dimanfaatkan terlebih dahulu secara efektif dan efisien. Air dimanfaatkan secara berulang melalui suatu manajemen dan teknologi (proses) terencana yang matang.
Sehingga pada saat musim hujan, yang, di banyak tempat air hujan melimpah menjadi ancaman banjir, justru dikelola sebagai berkah yang melimpah di Al-Zaytun. Musim hujan bahkan dimaknai sebagai musim panen air.
Maka setiap menjelang musim hujan, semua tempat dan makhluk di AlZaytun sudah dipersiapkan menyambut datangnya panen air itu. Selain telah disiapkan banyak resapan air (lumbung air) di setiap tempat dan gedung, juga tanaman terutama pepohonan dipersiapkan dengan menyiangi dahan dan ranting yang dianggap mengganggu pertumbuhannya. Sehingga manakala musim hujan tiba, pepohonan itu ikut panen air untuk pertumbuhannya secara baik dan terencana.
Lalu pada musim kemarau, air yang diserap dan disimpan dapat dikelola secara berulang. Bahkan, jika di tempat lain sudah terjadi kekeringan yang membuat tanaman coati, di Al-Zaytun justru bisa dibuat `banjir buatan' yang membasahi seluruh area kampus dalam waktu tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan melepas (mengalirkan) air dari tempat-tempat penampungan dan resapan (lumbung air) yang telah ditata sedemikian rupa.
Kebutuhan Air Bersih
Al-Zaytun, yang merupakan lembaga pendidikan berasrama (boarding school) di mana seluruh santri, ustadz, eksponen dan karyawannya tinggal secara penuh di dalam kampus, dengan total penghuni mencapai 12.500 jiwa dan akan terns bertambah sekitar 1.500 sampai 2.500 jiwa setiap tahun, tentu membutuhkan air bersih yang cukup banyak. Padahal kampus ini dibangun di atas lahan yang sebelumnya gersang, tadah hujan. Sehubungan dengan itu, sejak mula dikembangkan manajemen dan teknologi pemanfaatan air untuk mengantisipasi kebutuhan air tersebut. Bukan saja untuk keperluan langsung para penghuninya berupa air minum dan air bersih, juga untuk keperluan pertanian dan peternakan serta keperluan pembangunan yang terus berlangsung.
Diprediksikan keperluan air bersih rata-rata setiap penghuni Kampus AlZaytun minimal 150 liter per hari ditambah dengan keperluan pembangunan, pertanian dan peternakan, maka keperluan air bersih seluruh penghuni Al-Zaytun beserta a seluruh aktivitasnya mencapai 4 juta liter per hari atau lebih dari 1,2 juta m3 per tahun.
Sehubungan dengan itu, di Al-Zaytun dilakukan penataan air berdasarkan sistem pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Suatu sistem pembangunan yang mampu untuk memenuhi keperluan masa sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang.
Kampus Al-Zaytun berada di kawasan yang sebelumnya gersang dan tidak memiliki sungai atau mata air alam. Maka pengadaan air bersihnya hingga saat ini masih bergantung pada pengambilan air tanah dengan kedalaman 20 m hingga 100 m. Disadari, bila pemanfaatan air tanah itu berlebihan tentu akan menimbulkan ketidak-seimbangan yang pada akhirnya sampai pada titik irreversible atau kondisi kekurangan permanen yang tak lagi dapat diperbaharui.
Maka untuk mengantisipasinya, ditetapkan solusi yang tepat sejak dalam perencanaan pembangunan kampus ini ini. Syaykh menguraikan beberapa langkah yang dilakukan untuk mengantisipasi kebutuhan air tersebut.
Langkah pertama yang telah dilakukan adalah dengan mengimbangi penggunaan air tanah dengan cara membantu proses alamiah. Ketersediaan air tanah selalu diperbaharui dengan cara melakukan peresapan kembali air permukaan seperti air hujan dari atap bangunan (run off water), air kamar mandi dan air buangan melalui sistem instalasi pengolahan limbah ke dalam tanah dengan membuat beberapa kolam, empang dan waduk penampungan air. Kolam dan empang itu, selain berfungsi sebagai resapan air, juga digunakan sebagai budidaya ikan.
Di Al-Zaytun telah dibangun empat buah kolam resapan yang masingmasing mampu menampung air sebanyak 38.400 meter kubik. Selain itu, dibuat 6o titik suntikan resapan air hujan dengan kedalaman pips resapan hingga mencapai aquafer pertama di lapangan-lapangan dan halaman-halaman bangunan.
Demikian juga waduk dibangun untuk memanfaatkan kembali buangan air di asrama santri, run off water dan over flow kolam-kolam penampungan sehingga bisa dimanfaatkan kembali sebagai sumber air bagi pertanian. Tentu saja dengan menggunakan sistem penjernihan air alami dengan media saringan dan pemanfaatan tanamantanaman air yang mampu mengurai polutan organik di dalam air.
Waduk Istisqo (Shui Shi Cai = Air Sumber Kehidupan) di bagian utara Masjid Rahmatan lil Alamin, seluas 10.441 m3 dan kedalaman 9 meter, mampu menampung air sebanyak 50.000 meter kubik. Jumlah itu cukup untuk mengairi areal pertanian dan perikanan seluas 30 ha. Selanjutnya, direncanakan pembangunan waduk pemanfaatan kembali air buangan untuk keperluan penghuninya bahkan hingga kualitas layak minum.
Langkah kedua adalah meningkatkan efisiensi pemakaian air tanah sebagai sumber air bersih. Di antaranya melalui penggunaan peralatan mandi, seperti shower dengan kepala shower yang dirancang hemat air dan bisa meminimalisasi pemborosan, kebocoran atau air terbuang. Sebab penggunaan air bersih terbesar di Al-Zaytun adalah untuk keperluan sehari-hari penghuninya, diperkirakan mencapai 2.711.500 liter air per hari.
Kepada para santri diingatkan untuk tidak lalai menutup kembali kran air atau shower yang menjadi penyebab utama pemborosan air. Hal ini ditangani oleh Manajemen Asrama dengan memanggil penghuni asrama yang krannya kedapatan terbuka. Mereka diberi teguran, nasihat, dan sanksi agar kejadian tersebut tidak terulang lagi.
Langkah ketiga dengan meminimalkan penggunaan air tanah dengan pemanfaatan kembali air yang sudah terpakai untuk keperluan pertanian dan peternakan, bahkan untuk digunakan kembali oleh penghuni MAZ. Untuk menyiram tanaman, sebagian besar menggunakan air dari kolam-kolam penampungan dengan menggunakan jasa mobil tangki. Begitu pula pembersihan sapi dan kandang, kecuali untuk pembersihan sapi perch, digunakan air dari kolam tampungan hujan atau air hasil olahan air limbah dengan sekecil mungkin menggunakan air tanah.
Pengolahan Air Limbah
Air limbah yang berasal dari limbah asrama dan gedung pembelajaran merupakan salah satu sumber pencemaran air yang sangat potensial. Karena air limbah ini mengandung senyawa-senyawa organik yang cukup tinggi. Selain itu, kemungkinan besar mengandung senyawa-senyawa lain serta mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit. Maka dalam hal studi pengelolaan lingkungan di Al-Zaytun khususnya sistem pengolahan limbah dijalin kerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Air limbah toilet dan sebagian air buangan kamar mandi diolah pada pengolahan air limbah yang dibangun di setiap asrama dan gedung pembelajaran dengan sistem biofilter aerob-anaerob yakni proses pengolahan limbah biologis dengan menggunakan mikroorganisme baik mikroorganisme aerob (dengan udara) rnaupun mikroorganisme anaerob (tanpa udara). Proses biologis aerobik biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang tidak terlalu besar, sedangkan proses biologis anaerobik digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD (zat organik) yang sangat tinggi.
Syaykh Al-Zaytun menjelaskan, keduanya dibiakkan pada suatu media yang disebut `sarang tawon' sehingga mikro organisme tersebut melekat pada permukaan media. Pengolahan limbah dengan metode ini mampu mengurai polutan organik hingga 90-95 persen. Juga mampu menurunkan konsentrasi BOD di dalam air limbah hingga 20-30 mg per liter dan konsentrasi Solid Solution (SS) hingga 20 mg per liter pada sisi keluarnya.
Lebih rinci dijelaskan proses pengolahan air limbah tersebut sebagai berikut, "Air limpasan dari tangki septik dan air limbah nontoilet dialirkan melalui satu saluran, selanjutnya dialirkan melalui saringan kasar (bar screen) untuk menyaring sampah yang berukuran besar seperti sampah dawn, kertas, plastik, dan lain-lain. Setelah melalui screen, air limbah dialirkan ke bak pemisah pasir (grit chamber) yang berfungsi untuk mengendapkan kotoran pasir, tanah, atau senyawa padatan yang tak dapat terurai secara biologis misalnya abu gosok, padatan pembersih kamar mandi dan lain-lain.
Setelah melalui grit bak pemisah pasir, air limbah dialirkan ke bak pengendap awal untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran organik tersuspensi. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungsi bak pengontrol aliran, serta bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung lumpur. Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik tipe sarang tawon.
Jumlah bak kontaktor anaerob terdiri dari dua buah ruangan. Penguraian zat‑zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik.Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikroorganisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap.
Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, plastik tipe sarang tawon, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media.
Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikroorganisme, yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan amonia menjadi lebih besar. Proses ini Bering dinamakan aerasi kontak (contact aeration).
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur.
sedangkan air limpasan (overflow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh mikroorganisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan lainnya.
Namun karena sebagian air limbah tidak melalui instalasi pengolahan limbah sehingga masih mengandung deterjen dari sabun maka dari saluran drainase limbah itu diarahkan ke kolam penampungan. Proses penjernihan air limbah tersebut selain mengandalkan panjangnya saluran drainase sehingga memungkinkan terjadinya singgungan dengan udara dan lumut-lumut saluran, pada kolam penampungan juga mengalami proses penjernihan dengan menggunakan bak-bak penjernih (clarifer).
Dari clarifer tersebut selanjutnya dibuat saluran mengelilingi kolam untuk kemudian dialirkan kembali ke dalam kolam melalui saluran berteras. Saluran berteras ini bermanfaat untuk menambah kadar oksigen. Di samping itu untuk memperkaya kadar oksigennya, kolam penampungan juga diberi fasilitas air mancur.
Sementara itu untuk pengolahan limbah kotoran ternak, dilakukan pemisahan antara limbah padat dan limbah cair pada bak penampungan kotoran. Selanjutnya limbah padat diolah menjadi pupuk kandang, sedangkan limbah cair dialirkan melalui drainase menuju kolam-kolam ikan.
"Apa yang telah dilakukan Al-Zaytun tadi, semuanya merupakan wujud dari prinsip kehati-hatian dalam tata atur air bersih. Juga sebagai suatu bentuk usaha pencegahan (precautionary principle) terhadap kemungkinan terjadinya kondisi irreversible. Tak berhenti sampai di sana, Al-Zaytun akan terus mengembangkan berbagai upaya untuk memperbaiki tata atur air bersih itu," kata Trista Nugraha menimpali Syaykh Al-Zaytun.
Air Minum Sihat
Pengasuh Al-Zaytun juga sangat memperhatikan ketersediaan air minum sihat bagi para santri dan segenap penghuni dan pengunjungnya. Untuk keperluan air minum sihat yang memenuhi persyaratan fisis, kimia dan biologi, dilakukan dengan menggunakan sistem pengolahan air minum dengan teknologi Ozon dan Sterilisasi Ultra Violet (UV sterilization) serta teknologi Reverse Osmosis.
Teknologi Ozon dan Sterilisasi Ultraviolet tersebut masing-masing berkapasitas 25 m3 per hari untuk keperluan rumah makan santri dan rumah makan karyawan. Sementara teknologi Reverse Osmosis dengan kapasitas masing-masing 5o galon/hari (190 liter per hari), dipasang di satu unit di setiap kamar santri.
Ketiga teknologi tersebut dapat memenuhi hajat air minum puluhan ribu penghuni kampus yang memenuhi persyaratan (1) secara fisik harus jernih (tidak berwarna, tidak berbau, tidak keruh dan tidak berasa); (2) dari segi komposisi kimia, air tidak boleh mengandung zat-zatyang dapat merugikan kesihatan, seperti limbah pestisida, limbah detergen, nitrat, atau logam-logam berat; dan (3) secara biologis, air tidak boleh mengandung bakteri-bakteri patogen yang berbahaya bagi kesihatan manusia.
Penggunaan ozon dalam proses pengolah air dipilih, menurut Trista Nugraha, karena beberapa keuntungan yang diperolehnya. selain mampu membunuh mikroorganisme yang terdapat di dalam air karena ozon bersifat bakterisida, algasida dan fungisida, teknik itu juga tidak menimbulkan bau dan rasa yang pada umumnya terjadi jika kita menggunakan bahan kimia pengolah air. Bahkan, teknik ini dapat menghilangkan bau dan rasa yang biasanya disebabkan oleh komponen organik dan anorganik yang terdapat di dalam air.
Pasca survei dan uji fisika, kimia dan biologi di Laboratorium Teknik Lingkungan, kualitas air minum di rumah makan santri dan rumah makan karyawan yang menggunakan teknologi ozon dan UV Sterilization dinyatakan memenuhi standar kualitas air minum yang merujuk kepada standar Departemen Kesehatan. (Sumber Berita Indonesia – Edisi 38/2007)