Wednesday, April 18, 2007

Waduk Windu Kencana

Persembahan Emas Sewindu Al-Zaytun

Al-Zaytun saat ini sedang bekerja keras siang-malam 24 jam sehari menyelesaikan proyek pembangunan Waduk Windu Kencana, supaya siap dipersembahkan sebagai persembahan emas kepada bangsa Indunesia menandai sewindu Al-Zaytun berkiprah memajukan dunia pendidikan terpadu.

Di hadapan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang secara khusus berkunjung ke Kampus Al-Zaytun untuk merayakan Tahun Baru Hijriyah 1 Muharam 1428H pada 20 Januari 2007 lalu, Syaykh Abdussalam Panji Gumilang secara singkat menyampaikan kilas balik sejarah Al-Zaytun, sejak masih dalam tataran wacana, kemudian memulai operasional pendidikan pada 1 juli 1999, hingga sudah melangkah sangat jauh di awal tahun 2007.

Mendengar laporan bernada spektakuler itu, dalam pidato balasannya, Wapres Jusuf Kalla lantas menyebutkan kalau Al-Zaytun telah berhasil memelopori perubahan atas citra pondok pesantren. Kalla menyebutkan kepeloporan Al-Zaytun terletak pada perubahan citra baru tentang pondok pesantren, dari yang sebelumnya kumuh, kotor, dan sempit, berubah menjadi teratur, lebih baik, lebih maju bahkan terlihat mewah.

Lalu, hanya berselang beberapa bulan kemudian, sebuah mimpi yang belum sempat masuk dalam laporan Syaykh, dan tentu saja menjadi luput pula dari pidato balasan Kalla, muncul.

Yakni proyek Waduk Windu Kencana, yang akan menjadi persembahan emas, sekaligus pertanda telah delapan tahun kiprah Al-Zaytun membangun pusat pendidikan terpadu yang modern dan komprehensif, kiprah untuk menjadi Indonesia yang kuat.

Kehadiran Waduk Windu Kencana akan melengkapi teknologi panen air, dan manajemen pemanfaatan air secara efektif, yang selama beberapa tahun terakhir sudah dijalankan oleh Al-Zaytun.

Filosofi teknologi panen air, dan manajemen pemanfaatan air secara efektif, adalah dengan memperlakukan air sebagai sesuatu yang sangat bernilai, serta memanfaatkannya secara bijak dan terjaga dari pencemaran.

Manajemen pemanfaatan air secara efektif membuat air di sekitar kampus Al-Zaytun benar-benar di kelola sebagai unsur utama bagi kehidupan: dipanen, disimpan dalam “lumbung air“ dan dimanfaatkan secara berulang.

Waduk Windu Kencana, karena dipersembahkan kepada bangsa, pemanfaatannya akan bersama-sama dengan masyarakat sekitar. Lokasinya terletak 6,5 kilometer dari kampus Al-Zaytun, menyusuri aliran sungai Cibanoang, yang terletak di belakang kampus hingga ke arah gunung.

Waduk didirikan di tengah-tengah areal perbukitan seluas 125 hektar milik Al-Zaytun, yang akan segera disulap menjadi sebuah kawasan pertanian terpadu dan hutan tanaman industri. Sedangkan desain sungai Cibanoang, itu akan diperlebar hingga mencapai 20 meter dan kedalaman lima meter, sehingga antara dua titik di kampus dengan di waduk kelak akan bisa ditempuh dengan menggunakan sarana transportasi perahu atau speedboat.

Di bagian samping kiri-kanan sungai, akan diperlebar masing-masing 20 meter, juga sepanjang 6,5 kilometer. Di area pelebaran ini akan dimanfaatkan sebagai lokasi tanaman rumput hijau untuk menghasilkan rumput makanan sapi. Atau, menanam kacang tanah, atau jagung muda makanan sapi.

Waduk Windu Kencana memiliki dimensi lebar 100 meter, panjang 1.300 meter, dan kedalaman rata-rata 5 meter. Jika aliran sungai sudah dibendung siapapun akan bisa leluasa berenang dari ujung ke ujung sejauh 6,5 kilometer, atau berpesiar dengan naik perahu.

Bangun Pertanian Terpadu

Dengan demikian teknologi panen air Al-Zaytun akan menhasilkan pengendalian air dalam jumlah besar. Pertama, air di Waduk Windu Kencana. Sesuai dimensinya, Waduk Windu Kencana akan mampu menampung air sebanyak 100 m x 1.300 m x 5 m, atau sama dengan 650.000 meter kubik air.

Kemudian, yang kedua, air di sepanjang sungai Cibanoang, sebanyak 6.500 m x 20 m x 5 m, atau sama dengan 650.000 meter kubik. Sehingga total air yang dapat dikendalikan Al-Zaytun akan mencapai 1.300.000 meter kubik.

Saat wartawan Berita Indonesia meninjau langsung pelaksanaan proyek pembangunan Waduk Windu Kencana, Minggu, (25/03/2007) bersama-sama dengan rombongan Pengurus Pusat (PP) Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI), para pekerja terlihat sibuk bekerja keras membangun tanggul-tanggul dan outlet waduk.

Para pekerja bekerja siang malam dalam tiga shift, dibantu empat unit alat berat excavator dan satu unit doser, kelimanya baru saja dibeli dengan harga tunai masing-masing seharga 100.000 dollar AS. Selain itu, ditambah lagi empat unit alat berat usia 10 tahun tetapi sudah direkondisi.

Syaykh terjun langsung memimpin proyek pengerjaan Waduk Windu Kencana, termasuk meluangkan waktu paling tidak dua jam sehari usai sholat Ashar, atau pada pagi-pagi hari sekali pada jam lima sudah berada di lokasi proyek untuk menyemangati pekerja, sekaligus memastikan semua pengerjaan berjalan dengan lancar.

Pekerja mengerjakan proyek 24 jam sehari. “Ada tiga shift. Kalau pakai istirahat malamnya, sudah pasti (bekerja) besoknya. Jadi tidak pilih kasih. Terus ditempa saja. Mumpung panas, harus ditempa terus, jadi 24 jam,“ kata Syaykh.

Diharapkan, proyek Waduk Windu Kencana sudah akan selesai pada bulan Mei, untuk dapat segera difungsikan menampung air. Sehingga, pada tanggal 1 Juli saat peringatan Al-Zaytun memulakan operasional pendidikan, atau paling lama pada 29 Agustus peringatan peresmian pengoperasian AL-Zaytun oleh Presiden Prof. BJ Habibie, Al-Zaytun sudah dapat mendeklarasikan persembahan Waduk Windu Kencana kepada bangsa Indonesia.

Waduk akan memenuhi kebutuhan air lahan-lahan pertanian Al-Zaytun yang luasnya mencapai 1.200 hektar, dan lahan pertanian milik masyarakat sekitar. Lokasi sekitar Waduk Windu Kencana akan dijadikan pula sebagai pusat agrobisnis, atau lahan pertanian terpadu (integrated farming) yang memadukan pertanian, perternakan, perikanan, kehutanan, hingga wisata.

Pertanian, misalnya, selain mengerjakan pertanian dengan bibit padi konvensional, Al-Zaytun akan mulai menanami bibit varietas terbaru basmati. Bibit ini sudah memasuki pengembangan fase ketiga.

Bibit padi basmati memiliki produktifitas 2,5 hingga 3 ton saja perhektarnya. Basmati memiliki kualitas dan harga pasar yang jauh lebih tinggi di atas beras lain, rojolele, misalnya. Usianya pun tak terlalu lama hanya 100 hari.

Basmati sangat cocok bila ditanam di musim agak panas mengingat batangnya yang tidak terlalu kokoh, karena kekurang-kokohan ini pula, hingga bisa membuat padi rebah bila ditiup angin, bibit basmati tak perlu mengandalkan pupuk kimia buatan pabrik dari Gresik atau Sriwijaya. Tetapi lebih mengandalkan pupuk alami, seperti berasal dari kotoran dan air kencing sapi. Namanya pupuk Unfren, atau singkatan dari urine permentasi yagn mampu menegakkan batang padi basmati dan membuat rasa berasnya gurih pula.

Dengan konsep integrated farming, di lokasi ketahanan pangan terpadu di sekeliling Waduk Windu Kencana, Al-Zaytun akan menerapkan konsep mekanisasi pertanian. Untuk itu, lahan-lahan pertanian dibuat datar atau flet dan dalam petak-petak yang jauh lebih luas dari biasanya. Di lokasi ini, sejak menanam padi hingga memanen dikerjakan oleh mesin-mesin industri pertanian. Sentuhan tangan manusia diminimalkan. Produktifitas, efektivitas, dan efisiensi kerja adalah sasaran dari konsep mekanisasi pertanian Al-Zaytun ini.

Lokasi sekitar Waduk Windu Kencana juga akan didesain menjadi pusat pengembangan ternak sapi perah dan sapi potong. Ribuan sapi yang saat ini masih bermukim di sekitar kampus Al-Zaytun, semuanya akan pindah direlokasi sejauh 6,5 km ke pinggiran waduk. Di situ akan disiapkan kandang yang luas.

Al-Zaytun kelak akan menyisakan satu tempat saja untuk kandang sapi, terletak di lokasi yang ada saat ini di sekitar kampus, untuk keperluan praktikum mahasiswa.

Di lokasi perternakan baru, Al-Zaytun, akan mengalokasikan pula lahan khusus untuk menanam ruput makanan sapi. Setiap satu hektar lahan dibangun menjadi 35 bedeng, tiap satu bedeng dibagi menjadi tiga baris, satu barisan terdiri 0,5 meter, dan panjang tiap bedeng masing-masing 99 meter.

Itu berarti, sekali panen rumput tiap hektar lahan dari luasan 3 x 99 x 0,5 x 35 meter akan menghasilkan rumput. Jika tiap satu rumpun rumput beratnya 5 kg, dan harga pembelian rumput Rp 175/kg, per hektar lahan rumput akan dapat menghasilkan uang Rp 8 juta sekali panen, dalam waktu sekitar 65 hari. Selain rumput, tanaman lain yang bisa dikonsumsi sapi adalah kacang tanah dan jagung muda yang usia penennya sama 65 hari.

Susu Sapi

Susu sapi yang akan dihasilkan lahan pertanian terpadu Al-Zaytun tergolong mahal, sekitar Rp 3.500 per liter. Bandingkan dengan harga susu Selandia Baru, atau Australia yang hanya 20 sen dollar AS per liter. Tetapi susu sapi Amerika sudah sangat tinggi 34-35 sen dollar AS per liter.

Kehadiran organisasi baru Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) per Februari 2007, disebutkan Syaykh pasti akan lebih mendongkrak lagi harga susu sapi milik anggota APSPI.

Sebab APSPI, bersama bupati di seluruh Indonesia, kelak bisa bersama-sama membuat program menyehatkan masyarakat khususnya siswa didik setiap sekolah untuk meminum susu setiap hari supaya kecerdasannya bertambah.

“Semua ini calon presiden. Anak-anak yang baru lahir pun calon Presiden, calon meteri. Karena itu harus kasih susu agar kebijakannya cepat menyatu dengan kita, “kata Syaykh, berpersan agar daerah diajak menjalankan program menyehatkan rakyat dengan meminum susu sapi.

Lokasi waduk sekaligus pula dapat berfungsi sebagai hutan tanaman industri, karena di sekitar lahan terdapat lokasi hutan tanaman industri milik PT. Perhutani. Fungsi wisata jelas akan menjadi primadona baru yang “wajib“ dikunjungi oleh setiap tamu yang berkunjung ke kampus Al-Zaytun, entah dengan menaiki perahu, speedboat, berenang atau berkendaraan motor.

Diapresiasi dengan kekaguman

Ketua Umum APSPI Masngut Imam Santoso memberikan apresiasinya yang mendalam perihal proyek Waduk Windu Kencana ini. Masngoet menyatakan kagum, sekaligus memiliki harapan besar sekali, kalau lokasi Waduk Windu Kencana akan pas dijadikan sebagai lokasi pertanian terpadu.

“Pemikiran dan harapan saya nani, di sini akan menajdi pusat integrated farming yang kita inginkan bersama. Sarjana-sarjana yang dikeluarkan di sini (Universitas Al-Zaytun, maksudnya) akan menjadi sarjana yang siap pakai. Kalau orang Jawa namanya jalwilinpat separatamat. Artinya, kelebihannya itu seperempat dari orang lain (yang) sudah selesai,“ kata Masngoet, tokoh peternakan sapi perah asal Blitar, Jawa Timur.

“Jadi, pemikiran dan harapan saya untuk masa depan ini, sebagai Ketua Asosiasi, di sini akan menajdi sentral produk pertanian khususnya yang kita geluti. Karena saya Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia, susu akan bisa diproduksi lebih dan tidak hanya di dalam keperluan pondok pesantren saja, tetapi juga akan mencukupi kebutuhan luar. Itu harapan saya,“ kata Masngoet, yang didaulat berbicara di hadapan para operator alat berat, usai diresmikan penggunaannya.

Masngoet dengan terus terang mengatakan tidak menyangka lahan pertanian terpadu yang akan dikembangkan Al-Zaytun kecanggihannya akan sedemikian rupa. “Nyatanya di dalam pondok pesantren cukup luar biasa.“

Don P Utoyo, mantan pejabat pemerintah di bidang pembibitan, kini aktif sebagai konsultan peternakan yang juga turut didaulat berbicara, mengatakan kebanggaannya bisa menyaksikan secara bersama-sama AL-Zaytun menyatukan tekad untuk mengubah sesuatu yang tadinya kurang bermanfaat menjadi sesuatu yang besar manfaatnya.

Ia mengatakan lokasi pertanian, terpadu di lahan Waduk Windu Kencana tetap sekali untuk dijadikan sebagai pusat kegiatan agrobisnis. “Agrobisnis adalah kegiatan usaha yang dasarnya tanah dan iklim. Dalam batas-batas tertentu manusia berupaya untuk mengubah apa-apa yang semua tadinya sangat terbatas, ditingkatkan kemampuannya seizin ilahi. Dan Alhamdulillah, kita dibantu orang-orang, dibantu alat-alat, kita telha dibantu oleh sedikit atau banyak dana yang insya Allah akan memberikan manfaat, memberikan keuntungan bagi orang banyak,“ kata Don, yang hadir di Al-Zaytun didampingi istri.

Guru besar ilmu peternakan asal IPB Bogor, Prof. Dr. Ir. Palawaruka, karena kekagumannya yang luar biasa hanya dapat berkata singkat. Itupun dalam nada yang lirih nyaris disertai tetasan airmata haru. “Saya, biasanya, karena berada di perguruan tinggi, ada sesuatu yang saya lihat di sini. Mudah-mudahan ini bisa menhasilkan teori baru. Ya, kalau saya, hanya itu saja.“

Mimpikan Tirta Sangga Jaya

Air adalah karunia Ilahi. Karena itu jangan dibiarkan jauh-jauh mengalir ke laut sebelum sempat dimanfaatkan secara maksimal.

Pesan dalam lirik lagu Bengawan Solo yang dikisahkan oleh penciptanya Gesang Martohartono, Musim kemarau, tak seberapa airmu, Dimusim hujan turun, Air meluap sampai jauh.., itu bisa membuat air mubazir sebab tak sempat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Air harusnya lebih dahulu dibendung, jangan dilepas lagi ke laut.

Caranya, ya itu, membendungnya dalam waduk, lalu menyimpan atau mengalirkannya di sungai yang sudah diperdalam. Berbagai kajian teoritis soal pengendalian dan pemanfaat air sudah sering dibahas dan dibicarakan di forum-forum ilmiah, tetapi lebih sering ditumpuk saja sebagai dokumen keilmuan.

Tetapi Al-Zaytun dengan kemampuan yang dimilikinya berhasil mewujud-nyatakan dokumen keilmuan itu menjadi barang jadi. Praktiknya adalah realisasi Waduk Windu Kencana, yang akan dipersembahkan kepada bangsa menandai sewindu usia Al-Zaytun menyediakan pendidikan terpadu sistem satu pipa kepada bangsa.

Malahan Waduk Windu Kencana telah menginspirasi Syaykh AS Panji Gumilang, untuk memimpikan sebuah ide besar bagaimana mengendalikan air di sekitar wilayah ibukota negara dan sekitarnya.

Lebih dari sekedar pengendalian air, ide besar yang diberi nama Tirta Sangga Jaya, yang artinya kira-kira “air yang menyangga ibukota negara Jakarta Raya,“ bila terealisasikan akan merevolusi berbagai hal di negara ini.

Selain pengendalian banjirnya yang revolusioner, Tirta Sangga Jaya diperkirakan akan menciptakan solidaritas nasional dalam hal mendanai proyek besar bernilai hampir ratusan miliar dollar AS dengan urunan membeli obligasi ini.

Berbagai revolusi pun terjadi. Revolusi penyediaan lapangan kerja jutaan orang pekerja sekaligus dalam satu proyek raksasa. Revolusi penyediaan sarana transportasi darat dan air terpanjang (240 kilometer) dan terlebar (200 meter) di Indonesia.

Revolusi dalam menciptakan medan bisnis baru dalam koridor sabuk ekonomi sepanjang 240 kilometer. Revolusi sosial kemasyarakat baru, yang terbukti mampu menerima perubahan-perubahan sudut pandang jika perubahan itu disampaikan dengan baik dan terbuka.

Dan, ini yang terpenting, revolusi peningkatan pendapatan masyarakat karena terjadi pergerakan sektor riil yang luar biasa besar.

Di Indramayu sendiri, Waduk Windu Kencana diperkirakan akan segera merevolusi peta ekonomi warga seluruh wilayah Jawa Barat.
(Sumber :Lentera - Majalah Berita Indonesia – Edisi 36/2007)

Berita Terkait :
- Tirta Sangga Jaya, Nama Yang Bagus

Bacaan Selanjutnya!

Tuesday, April 10, 2007

Bangun Kerjasama Pendidikan Nonformal

Kampus Al-Zaytun dan Ditjen Depdiknas

Konsistensi dan tekad Al-Zaytun memajukan dunia pendidikan rupanya tiba pula hingga ke ruang kerja Ace Suryadi, Direktur Jenderal Pendidikan Nasional (Depdiknas). Ace Kagum melihat Kampus Al-Zaytun yang memilki segala kelengkapan sarana dan prasaran pendidikan, sarana ekonomi pendukung, berikut konsep sistem pendidikan satu pipa yang sudah diterapkan sejak SD, SMP, SMA, S-1, kelak S-2 hingga lulusan S-3 dalam usia relatif masih muda 26 tahun. Ace Suryadi menilai Al-Zaytun sebagai sebuah pusat pendidikan yang sangat luar biasa, bahkan sudah bisa disebut sesuai dengan standar internasional.

Untuk mengapresiasi AL-Zaytun sebagai sebuah aset berharga yang berkelas internasional, atas nama Ditjen PLS Depdiknas, Ace Suryadi sepakat dengan pimpinan sekaligus penanggung-jawab Al-Zaytun Syaykh AS Panji Gumilang untuk membangun sejumlah kerjasama di bidang pendidikan.

Ace Suryadi seorang doktor bidang ekonomi pendidikan, lulus dari sebuah perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat, sudah dua kali mengunjungi Al-Zaytun dalam waktu yang berdekatan. Pertama, pada bulan Desember 2006, kedua 20 Januari 2007 demi untuk menyamakan persepsi tentang cara terbaik membangun kemajuan dunai pendidikan, khususnya pendidikan non formal di seluruh Indonesia.

Ibarat pucuk dicinta ulam tiba mulai tahun 2007 Al-Zaytun mulai aktif memberdayakan masyarakat sekitar. AL-Zaytun memberi masyarakat sekitar kesempatan untuk ikut kegiatan belajar-mengajar di sejumlah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), yang secara khusus didirikan Al-Zaytun di berbagai tempat.

Melalui PKBM, Al-Zaytun menawarkan seluruh masyarakat sekitar, khususnya generasi muda yang belum menyandang ijazah Sekolah Dasar (SD), SMP, dan SMA untuk mengikuti program pendidikan kesetaraan Kelompok Belajar (Kejar) Paket A (setara SD), paket B (SMP), dan Paket C (SMA).

Sedangkan kepada generasi yang lebih tua diberikan kesempatan mengikuti program pendidikan keaksaraan, misalnya pemberantasan buta huruf, mengikuti pelatihan keterampilan bertani, dan melatih sistem komunikasi ICT.

Diharapkan, siapa saja orang tua yang belum bisa baca tulis, tetapi memilki anak yang bekerja di luar negeri sebagai TKI, semisal di Taiwan, Ara Saudi, Korea, Kuwait, atau Qatar, selulus dari PKBM tatkala menerima surat atau kiriman uang tentu ia sudah bisa membaca isi surat dari si buah hati sekaligus mengambil sendiri uang kirimannya dari bank.

Al-Zaytun bekerja-sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah (Ditjen PLN), Departemen Pendidikan Nasional untuk mendidik masyarakat. Al-Zaytun yang memiliki kantor-kantor perwakilan dan kantor koordinator wali santri di seluruh provinsi, itu serta merta bisa dikerahkan untuk membangun gedung-gedung PKBM.

Setiap warga yang membutuhkan penyetaraan pendidikan, atau mengikuti pendidikan keaksaraan Kejar Peket A, B, dan C, dan sebagainya, pendidikan dipusatkan di PKBM. Al-Zaytun akan menyediakan tenga pengajar, materi ajar, kurikulum dan sebagainya bekerja-sama dengan Ditjen Pendidikan Luar Sekolah, Depdiknas.

Membangun Manusia Indonesia

Dari pola kerjasama ini Al-Zaytun dan Ditjen PLS akan sama-sama sangat menguntungkan. Berbagai program kerja Ditjen PLS turut dibantu dilaksanakan oleh pihak swasta dalam hal ini Al-Zaytun.

Kerjasama Al-Zaytun dan Ditjen PLS ditujukan untuk membangun manusia Indonesia, dengan cara meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI).

Sesuai dengan Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals), dan kesepakatan negara-negara anggota badan dunia Unesco yang ditanda-tangani di Dakar, Senegal tahun 2002 lalu, Human Development Index diukur dari tiga komponen indeks pembangunan.

Pertama, Indeks Kesehatan, yang diukur dari rata-rata usia harapan hidup; Kedua, Indeks Pendidikan, diukur dari dua aspek yaitu angka/ tingkat melek aksara orang dewasa, dan rata-rata lama pendidikan, dan ; Ketiga, Indeks Perekonomian, yang diukur dari pengeluaran per kapita (purchasing power parity).

Indeks Pendidikan merupakan salah satu komponen dalam penetapan HDI, dan tingkat keaksaraan orang dewasa merupakan komponen dalam penetapan HDI, dan tingkat keaksaraan orang dewasa merupakan komponen terpenting dari aspek pendidikan untuk dapat segera menaikkan HDI.

Pemberantasan Buta Aksara yang kini dikerja-samakan Ditjen PLS-Al-Zaytun terhdap penduduk usia dewasa (15 tahun ke atas), menurut Ace merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan pendidikan. Pertimbangannya, salah-satunya cara meningkatkan HDI yang paling murah dan cepat adalah dengan menurunkan jumlah buta aksara secara signifikan. Tingkat keaksaraan penduduk suatu negara sangat mempengaruhi tingkat kesehatan, gizi, kematian ibu dan anak, kesejahteraan dan angkat harapan hidup.

Bahkan, menurut Ace, pendidikan merupakan hak azasi setiap warga. Oleh sebab itu penduduk yang masih buta aksara wajib dan diprioritaskan memperoleh layanan pendidikan. Buta aksara terkait dengan kebodohan, keterbelakangan, pengangguran dan ketidak-berdayaan, yang bermuara pada kondisi ekonomi penduduk penyandangnya manjadi kurang beruntung/miskin, dan rendahnya produktivitas.

Artinya, buta aksara dan kemiskinan merupakan dua dimensi yang tidak terpisahkan sehingga sangat perlu dilakukan program pemberantasan buta aksara secara terintegrasi dengan berbagai program lainnya.

Konsisten Mendidik

Kampus Al-Zaytun sejak berdiri sudah melaksanakan pendidikan tingkat Dasar, Menengah, dan Universitas, serta pelaksanaan Kelas Dewasa dalam Kejar Paket A, B, C, juga Universitas Terbuka.

Saat ini, jumlah siswa, mahasiswa, guru, karyawan yang tinggal dalam kampus tercatat sebanyak 10.579 orang. Sedangkan jumlah Mahasiswa UT yang tinggal di luar kampus sebanyak 5.203 orang. Mereka datang ke Kampus pada saat pelaksanaan tutorial khusus dan ujian semester.

Al-Zaytun yang sudah meluluskan siswa sejak tahun 2002 hingga 2006 output-nya mulai jenjang pendidikan tingkat Dasar, Menengah Pertama, dan Atas sudah mencapai 9.681 pelajar. Mereka terdiri dari pelajar lulusan SD 267 orang , lulusan SLTP 6.910 orang, lulusan SLTA 2.504 orang, dan lulusan Kelas Dewasa 415 orang.

Rencana terbaru membangun PKBM di berbagai lokasi di seluruh Indonesia, diharapkan AL-Zaytun berkontribusi besar menaikkan HDI Indonesia. Kehadiran Al-Zaytun di Indramayu yang memulakan operasional pendidikan sejak 1999, itu saja sudah mampu mengangkat kualitas pendidikan kabupaten ini dari paling bawah sebelumnya, naik ke perningkat ketujuh terbaik, sewilayah Provinsi Jawa Barat.

Al-Zaytun mengemban motto sebagai pusat pendidikan dan penegmbangan budaya toleransi dan pusat pengembangan budaya perdamaian.

Al-Zaytun konsisten memberikan pendidikan yang terbaik kepada seluruh civitas akademika. Bahkan, Al-Zaytun terpanggil pula untuk meningkatkan pendidikan para karyawan, guru-guru, hingga memberikan kesempatan kepada warga sekitar untuk mengecap pendidikan persamaan ijazah dengan menawarkan kegiatan Kelompok Belajar (Kejar) Paket A, Paket B dan Paket C. Kampus Al-Zaytun juga menjadi tempat melaksanakan kegiatan tutorial kuliah jarak-jauh bagi para mahasiswa Universitas Terbuka (UT).

Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah (PLS), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Ace Suryadi, memahami betul konsistensi dan tekad Al-Zaytun untuk memajukan dunia pendidikan. Karena kekaguman itulah Ace menyatakan berminat untuk bekerja-sama lebih dalam dengan AL-Zaytun.

Sebagai langkah Awal, Ace menghibahkan bantuan Blockgrant senilai Rp 300 juta untuk membangun beberapa gedung Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), terletak di wilayah Indramayu dan Sumedang dibawah binaan Al-Zaytun.

Tetapi Al-Zaytun rupanya akan melangkah jauh melampaui blockgrand yang diberikan Ace. Gedung-gedung PKBM direncanakan Syaykh akan dibangun di seluruh Indonesia, dengan biaya ditanggung sendiri, tinggal pelaksanaan pengajaran saja yang dikerjasamakan dengan PLS.

Ace melihat apa yang sudah dilakukan oleh Al-Zaytun terbukti adalah pengejawantahan dari program dan visi-misi Ditjen PLS yaitu pendidikan untuk semua. Karena kesesuaian visi itulah Ace berjanji masih akan bersedia menawarkan kerjasama yang lebih luas lagi, dan dengan jumlah blockgrand yang lebih besar demi mengejar ketertinggalan Indonesia dalam membangun manusia. Syaykh pun bersedia saja demi kemajuan pembangunan pendidikan Indonesia.


Ace yang diangkat menjadi Dirjen PLS sejak Mei 2005 tergolong sangat sukses memberantas buta aksara. Bila pada tahun 2004 jumlah buta aksara masih 15,4 juta jiwa, tahun 2005 turun menjadi 14,6 jiwam dan tahun 2006 turun lagi menjadi 13 juta jiwa. Mereka yang mengidap buta aksara tersebar di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, NTB, NTT, dan Papua.

Pemberantasan buta aksara adalah kerja keras yang sedang digenjot Ace Suryadi. Dari jumlah pengidap buta akara yang 13 juta jiwa tadi Ace berencana memangkasnya hingga separuhnya pada tahun 2009, atau tersisa 7 juta jiwa saja. Dan jika program pemberantasan berjalan mulus, pata tahun 2015 ditargetkan jumlahnya sudah NOL persen.

Kesepakatan-kesepakatan yang dituangkan UNESCO tahun 2005 dan dalam millenium Development Goals itulah yang diadaptasi Ditjen PLS dengan melaksanakan enam program utama pendidikan nonformal. Yaitu melaksanakan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun, Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills), Pendidikan Keaksaraan dan Pendidikan Berkelanjutan, Pendidikan Berkeadilan Gender, dan Peningkatan Mutu Pendidikan.

Walau dalam nama dan tema yang berbeda-beda, keenam program sesungguhnya sudah secara konsisten dilaksanakan oleh AL-Zaytun. Bahkan ketika datang berkunjung untuk kedua kali ke Al-Zaytun, bersamaan dengan kedatangan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla untuk merayakan Tahun Baru 1 Muharram 1428H di Masjid Rahmatan Lil’ Alamin pada 20 Januari 2007, Ace Suryadi tiba pada kesimpulan akhir.

Dalam berbagai hal, Al-Zaytun sudah memenuhi syarat untuk disebut standar internasional. Demikian pula dengan semua yang diujikan di ujian akhir sekolah sudah menggunakan standar internasional.

Keberadaan Al-Zaytun yang terletak di pelosok desa sesuai pula dengan nafar Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan setiap kabupaten diharuskan memiliki minimal satu sekolah berstandar internasional baik itu SD, SMP, SMK, atau SMA.
(Sumber :Lentera - Majalah Berita Indonesia – Edisi 34/2007)
Bacaan Selanjutnya!

Thursday, April 05, 2007

Skema Investasi “Indonesia Kolam Susu“

Ketua Umum Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI), Haji Masngut Imam Santoso menyatakan para peternak sapi perah di seluruh Indonesia sangat ingin perpartisipasi dalam pembangunan bangsa Indonesia.

“Suatu saat nanti kita harus bisa menjadi tuan di negeri sendiri,“ kata Masngut, seorang peternak sapi yang belajar secara otodidak, asal Blitar, Jawa Barat. Masngut sangat ingin sekali bisa mengangkat harkat susu sapi segara Indonesia bersaing di tingkat internasional.

Masngut Imam Santoso memilki kehendak luhur untuk merealisasikan perbaikan tingkat konsumsi susu segar per kapita per tahun. Ia menyebut hal itu bukan pekerjaan mudah. Sebab, hingga hari ini Indonesia masih merupakan net importer susu. Impor bahan baku susu masih lebih besar dari ekspor produk susu.

Tetapi, bagaimanapun, upaya untuk mencapainya harus dimulai dari sekarang dengan cara paling mendasar, yaitu meningkatkan populasi sapi perah, melakukan pembibitan sendiri, serta meningkatkan produktivitas ternak melalui perbaikan manajemen pengelolaan dan seleksi bibit yang baik.

Peternakan sapi perah nasional harus dibangun secara sistematis dan berkelanjutan demi mencukupi kebutuhan susu dalam negeri yang terus meningkat.

Kata Masngut, wacana yang pernah dilontarkan oleh Menteri Pertanian untuk mewujudkan Indonesia sebagai kolam susu, menjadi detak jantung semangat optimisme APSPI untuk membangkitkan peternakan sapi perah nasional. Melalui Dirjen Peternakan, pencanangan swasembada daging, yang lalu diubah menjadi program kecukupan daging tahun 2010, kata Masngut perlu pula direspon positif oleh semua pemangku kepentingan peternakan sapi.

Demi mewujudkan Indonesia sebagai kolam susu dan kecukupan daging, Masngut meminta supaya disepakati bersama jangan dilakukan dengan mengandalkan impor bakalan ataupun impor daging.

Sebab, hal itu tak memberikan nilai tambah pada peternakan sapi dalam negeri. Malahan bisa membunuhnya.

Strategi Pengembangan

“Yang pasti kita harus memulai dari perbibitan dulu, baru produksi kemudian,“ ujar pendiri Santoso Farm, yang terletak di Blitar, Jawa Timur, ini.

Masngut mengatakan peternakan mempunyai andil yang cukup besar dalam pembangunan bangsa sebagai Penggerak Perekonomian Pedesaan ; Penyerap tenaga kerja; Penghasil Devisa Negara ; Menyehatkan dan mencerdaskan anak bangsa.

“Kami dari Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) tentu ingin berpartisipasi dalam pembangunan bangsa Indonesia. Di suatu saat nanti kita harus bisa menjadi tuan rumah di dalam negeri sendiri,“ kata Msngut, ayng berbicara usai menyaksikan pelantikan pengurus lengkap APSPI Provinsi Jawa Barat. Kepengurusan yang beru terbentuk ini dipimpin oleh Syaykh AS Panji Gumilang sebagai Ketua Umum.

Masngut mengatakan hampir 90 persen peternakan sapi perah dimiliki oleh peternakan rakyat. Sisanya, hanya 10 persen yang diusahakan oleh peternakan berbadan usaha perusahaan terbatas.

Peternakan sapi rakyat dikelola secara tradisional. Rata-rata kepemilikian mereka hanya 3-5 ekor per peternak, dengan rata-rata tingkat produksi susu segara 5-10 liter per ekor/hari. Tak heran apabila produksi susu segar dalam negeri hanya mampu memasok 30 persen dari kebutuhan industri pengeolah susu (IPS). Sisa terbesarnya 70 persen diimpor dari berbagai negara.

Berdasarkan peta itu Masngut menyebutkan masih tersedia kesempatan yagn luar biasa besar bagi peternak sapi perah dalam negeri untuk menambah pasokan ke IPS. Belum lagi bila ingin mewujudkan peningkatan tingkat konsumsi susu menjdi 7,2 kologram per tahun per kapita.

“Para peternak sapi perah berharap di suatu hari nanti produksi susu dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan bahan baku susu segar IPS sebesar 50 persen, atau bahkan 100 persen,“ kata Masngut optimis.

Masngut menyebut, sejumlah hal penting yang harus dilakukan peternak bila ingin maju. Yaitu, perbaikan manajemen untuk mendukung optimalnya produksi ternak; Meningkatkan populasi sapi perah dalam negeri dengan memulai dari usaha pembibitan sendiri; Memiliki standarisasi harga susu yang layak diterima peternak; Dan ada pengawasan kualitas konsentrat sapi perah yang beredar di pasaran.

Selama ini peningkatan populasi dengan melakukan pembibitan menghadapi kendalam biaya produksinya yang mahal, serta nilai investasinya tinggi tetapi keuntungan yang dihasilkan sangat sedikit.

Masngut menawarkan solusi, pemerintah harus segera mengeluarkan paket tersendiri untuk merangsang pihak swasta terjun ke bisnis pembibitan sapi perah.

Peternak tradisional, secara tidak langsung sesungguhnya sudah melakukan pembibitan namun belum terarah dan terprogram secara baik. “Kami dari Asosiasi Peternak Sapi seyakin-yakinnya, peternak sekaligus menjadi pembibit bila didukung dengan pemodalan maka program peningkatan populasi akan tercapai,“ kata Masngut.

Masngut mempunyai skema menjadikan “Indonesia Kolam Susu“. Yaitu, setiap pemerintah daerah yang wilayahnya potensial untuk pengembangan sapi perah (hingga pemerintah pusat), itu berkenan menyisihkan 1-2 persen dari APBD (APBN) nyauntuk diinvestasikan di pembibitan sapi perah. Apabila sebuah daerah mempunyai APBD Rp 8000 miliar, disisihkan 1,5 persen tau Rp 12 miliar saja untuk investasi pembibitan sapi perah, maka daerah itu akan bisa membeli sebanyak 1.000 ekor sapi induk senilai Rp 10 miliar (harga rata-rata sapi induk Rp 10 juta/ekor), dan Rp 2 juta untuk program riring. Apabila rata-rata harga pedet (anak sapi) Rp 1,5 juta maka akan dapat digunakan untuk membeli pedet sebanyak 1,333 ekor.

Pemerintah daerah bisa memilah investasinya separuh atau Rp 5 miliar untuk pengusaha pembibitan sapi perah, sisanya separuh lagi Rp 5 miliar untuk peternakan sapi perah rakyat.

Karena keuntungan bisnis pembibitan sapi perah tergolong sangat rendah. Masngut menyarankan peternak haya dikenakan bunga rendah, semisalnya 2-4 persen atau ambil maksimalnya 4 persen pertahun. Jangka waktu pengembalian ditetapkan lima tahun dengan grace periode dua tahun. Jadi peternak dapat memulai mengangsur pada tahun ketiga, keempat dan pata tahun kelima sudah terlunasi.

Peternak dapat menjual anak sapi pada tahun pertama untuk digunakan sebagai angsuran pada tahun ketiga, menjual anak tahun kedua untuk angsuran tahun ke empat, dan menjual anak tahun ke tiga untuk angsuran pada tahun kelima.

Masngut mengajukan sejumlah kriteria bagi pengusaha pembibitan yang berhak memperoleh kredit dimaksud. Yaitu, peternak harus sudah berpengalaman di bidang pembibitan sapi perah; Mempunyai kandang; memiliki lahan rumput; Memiliki ijin; dan Memilki jaminan. “Paket yang kami usulkan adalah 50-100 ekor sapi setiap pengusaha,“ kata Masngut.

Syarat berbeda diusulkannya bagi peternak sapi rakyat. Yaitu, memilki kemauan dan kemampuan; Memilki kandang; dan Memilki jaminan tetapi apabila tidak ada, bisa diwakili oleh kelompoknya masing-masing di mana satu kelompok peternak satu jaminan yang sesuai. Di sini paket yang diusulkan ke setiap peternak adalah 2-4 ekor sapi, atau bisa lebih sesuai kemampuan masing-masing peternak.

Untuk merangsang petani supaya bergairah beternak sapi perah, harga susu segar di tingkat peternak perlu dijaga pada tingkat harga ideal, berkisar antara Rp 1.900 – 2.150 per liter.

Dengan rangsangan harga, ini secara otomatis akan menyemangati peternak menambah kepemilikan sapinya. Demikian pula pihak-pihak lain bisa tergiur untuk turut beternak sapi perah.

“Harapan kami program ini dapat berjalan setiap tahun. Jadi setiap tahun pemerintah daerah mengeluarkan 1.000 ekor sapi. Bila program ini bisa berjalan dengan baik maka selama lima tahun yang akan datang pertambahan populasi cukup menggembirakan, dapat membantu pemerintah swasembada daging serta mewujudkan Indonesia sebagai kolam susu,“ kata Masngut.

Populasi Cepat Bertambah

Masngut Imam Santoso mengestimasi, dengan perbaikan manajemen secara keseluruhan ditargetkan pedet yang dilahirkan dengan selamat sampai dewasa dapat mencapai sebanyak 60 persen dari jumlah induk.

Untuk menunjang percepatan populasi sapi perah dianjurkan perkawinan dilakukan secara inseminasi buatan (IB), dengan keharusan menggunakan straw berjenis kelamin tertentu.

Dengan demikian pedet yang lahir berkelamin betina akan sebanyak 60 persen dari total angka kelahiran selamat (60 persen dari induk), dan yang berkelamin jantan 40 persen juga dari total angka kelahiran (60 persen dari induk).

Masngut mengestimasi laju pertambahan populasi sapi perah di setiap daerah sebagai berikut:

Pada tahun pertama jumlah induk 1.000 ekor, jumlah kelahiran pedet 600 ekor, jumlah pedet jantan 240 ekor, dan jumlah pedet betina 360 ekor.

Pada tahun kedua, jumlah induk 1.000 ekor, jumlah pejantan 240 ekor, jumlah dara 360 ekor, kelahiran pedet 600 ekor, pedet jantan 240, dan pedet betina 360 ekor.

Pada tahun ketiga, jumlah induk 1.360 ekor, pejantan 480 ekor, dara 360 ekor, kelahiran pedet 816 ekor, pedet jantan 326 ekor, dan pedet betina 490 ekor.

Pada tahun keempat, jumlah induk 1.720 ekor, jumlah pejantan 806 ekor, dara 490 ekor, kelahiran pedet 1.032 ekor, pedet jantan 530 ekor, dan pedet betina 619 ekor.

Pada tahun kelima, total jumlah induk sapi sudah mencapai 2.210 ekor, jumlah pejantan 1.219 ekor, jumlah dara 619 ekor, jumlah kelahiran pedet 1.326 ekor, jumlah pedet jantan 530 ekor, dan jumlah pedet betina 796 ekor.

Dari jumlah induk sapi tersebut, Masngut mengatakan bisa diperoleh produksi susu pada tahun pertama 3 juta liter, tahun kedua 3 juta liter, tahun ketiga 4.080 juta liter, tahun keempat 5.160 juta liter, dan tahun kelima 5.160 juta liter, dan tahun kelima 6.630 juta liter.

Kata Masngut, usulan asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) ini dapat menjadi bahan masukan bagi Departemen Pertanian untuk menentukan program pengembangan sapi perah di seluruh Indonesia.

“Dukungan dari semua pihak baik pemerintah, IPS, koperasi persusuan dan semua peternak sapi perah sangat dibutuhkan untuk mewujudkan keinginan luhur mewujudkan peternakan sapi perah yang tangguh dan berdaya saing,“ kata Masngut Imam Santoso.
(Sumber :Lentera - Majalah Berita Indonesia – Edisi 35/2007)
Bacaan Selanjutnya!

Dari Jawa Timur Mengangkat Harkat Peternak Sapi Perah

Cikal Bakal Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia

Pemerintah Indonesia mencanangkan dua program brilian sekaligus; Program Indonesia Swasembada Daging dan Program Indonesia Kolam Susu.

Yang pertama terkait isu penyediaan sapi potong, ditargetkan Indonesia dapat memenuhi sendiri kebutuhan daging. Program itu berangkat dari kondisi kekinian, di mana setiap tahun Indonesia masih melakukan impor sapi potong 400 ribu ekor per tahun dari luar khususnya Australia.

Program kedua “Indonesia Kolam Susu“ terkait dengan isu pembibitan sapi perah untuk menyediakan bahan baku susu yang mencukupi dan berkualitas untuk Industri Pengolah Susu (IPS).

Potret kekinian industri sapi perah rakyat rupanya masihlah sebuah ironi besar. Para peternak yang memilki sapi perah dalam jumlah relatif kecil, itu harus berhadap-hadapan dengan IPS yang memiliki posisi tawar tinggi. Rata-rata peternak sapi perah hidup masih dalam kondisi memperihatinkan, hingga tak berdaya berhadapan dengan IPS.

Fakta di tahun 2005 lalu menunjukkan, hanya 550 ribu ton susu sapi segar atau 30 persen saja kebutuhan bahan baku IPS yang bisa dipasok oleh industri sapi perah rakyat, dari total kebutuhan dalam negeri yang mencapai 1,850 juta ton (tahun 2007 diperkirakan sudah melebihi dua juta ton). Berarti sebanyak 1,300 juta ton kebutuhan bahan baku susu segar masih harus diimpor.

Kendati pasokan susu segar dalam negeri itu sedikit saja, harganya ditingkat peternak ternyata merupakan yang termurah di dunia, hanya Rp 2.200/liter. Bila dibandingkan dengan harga pasaran di luar negeri, susu segar sejenis di Amerika Serikat sudah mencapai 34 sen dollar AS atau setara Rp 3.400/liter, dan yang termurah di Selandia Baru 28 sen dollar AS per liter.

Tetapi, giliran susu segar sudah berupa produk jadi, rakyat sebagai konsumen harus bersedia membelinya dengan harga yang tertinggi di dunia. Terbuktilah, Indonesia merupakan sebuah negara dengan tingkat konsumsi gizi terendah kedua di Asia, yang hanya mengonsumsi gizi 5,2 gram per kapita/ hari.

Padahal, kata Don P Utoyo seorang konsultan peternakan, sesuai standar Gizi Nasional 2002, tingkat konsumsi gizi nasional dalam tempo lima tahun ke depannya (dimulai sejak 2002) ditetapkan harus sudah mencapai minimal 6,5 gram/kapita/hari.

Tetapi pada tahun 2006 Don mengatakan realisasi tingkat konsumsi gizi, termasuk di dalamnya gizi asal protein hewani seperti daging, telur dan susu masih 5,2 gram per kapita/hari, atau nomur dua terbawah di Asia.

Don yang mantan direktur pembibitan pada Ditjen Peternakan Departemen Pertanian mengatakan, apabila peranan susu dalam memasok konsumsi gizi mencapai 0,75 gram per kapita/hari, kontribusi susu sapi asal dalam negeri di situ hanyalah 0,225 gram per kapita/hari.

Tidak mengherankan pulalah apabila tingkat kekebalan tubuh warga semakin hari semakin menurun saja, yang lalu berdampak pada semakin mudahnya berbagai jenis penyakit disebarkan oleh virus menjangkiti warga.

Bahkan yang lebih fatal lagi, kekurangan makanan bergizi berupa protein hewani asal ternak seperti daging dan susu, telah membatasi pula kemampuan otak manusia untuk berpikir dan bekerja lama.

Don, yang berbicara dalam “Sarasehan Sapi Perah“ di Kampus Al-Zaytun, Indramayu, dengan makalahnya yang diberi judul “Tantangan Bermimpi Revolusi Putih di Indonesia“ membuat pendekatan produk untuk menggambarkan harapan di tahun 2010 saat sudah dicapai “Indonesia Kolam Susu

Disimulasikannya, pada tahun 2010 populasi penduduk Indonesia diperkirakan sudah mencapai 240 juta orang, dengan asumsi laju pertumbuhan penduduk 1,5% per tahun.

Dengan laju pertumbuhan sapi perah 10% per tahun akan diperoleh produksi susu 750.000 – 800.000 ton per tahun. Tingkat produksi susu dalam negeri sebesar itu masih kalah jauh dengan total konsumsi susu, yang tahun 2010 akan mencapai 2.400.000 ton per tahun.

Karena itu, untuk mencapai “Indonesia Kolam Susu“ harus diproduksi bibit sapi perah sebanyak 100 ribu ekor, sehingga diperoleh angka ideal populasi susu sapi perah sebanyak 500.000 – 600.000. Saat itu tingkat konsumsi susu akan mencapai 12,5 kg/tahun, atau setara konsumsi gizi 1,0 gram per kapita/tahun.

Dari sumbangan susu sebesar 1,0 gram per kapita/ tahun terhadap konsumsi gizi per kapita/ tahun tersebut, kata Don berbicara usai pelantikan Pengurus Daerah Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) tingkat Jawa Barat, yang diketuai oleh Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang, total protein hewani jadinya akan lebih dari 6,5 gram per kapita/ hari.

Berdayakan Peternak Sapi Perah

Posisi tawar peternak sapi perah rakyat di Tanah Air begitu lemah saat berhadap-hadapan dan bernegoisasi dengan Industri pengolah susu (IPS). Bahkan, kesejahteraan para peternak sapi perah sesungguhnya sangat memprihatinkan sekali.

Keprihatinan hidup itu berakibat pula pada populasi sapi perah yang semakin menurun. Standar kualitas susu segara yang dihasilkan turut pula menurun sehingga kalah bersaing dengan bahan baku susu impor.

Belum lagi soal produktivitas dari sebelumnya bisa diperoleh 10-15 liter susu/hari/ekor, turun menjadi hanya delapan liter per hari. Banyak pula sapi perah yang terpaksa dialihkan menjadi sapi potong.

Don P Utoyo saat masih menjabat sebagai birokrat pernah mengkampanyekan peningkatan populasi sapi perah. Dimulai dari angka populasi 300 ribu ekor sapi, setahun kemudian bergerak naik menjadi 320 ribu ekor lalu 330 ribu ekor, hingga tahun 2005 diperoleh angka sudah mencapai 350 ribu ekor sapi.

Tetapi setelah Don pensiun tiga tahun lalu, dalam usia 60 tahun, ia melihat di tahun 2007 populasi sapi perah itu sudah menurun kembali ke angka 330 ribu ekor.

Adalah seorang peternak sapi perah asal Blitar, Haji Masngut Imam Santoso yang pada bulan April tahun 2004 lalu mengambil prakarsa mengumpulkan para peternak sapi perah se-Jawa Timur ke dalam sebuah organisasi.

Saat itu Jawa Timur merupakan salah satu sentra produsen susu sapi segar terbesar di Tanah Air, yang memiliki populasi sapi perah sebanyak 137 ribu ekor terdiri dari anak sapi (pedet) dan sapi remaja (dara) ayng belum produktif, serte 60 ribu sapi indukan yang sudah produktif.

Perputaran roda ekonomi susu sapi perah Jawa Timur saat itu sudah mampu menghidupi 29.800 peternak, belum termasuk para anggota keluarga dan para pelaku bisnis penunjangnya.

Sejak Masngut mendirikan perkumpulan, rata-rata peternak sapi perah Jawa Timur mulai menyandarkan masa depannya pada asosiasi. Kecuali mereka yang masih terikat kontrak dengan koperasi susu, yang masih harus menyelesaikan perjanjian kotraknya hingga berakhir.

Peternak di sana sempat menghadapi kemelut besar tatkala sebuah pabrik susu terbesar di Surabaya memutuskan untuk tak lagi membeli susu sapi segar langsung dari peternak, kecuali lewat koperasi sekunder.

Sejak saat itu peternak tak lagi bisa bersikap independen berhadapan dengan pembeli yang monopolistik, sebab koperasi pengumpul nyatanya lebih berperan sebagai penguasa pasar, yang membentuk pasar susu sapi segar secara monopolistik dan monopsoni.

Saat itu IPS bersama koperasi menerapkan sistem kuota dalam pembelian susu dari peternak. Padahal sebelumnya, selam 29 tahun bermitra, antara peternak dengan IPS selalu bergandengan mesra.

Ada banyak kenikmatan yang lalu dapat dirasakan oleh para peternak yang bergabung dalam organisasi bentukan Masngut Imam Santoso. Seperti kenaikan harga susu sapi segar, hingga perluasan pangsa pasar yang mamapu menjangkau sampai ke Jakarta.

Kenikmatan itu pula yang memotivasi Masngut, seorang peternak otodidak yang belajar sendiri dengan prinsip trial-error untuk memperluas cakupan organisasinya. Ia kemudian mendeklarasikan berdirinya sebuah organisasi yang bertaraf nasional, diberi nama Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) atau Indonesia Dairy Farmer Association (ADFA)

APSPI resmi dibentuk di Solo Jawa Tengah pda tanggal 26 Februari 2007, dipimpin oleh H. Masngut Imam Santoso sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) APSPI, dan Suharto sebagai Sekertaris Jenderal.

Turut pula dipilih Ketua Pengurus Daerah di sejumlah provinsi seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang sendiri terpilih sebagai Ketua Pengurus Daerah APSPI Jawa Barat.

Kata Masngut, asosiasi APSPI diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup dan memperjuangkan aspirasi para peternak sapi perah di Tanah Air, yang hingga kini masih belum mendapat perhatian pemerintah.

“Kehadiran APSPI ini juga diharapkan bisa menjembatani hubungan antara peternak dan semua pihak, baik koperasi, industri pengolah susu (IPS) mapun pemerintah,“ urai Masngut.

Syamsul Bahri, Direktur Pembibitan pad Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian, turut hadir mewakili pemerintah pada saat deklarasi. Ia pun menyambut positif kehadiran APSPI. Syamsul menilai kehadiran asosiasi APSPI sangat penting karena selama ini belum pernah ada organisasi peternak sapi perah.

Syamsul Bahri juga berharap APSPI mampu menjembatani hubungan peternak dengan kalangan industri, serta mendorong peningkatan produksi susu nasional.

“Produksi susu nasional masih sangat rendah. Kebutuhan susu nasional yang bisa dipenuhi peternak sapi perah dalam negeri hanya sekitar 30 persen, sedangkan 70 persennya dari impor,“ ujar Syamsul.




STRUKTUR PENGURUS APSPI DAERAH JAWA BARAT

JABATAN N A M A DAERAH ASAL
Ketua Umum Syaykh AS Panji Gumilang Indramayu
Ketua H. Imam Supriyanto Indramayu
Ketua Dede Rahmad Parompong, Bandung
Ketua Efi Luthfillah Bogor
Ketua Ahmad Mufakir Indramayu
Ketua drh. Indah Fadhillah Indramayu
Sekertaris Umum Nawawi Indramayu
Wa. Sek. Umum Nur Kholish Indramayu
Bendahara Iskandar Saefulloh Indramayu
Wakil Bendahara Hilman Suaidy Indramayu
Litbang dr. Dani Kadarisman Indramayu
Litbang Dr. Bagus P. Purwanto Bogor
Litbang dr. Andi Murfi Bogor
Litbang dr. Afton Atabany Bogor

BIDANG KESEJAHTERAAN PETERNAK
Ketua Bidang H, Imam Supriyanto Indramayu
Wakil Ketua Ir. Asrs Rifa, MT Indramayu
Sekretaris Jajang Pengalengan, Bandung
Anggota Wayhudin Bandung
Anggota H. Teddy Sukabumi

BIDANG DISTRIBUSI PRODUKSI
Ketua Bidang Dede Rahmat Parompong, Bandung
Wakil Ketua Nurdin Abu Tsabit Indramayu
Sekretaris Ir. Susilo Budi Sukabumi
Anggota Juju Junaedi Ujung Berung, Bandung
Anggota Ratna Sukabumi
Anggota Mahfudin Bogor

BIDANG PAKAN DAN SARANA
Ketua Bidang M. Natsir Suaidy Indramayu
Wakil Ketua Ir. Tatan Setiasamsi Bogor
Sekretaris Riki Honang Bandung
Anggota Priatmana Muhendi Sukabumi
Anggota Cucu Wahyudin Bandung Barat
Anggota Uus Cideng, Bandung

BIDANG PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI
Ketua Bidang Efi Luthfillah Bogor
Wakil Ketua Irwanto Ciawi
Sekretaris Daian Hardiyanto Pengalengan, Bandung
Anggota Enceng Rohana Ujung Berung, Bandung
Anggota H. Endang Cianjur

BIDANG PEMULIAAN DAN PEMELIHARAAN TERNAK
Ketua Bidang Ahmad Mufakir Indramayu
Wakil Ketua drh. Nur Uningsih Indramayu
Sekretaris Kutut L. Pujadi Indramayu
Anggota Hendra Cibiru, Bandung
Anggota Ishak Garut

BIDANG KESEHATAN DAN REPRODUKSI
Ketua Bidang drh. Indah Fadillah Indramayu
Wakil Ketua Dadang Pengalenagan
Sekretaris Evia Kirana Indramayu
Anggota Supriyatna Bandung Barat
Anggota Slamet Sutrisno Lembang
Anggota Okky Cimahi, Bandung

(Sumber :Lentera - Majalah Berita Indonesia – Edisi 35/2007)
Bacaan Selanjutnya!

Al-Zaytun Gerakkan Peternakan Sapi Perah

Kampus Al-Zaytun sebagai pusat pendidikan terpadu yang menjadikan pendidikan sebagai gula dan ekonomi sebagai semut, semakin concern menggerakkan peternakan sapi perah. Hal ini dibuktikan dengan kesediaan Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang menjadi Ketua Umum Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) Daerah Jawa Barat.

Impian pendidikan terpadu mengilhami para eksponen Yayasan Pesantren Indonesia (YPI), selaku pengelola Kampus Al-Zaytun untuk mempersiapkan segala sarana dan prasarana di bidang pendidikan sekaligus pula di bidang ekonominya.

Kampus Al-Zaytun memang didesain sebagai pusat pendidikan sekaigus pusat ekonomi pertanian rakyat. Sebagai pusat ekonomi pertanian dalam arti luas, Kampus Al-Zaytun mempersiapkan lahan seluas 1.200 hektar untuk menjalankan konsep integrated farming.

Pembangunan Proyek Waduk Windu Kencana, yang mampu menampung air di musim hujan sehingga tidak perlu terjadi banjir, tetapi sekaligus mampu pula menyediakan air persawahan di saat musim kemarau, merupakan salah satu wujud dari tekad besar Al-Zaytun menuju integrated farming.

Kampus Al-Zaytun memulakan operasional pendidikan pada tanggal 1 Juli 1999, dan tak lama berselang tepat pada tanggal 27 Agustus 1999 diresmikan oleh Presiden Prof. Baharuddin Jusuf Habibie.

Ketika diresmikan jumlah peserta didik baru sebanyak 1.456 pelajar ditambah tenaga didik 135 orang. Memasuki sewindu usianya, Al-Zaytun sudah dihuni oleh siswa, mahasiswa, guru, dan karyawan sebanyak 13.579 orang yang tinggal menetap dalam Kampus. Jumlah ini masih di luar mahasiswa Universitas Terbuka (UT) sebanyak 5.203 orang, yang tinggal di luar tetapi datang ke kampus pada saat pelaksanaan tutorial khusus dan ujian semester.

Dengan sejumlah kebesaran yang dimiliki tak mengherankan apabila Al-Zaytun sebagai pusat pendidikan terpadu, dinilai dan diapresiasikan oleh Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS), Depdiknas Ace Suryadi sudah berkelas internasional.
Melantik APSPI Jawa Barat

Pembangunan sebuah kawasan peternakan sapi adalah salah satu bagian integral dari konsep integrated farming yang turut dikembangkan Kampus Al-Zaytun sedari awalnya. Hal ini dimaksudkan pula untuk memenuhi konsumsi daging, di mana Kampus Al-Zaytun rata-rata membutuhkan seekor sapi setiap hari.

Pengembangan peternakan sapi Al-Zaytun memanfaatkan teknologi termutakhir. Al-Zaytun tak henti-hentinya melakukan penelitian dan pengembangan di bidang peternakan sapi untuk mendapatkan mutu sapi yang terbaik.

Pelaksanaan inseminasi buatan (IB) misalnya, merupakan sistem perkawinan yang sudah sangat mudah dan murah diterapkan di Al-Zaytun, untuk menghemat biaya pemeliharaan sapi pejantan (Pemacek) dan dapat menghindari penurunan mutu genetik serta penularan penyakit kelamin.

Teknologi peternakan sapi yang paling banyak dikembangkan oleh Al-Zaytun adalah transfer embrio (TE). Sebab, teknologi ini sangat efektif untuk mempercepat populasi sapi perah berkualitas tinggi, dan perbaikan performa ternak (deploid). Dengan tranfer embrio dari seekor induk yang mempunyai mutu genetik tinggi, akan dapat diperoleh 15-20 ekor pedet atau anak sapi dalam setahun.

Dengan transfer embrio, dalam waktu lima tahun jumlah anak keturunan dan jumlah produksi susu akan meningkat empat kali lebih tinggi dibandingkan inseminasi buatan. Saat ini Al-Zaytun baru memiliki seribu ekor lebih sapi, diternakkan sebagai sapi potong dan sapi perah.

Kepedulian Al-Zaytun mengembangkan peternakan sapi dengan memanfaatkan teknologi paling mutakhir, memperoleh apresiasi yang tinggi pula dari berbagai kalangan. Terbuktilah saat berlangsungnya deklarasi pendirian Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (ASPI), di Kota Solo, Surakarta, Jawa Tengah, Senen 26 Pebruari 2007.

Di situ, Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang didaulat (diminta kesediaannya) untuk memimpin sebagai Ketua Pengurus Daerah (Pengda) APSPI Provinsi Jawa Barat.

Sebelumnya di tingkat pusat sudah terpilih sebagai Ketua Umum PP APSPI Haji Masngut Imam Santoso, seorang peternak sapi perah asal Blitar, Jawa Timur.

Untuk menjalankan roda organisasi, pada hari Minggu 25 Maret 2007 Ketua Umum APSPI Masngut Imam Santoso melantik pengurus lengkap APSPI Jawa Barat. Di sinilah Syaykh menghimpun seluruh kekuatan peternak dari berbagai daerah Jawa Barat, Khususnya Indramayu. (lihat Struktur Pengurus APSPI Daerah Jawa Barat).

Pelantikan pengurus selain dimaksudkan sebagai konsolidasi organisasi, juga untuk menajamkan visi untuk maju ke arah peningkatan populasi ternak di seluruh wilayah Jawa Barat.

APSPI, menurut Syaykh Panji Gumilang akan menghimpun seluruh peternak, demikian pula gabungan-gabungan peternak yang sudah lebih dahulu ada di Jawa Barat untuk dapat bekerja sama.

“Untuk itu mari kita tingkatkan populasi ternak dan jumlah peternak ASPI Jawa Barat ini. Kalau itu menjadi program, saya rasa itu program yang mahmud (terpuji),“ Syaykh mengajak segenap jajaran pengurus yang baru dilantik.

Menurut Syaykh, program APSPI Jawa Barat selanjutnya adalah peningkatan kualitas ternak dan produksi. “Kita, bila beternak dengan kualitas ternak yang tidak memadai hanya akan menghabis-habiskan dana untuk sesuatu yang tidak perlu. Maka kualitas sangat diperlukan. Di sinilah letak organisasi kita untuk bergerak dan masuk ke dalam peningkatan kualitas ternak dan produksi. Kita punya ternak, kita punya produksi, kita masuk lagi menciptakan pasar. Setelah tercipta pasar kita menciptakan lagi kecenderungannya, yaitu kecenderungan pasar terhadap produk peternak APSPI itu,“ ucap Syaykh.

“Sekali kita masuk ke Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI), maka kita harus mengajurkan apa yang dinamakan commercial oriented. Sehingga, apa yang dilakukan oleh peternak-peternak di bawah naungan APSPI, mempunyai margin (keuntungan) yang more (lebih), yang banyak menguntungkan. Maka 3 M harus dilakukan, yaitu more market, more market share, serta more margin,“ katanya.

Menurut Syaykh, kesejahteraan peternak sapi perah yang tergabung dalam APSPI hanya dapat diraih apabila ternaknya bagus, produksinya bagus, kualitasnya bagus, dan marginnya sudah banyak.

Dikatakan kesejahteraan peternak tidak tergantung kepada kebijakan pemerintah saja. “Kalau kita masih menggantungkan diri kepada pemerintah saja, maka asosiasi ini tidak punya makna apa-apa. Maka kita harus membangkitkan peternak itu sendiri, supaya mengerti bahwa beternak adalah menguntungkan,“ kata Syaykh.

“Mau memberi kredit, kita terima. Tidak memberi, kita minta,“ tambahnya. “Kita jangan mengharap. Kalau mengharap, bias kecewa. Kalau sudah kecewa, banyak perbuatan irasional yang akan tumbuh karena kekecewaan itu. Maka jangan pernah kecewa terhadap siapapun termasuk kepada pemerintah. Jangan kecewa sebab kalau kecewa bendera kita akan robek,“ pesan Syaykh.

Syaykh menyebutkan kesejahteraan anggota adalah ujung perjuangan asosiasi dan yang memperjuangkannya adalah anggotannya sendiri, bukan oleh orang lain. Sebab, tatkala kesejahteraan itu diperjuangkan oleh orang lain, maka segenap anggota menjadi orang yang ditentukan, bukan lagi yang menentukan. Di sinilah kemandirian organisasi memiliki makna yang sangat terhormat.

“Mandiri bukan berarti independen an sich, karena di dunia ini tidak ada yang mampu independen. Kita, yang dituntut adalah interdependen, yang saling bergantung kepada kehidupan yang ada ini. Kepada pemerintah jangan terlalu menggantungkan diri sehingga dependen, tapi juga jangan tidak perlu sebab itu juga tidak bagus. Tapi interdependen, kita memerlukan dan diperlukan,“ kata Syaykh.

Ada tiga syarat kesanggupan yang dimintakan Syaykh kepada seluruh seluruh anggota pengurus yang dilantik Ketua Umum PP APSPI Haji Masngut Imam Santoso dan disaksikan para pakar peternakan antara lain Ir Don P Utoyo, Prof Dr Pallawaruka, Guru Besar IPB, dan Dr Chalid Talib, Kepala Bidang Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian Puslitbang Peternakan, Deptan.

Yaitu, pertama, sanggup untuk duduk sebagai pengurus APSPI Jawa Barat; Kedua, sanggup untuk mendahulukan kepentingan peternak yakni kesejahteraan peternak dari yang lain-lainnya; dan ketiga, dalam mengemban tugas nantinya, tatkala keadaan pasang surut sanggup untuk tidak bertindak korupsi. Dengan suara serentak seluruh pengurus lantas menjawab “sanggup“.

Selain itu, untuk menjalankan roda organisasi yang mandiri Syaykh memintakan pula kesanggupan para anggota untuk memodali organisasi.

Sejumlah nama yang ditanyakan kesanggupannya berkenan menyumbangkan, mulai setara 100 liter susu hingga seribu liter. Bahkan Ketua Umum APSPI, Haji Masngut Imam Santoso turut berkenan memberikan sumbangan modal sebesar Rp 10 juta.
(Sumber :Lentera - Majalah Berita Indonesia – Edisi 35/2007)

Bacaan Selanjutnya!

Monday, April 02, 2007

Al-Zaytun Berdayakan Masyarakat Sekitar

Kampus Al-Zaytun memasuki tahun 1428 Hijriah menetapkan dua program utama sebagai garis besar pelaksanaan kegiatan tahunan. Pembangunan ekonomi pertanian dan pendidikan yang berhasil disenyawakan di Al-Zaytun makin diorientasikan ke luar yang dilaksanakan bersama-sama dengan masyarakat sekitar.

Program pertama adalah mengembalikan dan memelihara kesuburan lahan-lahan pertanian. Al-Zaytun dan masyarakat secara bersama-sama akan melakukan konsolidasi lahan, dengan cara menata lahan-lahan supaya lebih produktif dan terjaga ketersediaan sumber-sumber airnya.

Konsepnya adalah, setiap lahan yang digarap harus disisihkan 10 persennya untuk dibuat waduk penampungan air demi memastikan lahan dapat ditanami padi minimal dua kali dalam setahun, ditambah sekali menanam palawija seperti jagung, kacang dan sebagainya. Program ini di eksploitasi terus tetapi lupa menjaga keseimbangan nutrisi tanah.

Program kedua adalah melaksanakan kegiatan belajar-mengajar dengan masyarakat sekitar, salah satunya mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Melalui PKBM, Al-Zaytun memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat sekitar, khususnya generasi muda yang belum menyandang ijazah Sekolah Dasar (SD), SMP, dan SMA untuk mengikuti program pendidikan kesetaraan Kelompok Belajar (Kejar) Paket A (setara SD), Paket B (SMP), dan Paket C (SMA).

Sedangkan kepada generasi yang lebih tua diberikan kesempatan mengikuti program pendidikan keaksaraan, misalnya dengan pemberantasan buta huruf, mengikuti pelatihan keterampilan bertani, dan melatih sistem komunikasi ICT. Siapa saja orang tua yang belum bisa baca tulis, tetapi memilki anak sebagai TKI di Taiwan, misalnya, tatkala menerima surat atau kiriman uang ia sudah bisa membaca isi surat dan mengambil sendiri uang kiriman dari bank.

Al-Zaytun mendidik masyarakat bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah (Ditjen PLS), Departemen Pendidikan Nasional. Memasuki tahun 1428H, Al-Zaytun mensinergikan modal dan kekuatan internal yang sudah terbukti tanggu, dengan modal dan kekuatan eksternal dari masyarakat yang tak terselami kedasyatannya.

Al-Zaytun memperkokoh diri sendiri sebagai pusat pendidikan dan pengembangan budaya toleransi dan puat pengembangan budaya perdamaian. Bersama itu Al-Zaytun mulai pula menoleh ke masyarakat di samping kiri-kanannya untuk diajak bersama-sama maju lewat pembangunan ekonomi pertanian dan pendidikan. Maju dari sisi pangan dan pendidikan.

Dibahasakan Sederhana

Dua eksponen Al-Zaytun, yaitu Wakil Ketua Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) Imam Supriyanto, dan Sekertaris YPI Abdul Halim, mengutarakan kedua fokus utama program AL-Zaytun tersebut dalam bahasa sederhana yang mudah dicerna, tatkala berpidato dalam acara zikir dan tahlilan bersama di mesjid Al-Hayat, Al-Zaytun, Jumat (19/01) menjelang perayaan Tahun Baru Hijriah 1 Muharram 1428H.

Ribuan warga sekitar datang diundang oleh Syaykh AS Panji Gumilang sebagai tamu, untuk tahlilan dan zikir bersama. Selanjutnya, tatkala pulang mereka dibekali dengan pemberian boboko berupa makanan lengkap terdiri nasi 1,5 kilogram, lauk pauk daging, telur, bihun, tahu, tempe, serta sayur mayur, kerupuk dan buah-buahan.

Kepada mereka, Imam membahasakan kedua fokur utama Al-Zaytun selama 2007 sebagai pesan dari Syaykh AS Panji Gumilang. Lewat Imam pula Syaykh memohon maaf kepada warga tak bisa hadir untuk langsung memberikan tausyiah, karena sibuk mempersiapkan segala sesuatunya menyambut kedatangan tamu Wakil Presiden RI Muhammad Jusuf Kalla dan rombongan.

Kalla tahun ini turut bersama-sama dengan seluruh Civitas Akademika Al-Zaytun dan warga masyarakat untuk merayakan Tahun Baru 1 Muharram 1428 Hijriah, di Masjid Rahmatan Lil’Alamin. Imam mengatakan, untuk mengatasi kekeringan di tahun-tahun mendatang, Al-Zaytun yang memiliki lahan pertanian seluas puluhan hektar akan bekerja-sama dengan masyarakat bersama-sama membuat waduk penampungan air.

Masyarakat yang memiliki lahan pertanian jauh lebih luas dari milik Al-Zaytun, itu diajak Imam untuk mencontoh bagaimana Al-Zaytun menerapkan pola penyediaan air secara berkesinambungan. Caranya adalah dengan menyisihkan sepuluh persen dari setiap hektar lahan pertanian untuk dijadikan waduk penampungan air.

“Al-Zaytun punya waduk-waduk. Untuk setiap 10 hektar dibuat satu hektar waduk, dan untuk setiap 20 hektar dibuat dua hektar waduk. Jadi Al-Zaytun sepanjang tahun bisa menanam tiga kali. Terdiri dua kali menanam padi dan sekali menanam palawija,“ kata Imam, sambil meminta persetujuan warga agar bersedia mengikuti pola pertanian Al-Zaytun.

Ajakan itu tentu saja disambut hangat warga dengan suara koor raksasa berbunyikan “setuju...“. Dengan mendirikan waduk, kata Imam, lahan sawah akan terpelihara subur, tak pernah kekurangan air, dan masa tanam tak perlu terganggu. Ia menjelaskan, Al-Zaytun akan menyiapkan alat-alat berat untuk membangun waduk dibantu warga yang memegang cangkul.

Setiap RT akan mendata mana lahan yang bisa dijadikan wadukan. Warga yang tak punya lahan untuk dijadikan wadukan bisa memintanya ke pemerintah, atau Perhutani untuk dijadikan waduk. Atau tanah-tanah warga yang terletak di pinggir kali, di sepanjang Sungai Cibanoang, bisa diserahkan dulu ke Al-Zaytun untuk diperlebar dijadikan waduk. Baru kemudian nanti dimintakan penggantiannya dengan tanah di lokasi lain.

Menjelang 1 Muharram 1428H itu bumi Indramayu memang masih kekeringan. Tanah-tanah sawah masih garing dan terlihat pecah-pecah. Hujan masih enggan turun membasahi sawah. Maka itu Abdul Halim sangat bersuka-cita sekali tatkala mulai menyampaikan pidatonya hujan sudah turun.

“Alhamdullillah pada mala hari ini kita berdoa bersama untuk kesejahteraan kita. Dengan doa bersama alhamdullillah hujan turun. Jadi, kalau yang belum sempat tanam padi, karena menunggu hujan, pulang nanti bawa boboko lalu besok kita bawa bekal ke sawah untuk tanam padi,“ kata Halim mengawali pidatonya.

Abdul Halim membeberkan argumentasinya secara cerdas namun sederhana sehingga masyarakat tertarik mengembalikan dan memelihara kesuburan tanah. Ia memaparkan soal pertanian dalam bahasa keseharian sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat awam.

Kata Halim, dengan menanam padi bisa dihasilkan empat ton dalam satu hektar. Padi yang empat ton itu sebelumnya memperoleh makanan dari sari pati tanah. Karena itu, tanah, kalau tidak dikasih makan pasti tidak akan bisa menghasilkan hingga empat ton padi.

“Coba bayangkan kalau setiap tahun tanah kita tanami padi, jagung, atau kacang tetapi kita tidak mau kasih tanah makan. Lama-lama rusak tanah kita. Ayo, lama-lama hasilnya makin tinggi atau makin rendah,“ tanya Halim.

“Coba kalau kita mengambil hasil terus dari tanah, tanahnya tanpa pernah kita kasih makan sakit tidak itu tanah. Pasti akan sakit. Ingat itu, kita ambil empat ton dan tidak pernah kasih makan tanah. Harusnya tanah juga kita kasih makan empat ton, supaya nanti kita bisa ambil lima ton. Supaya tanahnya subur perlu tidak kita bersodaqoh ke tanah?“, Abdul Halim bertanya ke Audiens.

Halim menandaskan, supaya buminya memberikan hasil yang banyak, kita perlu yang namanya sodaqoh bumi. Sebagaimana Syaykh mengajak cara bersodaqoh, bagi petani sehabis panen jeraminya jangan dibakar tetapi dipendam ke dalam tanah. Maka jerami itu akan menjadi kompos dan menyuburkan tanah.

Tetapi yang lebih hebat sebab lebih subur hasilnya, adalah menanam kacang hijau dan menyebarnya ke seluruh tanah. Kira-kira saat mau berbuah atau panen, hancurkan pohon kacang hijau, jangan dipanen, tetapi biarkan dimakan bumi. “Maka, bumi kita akan makan daun, kacang hijau, jerami, dan semuanya bersatu dengan bumi lalu besok tanam padi dan akan menghasilkan yang berlipat. Dan itulah yang disebut bersodakoh bumi,“ kata Halim.

Tanggapan Warga

Seorang warga bernama Abdul Aziz kepada majalah Berita Indonesia menanggapi positif rencana Al-Zaytun fokus kepada dua program tahun ini. Ia menyebutkan, semula, di lingkungan Al-Zaytun banyak sekali warga yang masih awam di bidang pendidikan khususnya keagamaan. Mereka sama sekali tak mengerti hukum agama.

Aziz yang sudah bermukim di Desa Rancagangga sejak tahun 1993, itu melihat kehadiran Al-Zaytun telah memberikan banyak warna. Aziz yang sejak tahun 1983 berprofesi sebagai guru SD bidang agama, berharap agar masyarakat lingkungan Rancagangga bisa lebih mengerti soal hukum agama termasuk bacaan-bacaan Al-Quran.

“Dengan adanya Al-Zaytun memang respon masyarakat itu bagus. Tapi belum bisa diresapi masyarakat yang awam, itu saja,“ harap Aziz. Aziz mengatakan kebanyakan warga Rancgangga hidup bertani. Cara bertaninyapun hanya mengharapkan hujan dari langit. Saat musim kemarau selalu kekurangan air, banyak tanah nganggur. Padahal mereka rata-rata ekonomi lemah. Karena itu, Aziz sangat bersyukur bila Al-Zaytun membangun waduk-waduk.

“Kalau memang ada harapan begitu, kami dari Rancagangga lebih dari bersyukur dan sangat menerima. Bahkan, berdoa mudah-mudahan rencana ini bisa berjalan lancar,“ kata Aziz, yang sudah dua periode mengkhatamkan Al-Qu’an bagi anak-anak di Mushola Al-Barokah yang didirikannya di Rancagangga.

Kepala Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), Desa Mekar Jaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu Asmin JB melihat dari sisi keberhasilan Al-Zaytun mengangkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bidang pendidikan.

Asmin mengatakan keberadaan Al-Zaytun telah berhasil menaikkan rangking IPM Indramayu, dari yang terbawah menjadi urutan keenam untuk tingkat Jawa Barat. “Menurut saya semuanya ini disudutkan ke masalah pendidikan,“ kata Asmin, menyebut sektor pendidikan telah mengangkat pamor Indramayu naik di tingkat provinsi.

Asmin juga sangat setuju rencana Al-Zaytun untuk fokus ke dua hal, pembangunan ekonomi pertanian dan pendidikan luar sekolah. “Mudah-mudahan dengan rencana tadi terangkat semuanya. Biar bagaimanapun harus dimulai dari pendidikan. Kalau tidak ditempuh dengan pendidikan rada susah ini,“ cetus Asmin.

Asmin mengatakan pada tahun 2000 sekitar 40 persen warganya masih buta aksara. Tetapi sekarang sudah tinggal sekitar 10 persen, atau paling banter 15 persen saja, itupun umurnya sudah 50-60 tahun.

Sebagai Kepala PMD Desa Mekar Jaya Asmin bertugas merancang sekaligus melaksanakan pembangunan desa. Termasuk mengangkat potensi ekonomi daerah, misalnya tentang pola pertanian yang baik atau mencari bahan galian – C.

Tugasnya diistilahkan “mencetak“ uang desa. Itulah sebabnya Asmin sangat setuju sekali Al-Zaytun mengajak masyarakat bergerak membenahi lahan ekonomi pertanian dan memajukan pendidikan masyarakat sekitar.
(Sumber :Lentera - Majalah Berita Indonesia – Edisi 33/2007)

Bacaan Selanjutnya!