Monday, June 09, 2008

Al-Zaytun Sumber Inspirasi


Bagian Pertama
Oleh : Ch Robin Manulang

Setiap kali mengunjungi Al-Zaytun, kami selalu menemukan inspirasi yang menjadi pencerahan dan guide to action untuk berbudaya toleransi dan perdamaian. Juga menjadi ilham dalam pengejawantahan demokrasi dan interdependensi dalam interaksi sosial dan pengungkapan dalam tulisan. Inspirasi (ilham) yang memberi jawaban, bagaimana agar setiap orang (penulis) melalui karyanya menjadi berguna bagi sesama dan garam bagi dunia serta rahmat bagi semesta alam.

Di tempat ini (Al-Zaytun) bertaburan cahaya butir-butir inspirasi yang memancar dari hasil karya orang-orang beriman (hamba Allah). Al-Zaytun dibangun dan dikelola oleh orang-orang beriman (Islam). Maka, bagi Anda yang ingin berguna bagi sesama dan rahmat bagi semesta alam, jika Anda kesulitan menemukan inspirasi di tempat lain, datanglah ke Ma'had (Kampus) Al¬-Zaytun. Kami mungkin dikira terlalu berpro¬mosi tentang lembaga pendidikan Is¬lam, Al-Zaytun, yang berlokasi di pelosok Desa Mekar Jaya, Gantar, Indramayu, Jawa Barat. Tetapi, izinkan kami mengemukakan panda¬ngan dan pengalaman, setiap kali berkunjung ke Al-Zaytun. Kami menyadari, setiap
orang tentu mempunyai pandangan dan menjalani pengalaman sendiri, yang mungkin berbeda dari orang lain. Bahkan bisa mungkin sisi pandang dan pengala¬man kami tidak selalu persis sama seperti dimaksudkan atau dipahamkan oleh Syaykh dan eksponen Al-Zaytun sendiri.

Sebelum lebih jauh bertutur perihal ca¬haya butir-butir inspirasi di Al-Zaytun, alangkah baik dipaparkan apa arti dan makna inspirasi yang kami maksudkan dalam konteks ini? Kamus Umum Bahasa Indonesia yang disusun oleh WJS Poerwadarminta (cetakan kelima, 1976), mengartikan inspirasi sebagai ilham; bisikan. Ilham berarti: (1) petunjuk yang datangnya dari Tuhan yang terbit di hati; (2) sesuatu yang menggerakkan hati untuk...

Pengertian inspirasi (inspiration) yang lebih lugs terdapat dalam World Book Dictionary (edisi 1978) yaitu: (1) the in¬fluence of thought and strong feelings on actions, especially on good actions; (2) any influence that arouses effort to do well; (3) an idea that is inspired; sudden brilliant idea; (4) a suggestion to an¬other; actor causing something to be told or written by another; (5) God's influence on the mind or soul of man; divine influ¬ence; (6) a breathing in; act of drawing air into the lungs; inhalation.

Sementara dalam bahasa Latin, perkataan inspirasi berasal dari dua kata yaitu in dan spiro yang secara harfiah berarti menghembuskan ke dalam. Arti yang hampir sama dalam bahasa Ibrani, kata inspirasi adalah neshama dan nismah yang berarti nafas. Dalam bahasa Arab kata inspirasi adalah fikrah berarti ide, pikiran atau pergerakan pikiran dalam otak.

Jadi, inspirasi (ilham, yang menggerak¬kan hati dan pikiran) secara intuisi bisa dimaknai semacam nafas, bisikan dan penglihatan yang amat tajam dan meng¬gerakkan (memengaruhi) hati dan pikiran seseorang (penulis) untuk berkemampuan berimajinasi atau mengembangkan perasaan dan pandangannya.

Inspirasi juga bermakna pencerahan (iluminasi) berupa petunjuk dari Tuhan yang terbit di hati dan pikiran sehingga meningkatkan kemampuan pikir, ide, gagasan, perasaan dan imajinasi sese¬orang. Kemudian secara dinamis, se-se¬orang (penulis) itu mampu mengem¬bangkan visi, prinsip dan kepribadian da¬lam memilih kata dan cars mengung¬kapkannya.

Sehingga pengungkapannya berman¬faat untuk menyatakan setiap perbuatan baik, dan pada waktunya menyatakan ke¬salahan, untuk memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran, pe¬nuh toleransi (interdependensi) dan cinta perdamaian. Hal mana seseorang yang di¬ilhami (terinspirasi) itu diperlengkapi un¬tuk setiap perbuatan baik, berguna bagi sesama dan rahmat bagi semesta alam.

Barangkali implementasi inspirasi dan prinsip dalam penulisan (pengungkapan kata, pernyataan dan berita) seperti ini bisa disebut sebagai jurnalisme rahmatan lil alamin dan/ataujurnalisme terang dan garam dunia. Berguna (menggarami) dan rahmat bagi semua, tanpa batas agama, ras, suku dan golongan.

Demikianlah pemaknaan inspirasi, yang cahaya dan butirannya kami temukan bertaburan di Al-Zaytun. Tentu saja, Al-Zaytun bukanlah satu-satunya tempat di mana kita bisa menemukan selaksa ilham (inspirasi). Di banyak tem¬pat yang cinta perdamaian, menghormati persamaan dan perbedaan dalam interak¬si yang interdependen, toleran, mencintai alam lingkungan, mencerahkan dan anti kekerasan serta taat, takut dan taqwa ke¬pada Sang Pencipta, Allah Yang Maha Ku¬asa, pastilah kita dengan mudah mem¬peroleh ilham (inspirasi) seperti dimaksud di atas.

Boleh dinikmati, di semua tempat yang cinta damai, mengembangkan budaya to¬leransi dan perdamaian, seperti halnya Al¬-Zaytun, tempat itu laksana gudang atau buku hidup (kamus) inspirasi baru. Tidak dengan maksud membandingkan apalagi mempersamakan, melainkan hanya untuk menginspirasikan, manakala seseorang membaca kitab suci (sesuai kepercaya¬annya) secara sungguh-sungguh, pastilah dia akan menemukan inspirasi baru. Su¬dah pun pernah dibaca berulang kali, se¬tiap kali dibaca lagi, akan melahirkan inspirasi baru.

Barang kali baik jugs dinikmati, sesuatu (tempat atau visi, ide dan karya) yang cin¬ta damai, setiap kali dikunjungi atau diba¬ca, dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih, Insya Allah jika Allah ber¬kehendak), di situ akan ditemukan ins¬pirasi baru (inspirasi seperti dimaksud di atas).

AI-Zaytun Sumber Inspirasi

Dalam tugas keseharian kami, sebagai wartawan, mengelola Website Tokoh Indonesia.Com - sebuah media online yang tengah dibangun menjadi Ensiklopedi Tokoh Indonesia Online dan diterbitkan sejak tanggal 20 Mei 2002 bertepatan Hari Kebangkitan Nasional setiap hari kami menerima banyak surat, terutama melalui e-mail. Isi dan maksud surat-surat itu beragam, baik berupa sa¬ran, pendapat dan pertanyaan maupun kritik. Surat yang banyak dan beragam itu, bagi kami, juga merupakan sumber inspirasi yang sangat berharga.

Setiap surat itu, apa pun isi dan maksudnya, apalagi yang bersifat membangun, kami maknai sebagai darah baru untuk membangkitkan semangat kerja dan kreativitas. Banyak surat itu menjadi sumber inspirasi bagi setiap crew, terutama redaksi. Sehingga dalam rapat redaksi, diambil satu keputusan bahwa setiap crew, terutama redaksi, wajib membaca surat-surat itu setiap hari.

Kami menyambut dan merespon semua harapan, saran dan kritik dalam surat¬surat itu. Di antaranya, saran untuk me¬nampilkan sosok, biografi, tokoh terten¬tu. Salah satu tokoh yang disarankan agar biografi dan karya-karyanya ditampilkan dalam website itu adalah Syaykh AS Panji Gumilang, pimpinan Ma'had Al-Zaytun. Dia disebut sebagai seorang tokoh feno¬menal berkaliber dunia. Kendati ada juga surat yang menyampaikan pendapat berbeda. Ada yang mengaitkannya dengan NII (Negara Islam Indonesia) dan lain se¬bagainya. Terjadi silang pendapat dalam surat elektronik (e-mail) terbuka yang kami terima kala itu.

Sebelumnya, memang kami sudah per¬nah mendengar kontroversi tentang Syaykh Al-Zaytun ini. Tetapi, saking ba¬nyaknya orang berbicara tentang keburu¬kan orang lain, bahkan menghujat dan menghakimi orang lain, terutama sejak awal reformasi 1998, sebagai manusia bia¬sa juga sebagai seorang jurnalis, kami menjadi memilih lebih tertarik pada hal hal yang banyak menyatakan kebaikan o-rang lain, tidak hanya menyatakan kesa¬lahannya, apalagi bila kesalahan itu tidak (belum tentu) pernah dilakukannya atau sudah sangat lama atau hanya perbedaan pemikiran, faham dan pandangan.

Lagi pula, bagi kami, untuk menyong¬song ke depan dan menjemput masa depan, tidak perlu selalu berorientasi ke be¬lakang. Kalaupun ada kalanya perlu me¬noleh ke belakang hanya untuk mengasah kebajikan yang berorientasi kekinian dan masa depan yang lebih baik. Bukan malah menafikan kekinian dan masa depan hanya karena masa lalu. Biarlah masa lalu sebagai bagian dari sejarah yang mem¬bimbing setiap orang lebih memiliki kebajikan dan kebijakan menjalani hidup kekinian dan menjemput masa depannya.

Boleh saja, di mata jurnalis lain atau orang lain, hal itu telah menjadi kelema¬han kami dalam menyikapi perkembang¬an baru (pasca reformasi). Namun, bagi kami, biarlah kelemahan itu menjadi ke¬kuatan. Kami ingin mengembangkan jur¬nalisme yang bermanfaat untuk me¬nyatakan perbuatan baik, dan pada sa¬atnya juga menyatakan kesalahan untuk memperbaiki kelakuan serta mengajar dan mendidik orang dalam kebenaran de¬mi masa depan yang lebih baik. Dengan demikian para jurnalis mutlak diper¬lengkapi untuk setiap perbuatan baik se¬cara tulus, bijak dan interdependen, baik itu tatkala menyatakan kesalahan.

Maka bagi kami, sesungguhnya kala itu, surat yang menyatakan bahwa Syaykh AS Panji Gumilang sebagai seorang tokoh fe¬nomenal berkaliber dunia, telah cukup kuat mendorong kami untuk segera bisa menulis kiprah tokoh ini di website Tokoh Indonesia dan Majalah Tokoh Indonesia.

Apalagi, salah satu surat itu dari seseorang yang bernama Ryutaro berbunyi: "Saya harap Tokoh Indonesia mengupasnya dengan suci." Pernyataan dan harapan Ryutaro ini juga ditimpali pembaca (penulis surat) lainnya, tatkala kami dipersalahkan para pembaca lainnya lantaran selalu menonjolkan perbuatan baik orang lain (si tokoh): "Hanya orang yang berhati mulia yang mampu mengapresiasi kebaikan orang lain, seperti yang dilakukan Tokoh Indonesia." Memang, salah satu kebiasaan buruk manusia (animal) adalah gemar membi¬carakan (gossip) kesalahan, kelemahan dan keburukan orang lain dan malah eng¬gan membicarakan kebaikan, kelebihan dan kebenaran orang lain.

Ya, memang itu juga menjadi misteri manusia yang semuanya memiliki sisi baik dan buruk (jahat). Yang membedakannya adalah ke¬mauan dan kemampuan seseorang me¬ngedepankan sisi baiknya dan menekan sisi jahatnya. Maka ajaran agama menjadi amat penting untuk membimbing manusia ke arah sisi baiknya, berhati mulia.

Pernyataan berhati mulia ini sungguh suci untuk menginspirasi (mengilhami) kami untuk segera mengirim surat via pos permohonan wawancara kepada Syaykh Panji Gumilang. Dan, berselang kurang dari sepekan, kami jugs pantas berbesar hati dan berbahagia, karena tokoh dimaksud merespon sangat terbuka Surat permohonan wawancara kami.

Kamis, 19 Februari 2004, adalah hari pertama kami berkesempatan menginjak¬kan kaki di Al-Zaytun dan wawancara dengan Syaykh Panji Gumilang. Berangkat pagi subuh dari Jakarta, kami disertai Sdr Mangatur Paniroy dan Marjuka Situmorang, menempuh perjalanan selama kurang lebih empatjam menuju Desa Gantar, Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.

Kala itu, sama seperti kini, jalanan dari Haurgeulis menuju Al-Zaytun harus dilalui dengan kecepatan lambat karena berlubang-lubang. Entah kenapa Pemkab Indramayu atau Pemprov Jawa Barat membiarkan jalan ini sering rusak. Ketika kembali dari A]-Zaytun malam harinya melintasi jalan berlubang ini, kami kurang beruntung. Ban depan mobil kami bocor terkelupas batu tajam.

Jalan ini pernah dipoles tatkala Presiden BJ Habibie melintasinya untuk me¬resmikan Ma'had Al-Zaytun, 27 Agustus 1999• Habibie dan rombongan datang de¬ngan naik Kereta Api Argo Bromo dari Stasiun Gambir sampai ke Stasiun Haur¬geulis. Presiden dan rombongan melan¬jutkan perjalanan menuju kompleks Al-Zaytun dengan naik mobil. Maka, bebe¬rapa hari sebelum Presiden Habibie datang, Pomprov Jawa Barat buru-buru memoles jalan itu. Setelah itu, hanya ditambal Sulam, sehingga jalanan sempit itu sering berlubang-lubang.

Barangkali, ini kebiasaan yang kurang baik untuk dibiarkan. Sebaiknya, dilintasi atau tidak oleh presiden, jalan seharusnya diperbaiki dan jangan dibiarkan rusak. Apalagi di kawasan itu ada lembaga pendidikan terpadu berskala global yang didirikan dan diasuh oleh Yayasan Pesantren Indonesia. Barangkali, peme¬rintah belum celik memandang kehadiran lembaga pendidikan ini sebagai investasi dan kekuatan barn untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi yang amat dibutuhkan bangsa ini demi masa depan yang lebih baik.

Tinjau Setiap Sudut

Setelah kami tiba di kompleks Al¬Zaytun, terlihat beberapa pos satpam berjejer setiap beberapa ratus meter untuk memantau dan menjaga keamanan dalam kampus. Penjagaannya cukup rapi dan terkoordinir. Setiap pengunjung baik un¬dangan, tamu atau pers selalu didata dan dilayani sebaik-baiknya. Petugas menun¬tun kami untuk melapor ke pos peneri¬maan tamu. Bagi kami, layanan di pos ter¬depan ini, mencerminkan adanya penega¬kan dan pemeliharaan disiplin demi ketertiban dan keamanan.

Dalam benak kami langsung terinspi¬rasi, bahwa Islam memang mengajarkan disiplin dengan sangat baik dan patut diteladani. Islam mewajibkan sholat lima waktu dengan disiplin yang ketat. Maka, mau belajar disiplin, silakan belajar dari Islam. Soal ada umat Islam yang kurang disiplin, itu kesalahan orangnya yang ku¬rang bergaya hidup Islami.

Sementara perihal kebebasan, bisa belajar dari Kristen (Kamu adalah orang-¬orang merdeka, tetapi jangan salah gunakan kemerdekaan itu). Bukan berarti Islam tidak mengajarkan kebebasan atau sebaliknya Kristen tidak mengajarkan disiplin. Hanya sentuhan dan penekanan¬nya ada kekhasannya masing-masing. Dalam pemahaman (inspirasi) kami, Is¬lam mengajarkan kebebasan dalam kori¬dor kedisiplinan, sementara Kristen mengajarkan kedisiplinan dalam koridor kebebasan.

Belum lagi inspirasi itu berlalu, dalam sorotan bola mata tertangkap di setiap pintu masuk kampus terpancang gapura dengan serangkaian kata: Ma'had Al¬-Zaytun Pusat Pendidikan dan Pengemba¬ngan Budaya Toleransi Berta Pengemba¬ngan Budaya Perdamaian. Ketika mem¬baca tulisan ini, kami tertegun seraya me¬natap dan membacanya dengan cermat. Sejenak, teringat desas-desus negatif tentang pondok pesantren ini, seolah-olah sebuah lembaga Islam garis keras (meminjam istilah yang sering kali digunakan orang lain). Bahkan ada sebuah majalah menulis dugaan bahwa Osama bin Laden pernah bersembunyi di kompleks ini, selain menyebutnya sebagai markas NII.

Tapi bagi kami, serangkaian kata di beberapa gapura itu menghadirkan inspirasi tentang kehidupan yang penuh toleransi dan damai. Kata-kata itu adalah ilham dari Allah. Dalam pikiran kami segera melintas kata (inspirasi) bahwa o¬rang-orang di sini pembawa damai. Ins¬pirasi itu membawa kami pads bunyi Firman Allah dalam Alkitab (Bibel): Berba¬hagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak (hamba) Allah.

Segera muncul sebuah keyakinan bah¬wa pondok pesantren ini bertujuan sangat mulia, pembawa damai. Tidak mudah menjadikan motto toleransi dan perda¬maian ini hanya sebagai tameng menutupi wajah lain yang tidak toleran dan tidak da¬mai. Sebelumnya, pernah kami dengar da¬ri seorang kiyai pimpinan ormas Islam yang menduga Al-Zaytun punya agenda tersembunyi (hidden agenda). Walaupun tidak dijelaskan hidden agenda seperti apa.

Sebutir keraguan yang sempat bercokol dalam hati bahwa apa yang didesas-de¬suskan tentang Ponpes ini, mulai tersing¬kir. Apalagi, kami menganut prinsip mempercayai lebih dulu jauh lebih baik daripada mencurigai lebih dulu. Barangkali prinsip ini juga membuat kami tidak cocok menjadi polisi atau jaksa. Atau menjadi seorang jurnalis yang selalu mencurigai.

Hati pun makin tenteram setelah me¬masuki kompleks menuju wisma tamu Al-Ishlah yang cukup megah. Bangunan lima lantai ini berada di sebelah selatan Masjid Al-Hayat. Wisma seluas 7.600 m2 dengan 150 kamar tidur itu dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti coffee shop, meeting room, dan pendukung lainnya. Terasa suasana peradaban maju yang amat bersahabat dan damai, tidak ada kesan eksklusif (tertutup).

Suasana wisma tamu yang dibangun i Juli 1999 dan selesai 27 Oktober 2001 ini jauh lebih baik dari suasana hotel-hotel berbintang di Jakarta. Sementara sarana¬nya sama dengan hotel berbintang, mulai dari lobi hotel, coffee shop, meeting room sampai restoran didisain sedemikian rupa sehingga sungguh menunjukkan kesan modern yang tertata apik. Petugas pene¬rima tamu dan pelayan restoran pun kom¬pak menggunakan seragam yang menyi¬ratkan kesungguhan dan profesionalisme dalam melakukan tugasnya.

Suasana hati yang teduh dan bersaha¬bat amat terasa, saat berpapasan dengan setiap orang dalam kompleks pendidikan terpadu ini. Tidak ada tampang sangar dan tatapan mata tajam beringas. Para santri prig (rizal) berpakaian rapih dilengkapi dasi bahkan jas, layaknya sekolah umum. Tidak ada yang pakai sa¬rung. Begitu pula santri putri (nisa) ber¬pakaian seragam rapih dan sopan dileng¬kapi kerudung penutup rambut yang cukup modis.

Pertama kali, kami disambut Uztad Ab¬dul Halim, yang belakangan kami ketahui menyandang jabatan sebagai Sekretaris Yayasan Pesantren Indonesia. Rasanya, kami cepat akrab, seperti sudah lama ber¬kenalan. Padahal, itulah pertama kali kami bertemu muka, apalagi bereakap-cakap. Penampilannya seperti eksekutif lembaga modern global. Pakai dasi dengan jaket hitam yang maskulin. Dia ti¬dak pakai sorban dan berjanggut panjang. Bicaranya lugas, layaknya seorang eksekutif perusahaan multinasional.

Seraya beristirahat sejenak di restoran Wisma Al-Islah, minum teh tarik ciri khas AI-Zaytun ditemani Uztad Abdul Halim, kami menjelaskan maksud kehadirankami untuk wawancara dengan Syaykh Panji Gumilang. Abdul Halim juga menje¬laskan secara singkat tentang keberadaan Al-Zaytun. Lalu, kami ditawarkan untuk meninjau lebih dahulu `setiap sudut' Ma'had Al-Zaytun, sebelum wawancara.

Tentu saja kami sangat senang bisa me¬ninjau secara langsung semua sudut lembaga pendidikan ini. Dalam hati terinspirasi, lembaga pendidikan ini sa¬ngat terbuka. Terbuka (transparan) dalam kedisiplinan tinggi. Tentu saja, setiap kali kita masuk ke rumah orang haruslah sepengetahuan dan dipersilahkan lebih dahulu oleh pemilik rumah. Registrasi tamu di pintu masuk tadi suatu bentuk kesopanan tamu yang layak dipatuhi seorang tamu yang beradab. Sesudah itu, kita diperlakukan sebagai sahabat yang seperti berada di rumah sendiri.

Semua sudut kami tinjau. Mulai dari ruang kelas, basement Masjid Rahmatan Lil Alamin yang masih dalam tahap pem¬bangunan, laboratorium, peternakan sampai asrama putri pun kami masuki. Basement Masjid Rahmatan Lil Alamin itu pernah diberitakan orang sebagai bun¬ker, ruang persembunyian bawah tanah. "Mana bunkernya?" kami bertanya. Abdul Halim menjelaskan: "Iya ini, basement yang nanti sebagian akan digunakan sebagai ruang kantor."

Setelah itu, pada malam harinya, sekitar pukul 20.00 sampai 23.30 WIB, kami wa¬wancara dengan Syaykh Panji Gumilang. Lengkaplah sudah penjelasan yang kami peroleh perihal keberadaan Al-Zaytun. Hampir 14 jam secara marathon dan in¬tensif, mulai pukul 10.00 pagi sampai 23.30, kami meninjau dan menerima penjelasan. Rasanya keingin-tahuan kami terlayani dengan terbuka dan sempurna.

Sungguh, di situ kami menyaksikan sebuah wujud nyata konsep pendidikan terpadu yang bermotto: Pusat Pendidikan dan Pengembangan Budaya Toleransi dan Perdamaian. Kampus ini disetting men¬jadi laboratorium toleransi dan perda¬maian. Tidak hanya dalam konsep teori dan penelitian, melainkan benar-benar mengimplementasikan dan memproduksi budaya toleransi dan perdamaian tersebut dalam gaya hidup keseharian.

Selain itu, kampus ini juga benar-benar menerapkan konsep pendidikan terpadu secara mandiri yang menempatkan pen¬didikan sebagai gula dan ekonomi jadi se¬mutnya. Setelah menyaksikannya, tidak mudah bagi kami menyampaikan kata yang bisa menggambarkan keberadaan pondok pesantren ini. Sungguh luar biasa!

Tak berlebihan bila kami menyebutnya sebagai Ponpes (Kampus) Peradaban Berskala Dunia. Mengenai tokoh pendirinya, beliau adalah Pelopor Pendidikan Terpadu dan Pembawa Damai.

Namun, penyajian kami, pastilah masih sangat jauh dari sempurna, untuk menggambarkan apa, siapa dan bagai¬mana Ma'had Al-Zaytun dan tokoh pen¬diri dan pemimpinnya itu. Setelah kami memublikasikannya di website Tokoh Indonesia.Com (Ensiklopedi Tokoh Indo¬nesia), kami pun menerbitkan di Majalah Tokoh Indonesia Edisi 8.

Dan, Setelah lebih empat tahun, serta se¬sudah beberapa kali berkunjung ke Al¬-Zaytun, tatkala kami membaca ulang apa yang kami tulis di Majalah Tokoh Indone¬sia Edisi 8 tersebut, Sungguh cukup mem¬beri gambaran singkat secara menyeluruh tentang keberadaan Al-Zaytun. Inilah Al¬-Zaytun yang sesungguhnya (setidaknya da¬lam pandangan kami), tidak ada yang ter¬sembunyi. Kami menyadari kata kuncinya adalah karena di situ kami menemukan ins¬pirasi (ilham secara intuisi ataupun atas pe¬tunjuk Illahi) yang mencerahkan.

Sudah lebih empat tahun kami mengenal dan berulangkali mengunjungi serta ber¬dialog dengan Syaykh dan para eksponen¬nya, juga membaca bulletin harian inter¬nalnya, Al-Zaytun yang kami kenal pada awal, itu pulalah yang kami kenal hari ini. Al-Zaytun yang mengajarkan disiplin kuat, mengajarkan kebebasan berpikir, toleransi (interdependensi), demokrasi dan perda¬maian serta cinta Republik Indonesia. Me¬masuki area Al-Zaytun, kita benar-benar masuk dalam zona perdamaian dan demokrasi (zone of peace and democracy) dan go home!

Sumber : Majalah Berita Indonesia Edisi 57-2008

Bacaan Selanjutnya!

ASSA Wujudkan Nazar Presiden


Tour Sepeda Jawa-Madura, 26 Mei - 11 Juni 2008

Assosiasi Sepeda Sport AI-Zaytun [ASSA] mewujudkan nazar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan menyelenggarakan perjalanan sepeda sehat keliling Jawa-Madura menempuh jarak sekira 2000 kilo meter, selama 17 hari mulai tanggal 16 Mei sampai 1 1 Juni 2008.

Tour sepeda keliling Jawa-Ma¬dura ini sesuai nazar Presiden SBY diselenggarakan dalam rangka seabad Hari Kebangkitan Nasional. Juga memeringati hari lahirnya Pancasila (Nilai-nilai Dasar Negara Kesatuan RI), Hari Lingkungan Hidup Internasional dan Hari Anti Narkoba Internasional, Serta hari lahirnya Yayasan Pesantren Indonesia.

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyo¬no berjanji (bernadzar) akan menjadi patron gerakan sepeda nasional tahun 2008. Sehubungan rencana gerakan bersepeda keliling Indonesia, Presiden SBY berjanji: "Saya siap menjadi patron gerakan ini. Kita lakukan nanti, bertepatan dengan perayaan satu abad kebangkitan nasional Indonesia."

Janji itu dikemukakan Presiden sebagai wujud nyata partisipasi Indonesia untuk mengurangi emisi. Hal itu dikemukakan Presiden saat bertatap muka dengan ke¬lompok Bicycle for Earth Goes to Bali, terdiri dari para pemuda pencinta ling¬kungan di halaman Kantor Gubernur Bali, Selasa, 4 Desember 2007.

Kala itu, Presiden SBY menegaskan, menangani isu global warming bukan sekadar wacana, bukan sekadar menelur¬kan kebijakan politik, bukan hanya seka¬dar komitmen kosong di belakang layar, melainkan aksi nyata. (Media Indonesia, 5 Desember 2007).

Saat Presiden SBY mengucapkan hal itu, Assosiasi Sepeda Sport Al-Zaytun (ASSA) telah merencanakan bersepeda keliling Jawa- Madura. "Desember itu kita sudah latihan, pada waktu presiden bicara, dan sudah mempersiapkan untuk Jawa-Madura. Kita senang mendengar ungkapan presiden itu. Kita pikir juga dilaksanakan," ungkap Syaykh Panji Gumilang.

Saat itu, ASSA telah melakukan latihan secara intensif. Selain intensif latihan dengan melakukan try-out di sekitar Indramayu, Jakarta dan Banten, ASSA pun terus memantapkan segala hal yang berhubungan dengan rencana perjalanan bersepeda keliling Jawa-Madura sepanjang 1889 km tersebut.

Termasuk mengurus segala perizinan yang diperlukan. Di antaranya, Surat Izin dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia. Mabes Polri menge¬luarkan izin No.Po: SI/YANMIN/236/IV/ 2008/BANTELKAM tertanggal 3o April 2008. Surat Izin itu diberikan kepada Yayasan Pesantren Indonesia Ma'had Al-Zaytun, dengan penanggung jawab Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang, un¬tuk 'Perjalanan Sepeda Sehat Keliling Pulau Jawa dan Madura, dari tanggal 26 Mei s/d 11 Juni 2008. Kegiatan itu dila¬kukan dalam rangka memperingati hari Kebangkitan Nasional.

Surat izin dari Mabes Polri itu ditem¬buskan kepada Menpora, Kabaintelkam, Dir C dan D Baintelkam, Dir Lantas Babinkam Polri, Kapolda Jabar, Kapolda Jateng, Kapolda DI Yogyakarta, Kapolda Jatim dan Ketua ISSI Pusat. Selain itu, Mabes Polri (Kabinkam Polri) juga menindaklanjuti Surat izin tersebut de¬ngan mengirimkan Surat Telegram (No.Pol: ST/90/IV/2008) kepada Kapolda Jabar, Kapolda Jateng, Kapolda DI Yogyakarta, Kapolda Jatim Up. Dirlantas.

Selain memperoleh izin dari Mabes Polri, ASSA juga memperoleh rekomen¬dasi dari ISSI (Ikatan Sepeda Sport Indo¬nesia). Juga dilakukan kordinasi dengan beberapa Pemda dan Polda setempat. Sementara, Panitia Kebangkitan Nasional Pusat pun diundang. Namun sampai be¬rita ini dikonfirmasi kepada ASSA belum ada jawaban dari Panitia Pusat Perayaan Hari Kebangkitan Nasional. Termasuk ju¬ga belum diperoleh kabar tentang pewujudan nazar Presiden tentang ren¬cana gerakan bersepeda keliling Indone¬sia dalam rangka memperingati 100 tahun Harkitnas tersebut.

Berhubung sampai sekarang tidak ada ceritanya, maka Al-Zaytun yang jalankan (wujudkan) nazar tersebut. "Kalau Presiden tidak melaksanakan, kita yang melaksanakan, berarti selesai, tidak dapat dosa," kata Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang. Menurutnya, ini menghindar¬kan dosa dari pemimpin-pemimpin yang banyak bicara tapi tidak dilaksanakan. Nanti kalau nggak begitu, dituntut oleh malaikat. "Eh itu, presiden itu yang ngomong, rakyatnya pun diam saja."

Syaykh Al-Zaytun menjelaskan, hal ini dalam bahasa Fiqih Islam namanya fardhu kifayah, artinya kewajiban yang diucapkan oleh seorang presiden (pemimpin), tapi presidennya lupa, rakyatnya ingat, berarti jalan sudah bebas. "Sebab, nanti kalau pemimpin negara kena karena nazarnya itu, berarti rakyat juga kena. Nah, kita mewakili yang lupa itu," jelas Syaykh Panji Gumilang.

Jadi Al-Zaytun menjalankan fardhu kifayah, ucapan, nazar dan fardhu kifayah-nya Presiden. Sebab, menurut Syaykh Panji Gumilang, ucapan seorang pemimpin, bila tidak dilaksanakan bisa mengkhawatirkan. "Ucapan Presiden di Bali itu sesungguhnya nazar. Fardhu kifayah hukumnya. Namun kalau tidak dilaksanakan akibatnya kepada semua. Maka Al-Zaytun mengambil nazar pre¬siden," kata Syaykh.

"Kita yang memenuhi nazar presiden itu. Paling tidak pemenuhan kualitasnya, cita-citanya, pemikirannya walaupun nasibnya tidak," katanya. Syaykh mene¬gaskan, nazar pemimpin-pemimpinlah yang kita laksanakan. Sebab kalau nazar tidak dilaksanakan, kena denda. "Denda itu dilaksanakan oleh malaikat, kan bahaya," kata Syaykh Al-Zaytun.

Semua Persiapan Rampung

Segala persiapan dalam rangka perja¬lanan bersepeda keliling Jawa-Madura tersebut sudah rampung. Mulai dari agenda perjalanan, rute dan tempat istirahat, keamanan, logistik (konsumsi) dan akomodasi, pelayanan kesehatan, laundry, bahkan dapur juga telah disiap¬kan.

Pesertanya 280-an orang ditambah pendukung teknis (teknisi Sepeda, teknisi kendaraan besar dan dokter dan lain-lain sekitar 6o orang sehingga berjumlah 340 orang. Semua peserta dan pendukung dibekali tanda pengenal dan kostum.

Perjalanan akan menempuh hampir 2000 km, tentu memerlukan nyali besar. Menanggapi hal ini, Syaykh Al-Zaytun mengatakan 2000 km itu belum panjang, kita hanya jalan. Daendels, justru mem¬buat jalan. Lha kita tinggal jalan dan su¬dah banyak fasilitas. Tahun 1818 Daendels membuat jalan tidak pernah mengeluh.

Tapi banyak korban? "Jangan bicara korban, kalau bicara koran, tidak ada di dunia ini tanpa pengorbanan. Kan semua mengatakan, lewat mana? Lewat jalan Daendels. Lha, kok korban dihitung? Jesus mengorbankan dirinya untuk penebusan dosa. Kalau tidak ada pengor¬banan, tak ada itu jalan Daendels. Setelah itu, disambut dengan meledaknya Kra¬katau. Setelah Daendels selesai. Apa itu artinya? Bagus, kan begitu. Baru, lahir ula¬ma besar di Banten, namanya Nawawi Albantani. Nah, itu ada rentetannya se¬mua itu. Ini kita sedikit-sedikit, banyak korban, banyak korban. Sekarang orang tidak ingat lagi apa korbannya. Yang ingat, jalan Daendels rusak berat. Gitu toh? Makan korban juga kan?"

Jadi harus berani ambil risiko ya? "Bukan berani ambil risiko. Perjuangan itu berisiko. Jangan sekonyong-konyong berani ambil risiko. Risiko jangan ditan¬tang. Tapi setiap pergerakan, perjuangan, pembangunan, ada risiko. Jangan pernah ditantang risiko itu. Menantang risiko itu, sombong. Daendels juga tidak menantang risiko," jawab Syaykh.

Dia mengajak, ayo berjuang saja. "Jadi risiko itu jangan dihitung di depan. Nanti tidak risiko pun dibabat. Nah, ini nand bisa jadi risiko, dibabat. Padahal bukan risiko," katanya. Menurutnya, Daendels itu, tidak menghitung risiko. Jalan terns. "Kalau dihitung, bukan risiko, anggaran belanja namanya kan?"

Setelah menjelajah Jawa-Madura, ASSA juga berencana bersepeda keliling Nanggroe Aceh Darussalam. Dari Karang Baru terus ke Banda Aceh, atau masuk Banda Aceh dulu terus baru masuk ke Singkil. Dari Singkil naik bis ke Medan, dari Medan naik bis lagi ke Karang Baru. Karang Baru naik lagi ke Banda Aceh. Jadi izinnya cuma satu. Polda, kalau kita lewat Medan harus dua izinnya, kalau sudah dua tidak diizinkan lagi nanti dengan Polda Medan atau Polda Aceh. (Sumber : Majalah Berita Indonesia Edisi 57 -2008)

Bacaan Selanjutnya!