Dari Jawa Timur Mengangkat Harkat Peternak Sapi Perah
Cikal Bakal Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia
Pemerintah Indonesia mencanangkan dua program brilian sekaligus; Program Indonesia Swasembada Daging dan Program Indonesia Kolam Susu.
Yang pertama terkait isu penyediaan sapi potong, ditargetkan Indonesia dapat memenuhi sendiri kebutuhan daging. Program itu berangkat dari kondisi kekinian, di mana setiap tahun Indonesia masih melakukan impor sapi potong 400 ribu ekor per tahun dari luar khususnya Australia.
Program kedua “Indonesia Kolam Susu“ terkait dengan isu pembibitan sapi perah untuk menyediakan bahan baku susu yang mencukupi dan berkualitas untuk Industri Pengolah Susu (IPS).
Potret kekinian industri sapi perah rakyat rupanya masihlah sebuah ironi besar. Para peternak yang memilki sapi perah dalam jumlah relatif kecil, itu harus berhadap-hadapan dengan IPS yang memiliki posisi tawar tinggi. Rata-rata peternak sapi perah hidup masih dalam kondisi memperihatinkan, hingga tak berdaya berhadapan dengan IPS.
Fakta di tahun 2005 lalu menunjukkan, hanya 550 ribu ton susu sapi segar atau 30 persen saja kebutuhan bahan baku IPS yang bisa dipasok oleh industri sapi perah rakyat, dari total kebutuhan dalam negeri yang mencapai 1,850 juta ton (tahun 2007 diperkirakan sudah melebihi dua juta ton). Berarti sebanyak 1,300 juta ton kebutuhan bahan baku susu segar masih harus diimpor.
Kendati pasokan susu segar dalam negeri itu sedikit saja, harganya ditingkat peternak ternyata merupakan yang termurah di dunia, hanya Rp 2.200/liter. Bila dibandingkan dengan harga pasaran di luar negeri, susu segar sejenis di Amerika Serikat sudah mencapai 34 sen dollar AS atau setara Rp 3.400/liter, dan yang termurah di Selandia Baru 28 sen dollar AS per liter.
Tetapi, giliran susu segar sudah berupa produk jadi, rakyat sebagai konsumen harus bersedia membelinya dengan harga yang tertinggi di dunia. Terbuktilah, Indonesia merupakan sebuah negara dengan tingkat konsumsi gizi terendah kedua di Asia, yang hanya mengonsumsi gizi 5,2 gram per kapita/ hari.
Padahal, kata Don P Utoyo seorang konsultan peternakan, sesuai standar Gizi Nasional 2002, tingkat konsumsi gizi nasional dalam tempo lima tahun ke depannya (dimulai sejak 2002) ditetapkan harus sudah mencapai minimal 6,5 gram/kapita/hari.
Tetapi pada tahun 2006 Don mengatakan realisasi tingkat konsumsi gizi, termasuk di dalamnya gizi asal protein hewani seperti daging, telur dan susu masih 5,2 gram per kapita/hari, atau nomur dua terbawah di Asia.
Don yang mantan direktur pembibitan pada Ditjen Peternakan Departemen Pertanian mengatakan, apabila peranan susu dalam memasok konsumsi gizi mencapai 0,75 gram per kapita/hari, kontribusi susu sapi asal dalam negeri di situ hanyalah 0,225 gram per kapita/hari.
Tidak mengherankan pulalah apabila tingkat kekebalan tubuh warga semakin hari semakin menurun saja, yang lalu berdampak pada semakin mudahnya berbagai jenis penyakit disebarkan oleh virus menjangkiti warga.
Bahkan yang lebih fatal lagi, kekurangan makanan bergizi berupa protein hewani asal ternak seperti daging dan susu, telah membatasi pula kemampuan otak manusia untuk berpikir dan bekerja lama.
Don, yang berbicara dalam “Sarasehan Sapi Perah“ di Kampus Al-Zaytun, Indramayu, dengan makalahnya yang diberi judul “Tantangan Bermimpi Revolusi Putih di Indonesia“ membuat pendekatan produk untuk menggambarkan harapan di tahun 2010 saat sudah dicapai “Indonesia Kolam Susu“
Disimulasikannya, pada tahun 2010 populasi penduduk Indonesia diperkirakan sudah mencapai 240 juta orang, dengan asumsi laju pertumbuhan penduduk 1,5% per tahun.
Dengan laju pertumbuhan sapi perah 10% per tahun akan diperoleh produksi susu 750.000 – 800.000 ton per tahun. Tingkat produksi susu dalam negeri sebesar itu masih kalah jauh dengan total konsumsi susu, yang tahun 2010 akan mencapai 2.400.000 ton per tahun.
Karena itu, untuk mencapai “Indonesia Kolam Susu“ harus diproduksi bibit sapi perah sebanyak 100 ribu ekor, sehingga diperoleh angka ideal populasi susu sapi perah sebanyak 500.000 – 600.000. Saat itu tingkat konsumsi susu akan mencapai 12,5 kg/tahun, atau setara konsumsi gizi 1,0 gram per kapita/tahun.
Dari sumbangan susu sebesar 1,0 gram per kapita/ tahun terhadap konsumsi gizi per kapita/ tahun tersebut, kata Don berbicara usai pelantikan Pengurus Daerah Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) tingkat Jawa Barat, yang diketuai oleh Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang, total protein hewani jadinya akan lebih dari 6,5 gram per kapita/ hari.
Berdayakan Peternak Sapi Perah
Posisi tawar peternak sapi perah rakyat di Tanah Air begitu lemah saat berhadap-hadapan dan bernegoisasi dengan Industri pengolah susu (IPS). Bahkan, kesejahteraan para peternak sapi perah sesungguhnya sangat memprihatinkan sekali.
Keprihatinan hidup itu berakibat pula pada populasi sapi perah yang semakin menurun. Standar kualitas susu segara yang dihasilkan turut pula menurun sehingga kalah bersaing dengan bahan baku susu impor.
Belum lagi soal produktivitas dari sebelumnya bisa diperoleh 10-15 liter susu/hari/ekor, turun menjadi hanya delapan liter per hari. Banyak pula sapi perah yang terpaksa dialihkan menjadi sapi potong.
Don P Utoyo saat masih menjabat sebagai birokrat pernah mengkampanyekan peningkatan populasi sapi perah. Dimulai dari angka populasi 300 ribu ekor sapi, setahun kemudian bergerak naik menjadi 320 ribu ekor lalu 330 ribu ekor, hingga tahun 2005 diperoleh angka sudah mencapai 350 ribu ekor sapi.
Tetapi setelah Don pensiun tiga tahun lalu, dalam usia 60 tahun, ia melihat di tahun 2007 populasi sapi perah itu sudah menurun kembali ke angka 330 ribu ekor.
Adalah seorang peternak sapi perah asal Blitar, Haji Masngut Imam Santoso yang pada bulan April tahun 2004 lalu mengambil prakarsa mengumpulkan para peternak sapi perah se-Jawa Timur ke dalam sebuah organisasi.
Saat itu Jawa Timur merupakan salah satu sentra produsen susu sapi segar terbesar di Tanah Air, yang memiliki populasi sapi perah sebanyak 137 ribu ekor terdiri dari anak sapi (pedet) dan sapi remaja (dara) ayng belum produktif, serte 60 ribu sapi indukan yang sudah produktif.
Perputaran roda ekonomi susu sapi perah Jawa Timur saat itu sudah mampu menghidupi 29.800 peternak, belum termasuk para anggota keluarga dan para pelaku bisnis penunjangnya.
Sejak Masngut mendirikan perkumpulan, rata-rata peternak sapi perah Jawa Timur mulai menyandarkan masa depannya pada asosiasi. Kecuali mereka yang masih terikat kontrak dengan koperasi susu, yang masih harus menyelesaikan perjanjian kotraknya hingga berakhir.
Peternak di sana sempat menghadapi kemelut besar tatkala sebuah pabrik susu terbesar di Surabaya memutuskan untuk tak lagi membeli susu sapi segar langsung dari peternak, kecuali lewat koperasi sekunder.
Sejak saat itu peternak tak lagi bisa bersikap independen berhadapan dengan pembeli yang monopolistik, sebab koperasi pengumpul nyatanya lebih berperan sebagai penguasa pasar, yang membentuk pasar susu sapi segar secara monopolistik dan monopsoni.
Saat itu IPS bersama koperasi menerapkan sistem kuota dalam pembelian susu dari peternak. Padahal sebelumnya, selam 29 tahun bermitra, antara peternak dengan IPS selalu bergandengan mesra.
Ada banyak kenikmatan yang lalu dapat dirasakan oleh para peternak yang bergabung dalam organisasi bentukan Masngut Imam Santoso. Seperti kenaikan harga susu sapi segar, hingga perluasan pangsa pasar yang mamapu menjangkau sampai ke Jakarta.
Kenikmatan itu pula yang memotivasi Masngut, seorang peternak otodidak yang belajar sendiri dengan prinsip trial-error untuk memperluas cakupan organisasinya. Ia kemudian mendeklarasikan berdirinya sebuah organisasi yang bertaraf nasional, diberi nama Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) atau Indonesia Dairy Farmer Association (ADFA)
APSPI resmi dibentuk di Solo Jawa Tengah pda tanggal 26 Februari 2007, dipimpin oleh H. Masngut Imam Santoso sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) APSPI, dan Suharto sebagai Sekertaris Jenderal.
Turut pula dipilih Ketua Pengurus Daerah di sejumlah provinsi seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang sendiri terpilih sebagai Ketua Pengurus Daerah APSPI Jawa Barat.
Kata Masngut, asosiasi APSPI diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup dan memperjuangkan aspirasi para peternak sapi perah di Tanah Air, yang hingga kini masih belum mendapat perhatian pemerintah.
“Kehadiran APSPI ini juga diharapkan bisa menjembatani hubungan antara peternak dan semua pihak, baik koperasi, industri pengolah susu (IPS) mapun pemerintah,“ urai Masngut.
Syamsul Bahri, Direktur Pembibitan pad Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian, turut hadir mewakili pemerintah pada saat deklarasi. Ia pun menyambut positif kehadiran APSPI. Syamsul menilai kehadiran asosiasi APSPI sangat penting karena selama ini belum pernah ada organisasi peternak sapi perah.
Syamsul Bahri juga berharap APSPI mampu menjembatani hubungan peternak dengan kalangan industri, serta mendorong peningkatan produksi susu nasional.
“Produksi susu nasional masih sangat rendah. Kebutuhan susu nasional yang bisa dipenuhi peternak sapi perah dalam negeri hanya sekitar 30 persen, sedangkan 70 persennya dari impor,“ ujar Syamsul.
STRUKTUR PENGURUS APSPI DAERAH JAWA BARAT
JABATAN N A M A DAERAH ASAL
Ketua Umum Syaykh AS Panji Gumilang Indramayu
Ketua H. Imam Supriyanto Indramayu
Ketua Dede Rahmad Parompong, Bandung
Ketua Efi Luthfillah Bogor
Ketua Ahmad Mufakir Indramayu
Ketua drh. Indah Fadhillah Indramayu
Sekertaris Umum Nawawi Indramayu
Wa. Sek. Umum Nur Kholish Indramayu
Bendahara Iskandar Saefulloh Indramayu
Wakil Bendahara Hilman Suaidy Indramayu
Litbang dr. Dani Kadarisman Indramayu
Litbang Dr. Bagus P. Purwanto Bogor
Litbang dr. Andi Murfi Bogor
Litbang dr. Afton Atabany Bogor
BIDANG KESEJAHTERAAN PETERNAK
Ketua Bidang H, Imam Supriyanto Indramayu
Wakil Ketua Ir. Asrs Rifa, MT Indramayu
Sekretaris Jajang Pengalengan, Bandung
Anggota Wayhudin Bandung
Anggota H. Teddy Sukabumi
BIDANG DISTRIBUSI PRODUKSI
Ketua Bidang Dede Rahmat Parompong, Bandung
Wakil Ketua Nurdin Abu Tsabit Indramayu
Sekretaris Ir. Susilo Budi Sukabumi
Anggota Juju Junaedi Ujung Berung, Bandung
Anggota Ratna Sukabumi
Anggota Mahfudin Bogor
BIDANG PAKAN DAN SARANA
Ketua Bidang M. Natsir Suaidy Indramayu
Wakil Ketua Ir. Tatan Setiasamsi Bogor
Sekretaris Riki Honang Bandung
Anggota Priatmana Muhendi Sukabumi
Anggota Cucu Wahyudin Bandung Barat
Anggota Uus Cideng, Bandung
BIDANG PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI
Ketua Bidang Efi Luthfillah Bogor
Wakil Ketua Irwanto Ciawi
Sekretaris Daian Hardiyanto Pengalengan, Bandung
Anggota Enceng Rohana Ujung Berung, Bandung
Anggota H. Endang Cianjur
BIDANG PEMULIAAN DAN PEMELIHARAAN TERNAK
Ketua Bidang Ahmad Mufakir Indramayu
Wakil Ketua drh. Nur Uningsih Indramayu
Sekretaris Kutut L. Pujadi Indramayu
Anggota Hendra Cibiru, Bandung
Anggota Ishak Garut
BIDANG KESEHATAN DAN REPRODUKSI
Ketua Bidang drh. Indah Fadillah Indramayu
Wakil Ketua Dadang Pengalenagan
Sekretaris Evia Kirana Indramayu
Anggota Supriyatna Bandung Barat
Anggota Slamet Sutrisno Lembang
Anggota Okky Cimahi, Bandung
(Sumber :Lentera - Majalah Berita Indonesia – Edisi 35/2007)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home